Isu Terkini

Kecurigaan terhadap Wacana Amendemen UUD 1945

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terus menguat. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, misalnya, bersepakat bahwa amendemen sepatutnya dilakukan secara menyeluruh. Memang, sejak awal, berbagai pihak menduga rencana amendemen akan melebar dari poin awal terkait Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Kata Surya Paloh, amendemen semestinya tak sebatas menghidupkan kembali GBHN. Soal evaluasi pemilihan umum serentak, misalnya, perlu juga dimasukkan ke rencana amendemen UUD 1945.

“Katakanlah, dalam hal pemilu serempak, rumusan masalah konstitusi berdasarkan tafsiran UUD. Kita pikirkan bersama harus lanjut lima tahun ke depan pemilu serentak, atau pemilu legislatif dan pilpres kembali dipisah,” kata Surya Paloh di kediamannya, Minggu (13/10/19).

Kesepakatan Surya Paloh dan Prabowo tentang amendemen langsung direspons Wakil Ketua MPR 2019-2024 Zulkifli Hasan. “Menurut saya, semua itu sulit, karena kita sudah coba lima tahun. Nanti ini nggak setuju, itu nggak setuju. Dua saja (yang diamandemen) nggak setuju, ya nggak bisa jalan, karena harus 3/4 ditandatangani,” ujar politikus PAN ini di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (14/10).

“Kalau ada kecurigaan ya sulit, misalnya: ‘Nanti Presiden dipilih MPR.’ Sulit sekali. Mungkin suatu saat, tapi saya nggak tahu kapan. Sekarang ini untuk amendemen terbatas aja nggak mudah,” ujar Zulkifli.

Zulkifli menilai bahwa amendemen menyeluruh bisa dilakukan jika terdapat momentum seperti tahun 2002, di mana seluruh pihak bersepakat tentang, salah satunya, pemilihan presiden secara langsung.
Amendemen UUD 1945 Berpotensi Melebar

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Jember, Jayus, mengatakan amendemen mungkin saja meluas hingga perkara pemilihan presiden dan masa jabatan kepala negara. Ia mengakui bahwa UUD 1945 hasil perubahan memang belum dilakukan secara terstruktur, sehingga wajar akhirnya muncul kehendak perubahan mendasar.

“Perubahan terhadap satu pasal akan berpengaruh terhadap pasal yang lain. Contoh: pengembalian kewenangan MPR atas produk GBHN, tentu akan berimbas pada pasal presiden sebagai pelaksana, pemilihan presiden dilakukan secara demokratis, dan seterusnya,” kata Jayus saat dihubungi Asumsi.co, Senin (14/10/19).

UUD 1945 mengalami empat amendemen dalam rentang waktu 1999-2002. Taufiqurrohman Syah dalam “Amendemen UUD Negara RI Tahun 1945 Menghasilkan Checks and Balances Lembaga Negara” membeberkan bahwa proses perubahan tersebut mengubah sejumlah pasal penting, antara lain:

1. Amendemen Pertama di Sidang Umum MPR 19 Oktober tahun 1999 berhasil mengamandemen sembilan pasal. Sejumlah poin di antaranya (a) masa jabatan Presiden dibatasi 10 tahun, (b) Undang-undang (UU) yang dulunya di tangan Presiden, diubah menjadi kewenangan DPR, di mana Presiden hanya berhak mengajukan Rancangan UU, serta (c) Presiden perlu membahas sejumlah kewenangan dengan DPR

2. Amendemen Kedua di Sidang Umum MPR 18 Agustus 2000 mengamandemen sebanyak 25 pasal. Beberapa poin di antaranya seperti (a) pemberian otonomi daerah untuk Provinsi, Kota dan Kabupaten, lalu (b) penguatan Hak Asasi Manusia (HAM).

3. Amendemen Ketiga di Sidang Umum MPR 9 November 2001 mengamandemen sebanyak 23 pasal. Sejumlah poin di antaranya (a) MPR bukan lagi lembaga tertinggi, (b) Presiden tidak lagi dipilih MPR tapi dipilih langsung oleh rakyat, (c) Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK), (d) Kehakiman di tangan Mahkamah Agung (MA), (e) Pembentukan Komisi Yudisial (KY).

