General

Di balik Rencana Otak-Atik Masa Jabatan Presiden

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Usul perubahan masa jabatan presiden kembali mengemuka di tengah rencana amendemen terbatas UUD 1945. Ada yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi delapan tahun dalam satu periode, ada pula yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi empat tahun dan bisa dipilih sebanyak tiga kali.

Awalnya, rencana amendemen UUD 1945 sebatas menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, Sekjen Partai Nasdem Johnny Gerard Plate mengusulkan masa jabatan presiden menjadi salah satu isu yang dibahas dalam amendemen tersebut.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari PPP, Arsul Sani, mengatakan, “Diskursus tentang penambahan masa jabatan presiden ini terlihat biasa saja sebagai sebuah wacana usulan dan beberapa pemangku kepentingan yang memang harus ditampung oleh MPR,” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11/19).

Lantaran wacana itu muncul ke ruang publik, kata Arsul, MPR tak bisa membatasi amendemen sekedar menghidupkan lagi haluan negara. Bahkan, menurutnya, terlalu dini untuk memutuskan apa saja agenda amendemen.

Baca Juga: Kecurigaan Terhadap Wacana Amendemen UUD 1945

Arsul mengungkapkan bahwa jadwal MPR pada 2020 dan 2021 adalah menampung berbagai aspirasi masyarakat, khususnya terkait rekomendasi amendemen UUD yang dibuat oleh MPR periode 2014-2019. Perihal masa jabatan presiden, ia mengatakan usulan itu beragam, di antaranya ada yang mengusulkan agar presiden hanya menjabat satu periode dengan durasi yang ditambah.

Kenapa Mengubah Masa Jabatan?

Salah satu usulan muncul dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang menginginkan jabatan presiden menjadi tujuh tahun namun dibatasi hanya satu periode. “Jika hanya satu periode, setiap presiden akan bekerja semaksimal mungkin, fokus bekerja buat rakyat dan tak memikirkan pemilu berikutnya,” kata Tsamara dalam keterangan pers yang diterima Asumsi.co, Jumat (22/11).

Tsamara menyebut masa jabatan satu periode akan membuat presiden terlepas dari tekanan politik jangka pendek, lebih fokus untuk melahirkan kebijakan terbaik. Politik akan terbebas dari pragmatisme. Menurutnya, masa kepemimpinan perlu diperpanjang sampai tujuh tahun agar tiap presiden punya waktu cukup untuk mewujudkan program-program kerjanya.

“Tak ada lagi kecurigaan bahwa petahana memanfaatkan kedudukannya untuk kembali menang pemilu,” ujarnya.

Baca Juga: Menguji Hak Veto Menko

Dalam pengamatan PSI, pada format 2 x 5 tahun pun, yang efektif cuma tujuh atau delapan tahun. “Dua atau tiga tahun sisanya biasa dipakai untuk penyesuaian awal periode dan kampanye pemilu berikut,” kata Tsamara.

Terakhir, Tsamara menjelaskan bahwa pemilu tiap tujuh tahun jelas akan menghemat biaya. Jika biasanya tiap lima tahun ada pemilu, kelak hanya akan terjadi tiap tujuh tahun sekali saja.

Usulan masa jabatan presiden itu pun mendapat perhatian dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Menurut partai yang saat ini berperan sebagai partai oposisi tersebut, usulan itu justru berbahaya.

“Ini usulan yang berbahaya. Perjuangan kita membatasi masa jabatan presiden dua periode didapat melalui reformasi yang berdarah-darah,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, kepada wartawan, Kamis (21/11).

Mardani mengatakan bahwa masa jabatan dua periode atau 10 tahun yang diberikan pada seorang presiden sudah cukup. “Waktu maksimal sepuluh tahun cukup bagi satu orang membuktikan kontribusinya bagi Indonesia. Saya khawatir usulan ini, seperti juga usulan evaluasi pilkada langsung, merupakan test the water melihat respon masyarakat.”

Sementara itu, Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bakir Ihsan menjelaskan bahwa masalah masa jabatan presiden idealnya didasarkan pada efektivitas dari implemetasi program yang sudah dirancang. Berdasarkan pengalaman, lanjutnya, lima tahun merupakan waktu yang sudah cukup untuk mengukur efektivitas kepemimpinan.

“Keterpilihan pada periode kedua didasarkan pada keberhasilan dari program yang sudah diwujudkan pada periode sebelumnya. Karena itu, masa jabatan yang ada selama ini, yaitu 5 tahun dan bisa diperpanjang hanya 1 periode berikutnya sudah bagus. Ada plus-minus dari tawaran yang ada,” kata Bakir saat dihubungi Asumsi.co, Jumat (22/11/19).

Menurut Bakir, kalau cuma satu periode, plusnya bisa memberikan ruang distribusi dan suksesi kekuasaan yang lebih luas. Peluang orang untuk berkontestasi bisa terbuka, karena incumbent sudah tidak boleh mencalonkan diri. Minusnya, membuka ruang bagi kinerja presiden apa adanya karena prinsipnya hanya menyelesaikan satu periode jabatan, tidak bisa berlanjut.

“Sementara usulan memperpanjang jabatan menjadi tiga periode, selain menutup ruang kontestasi yang lebih luas, juga kemungkinan tend to corrupt-nya lebih besar,” ucap Bakir.

Sekadar informasi, berdasarkan Pasal 7 UUD 1945, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Dengan demikian, presiden dan wakil presiden dapat menjabat paling lama 10 tahun dalam dua periode.

Share: Di balik Rencana Otak-Atik Masa Jabatan Presiden