4. Amendemen Keempat di Sidang Umum MPR 10 Agustus 2002 mengamandemen sebanyak 13 pasal, tiga pasal Aturan Peralihan, serta dua pasal Aturan Tambahan. Beberapa poin di antaranya (a) DPD dan DPR menjadi bagian dari MPR, (b) Penghapusan Dewan Pertimbangan Agung, dan (c) Penyelenggaraan ekonomi nasional.

Berdasarkan penjelasan Taufiqurrohman, secara garis besar dalam substansi materi, proses amendemen dibagi ke dalam tiga kelompok: amendemen yang menghapus atau mencabut beberapa ketentuan; amendemen yang menambah ketentuan baru; serta amendemen yang memodifikasi ketentuan lama.

Implikasi Amendemen UUD 1945 Terhadap Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Lebih jauh, Pakar Hukum Tata Negara Saldi Isra dalam “Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dan Implikasinya terhadap Sistem Ketatanegaraan Indonesia” yang terbit di Jurnal Nasional (2010), mengatakan bahwa ada tiga alasan melaksanakan amendemen UUD 1945.

Alasan pertama, sejak awal, bahwa penetapan UUD 1945 tidak dimaksudkan sebagai sebuah konstitusi yang bersifat tetap. Hal itu pula dinyatakan secara tegas oleh Sukarno: “Undang-undang Dasar yang dibuat sekarang adalah Undang-undang Dasar Sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan, ini adalah Undang-undang Dasar kilat. Nanti kalau kita telah bernegara, di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna.”

Alasan kedua, bahwa UUD 1945 punya fleksibilitas yang cukup tinggi. Saldi menjelaskan bahwa UUD 1945 bisa diterjemahkan sesuai perkembangan politik terkini serta keinginan pemegang tampuk kekuasaan. Namun, lantaran terlalu fleksibel, UUD 1945 justru telah melahirkan rezim otoriter dan antikritik, menjadi penyebab terjadinya KKN, memasung semangat demokrasi dan penegakan hukum.

Alasan ketiga, UUD 1945 punya kecenderungan inkonsisten. Misalnya dalam ketidakjelasan konstitusi menentukan bentuk kedaulatan. Dalam UUD 1945, menurut Saldi, ada bermacam bentuk kedaulatan: dari kedaulatan rakyat, hukum, hingga negara.

Dari aspek ketatanegaraan, amendemen UUD 1945 memang berdampak hukum yang jelas. Misalnya dengan amendemen UUD 1945, MPR tak lagi berkedudukan sebagai lembaga negara tertinggi. Lalu, sebagai gantinya, kedaulatan tertinggi dipegang oleh rakyat (Pasal 1 ayat 2).

Menurut Saldi, penghapusan sistem lembaga negara tertinggi merupakan upaya logis untuk keluar dari perangkap rancangan ketatanegaraan yang rancu dalam menciptakan mekanisme check and balances di antara lembaga-lembaga negara. Selain itu, amendemen UUD 1945 juga turut menghapus sistem unikameral, yang kemudian digantikan oleh sistem bikameral.

Dalam sistem tersebut, supremasi MPR justru ditekan. Amendemen UUD 1945 lebih menyediakan ruang untuk keterwakilan dari DPR dan DPD, di mana DPR merepresentasikan rakyat, sementara DPD mewakili daerah.

Yang masih terasa dan berlaku sampai hari ini adalah bahwa amendemen telah mengubah proses pemilihan presiden dan wakilnya menjadi terbuka, yakni dipilih oleh rakyat secara langsung lewat pemilu. Perubahan ini jelas sebagai upaya untuk menghindari pengalaman kelam di masa Orde Baru.

Sebagai tambahan, amendemen juga bisa memungkinkan presiden dimakzulkan bila terbukti melanggar ketentuan undang-undang. Selain itu, amendemen juga memunculkan lembaga kehakiman baru dalam wujud Mahkamah Konstitusi yang termaktub melalui Pasal 24 ayat 2 UUD 1945. Kehadiran MK melengkapi kedudukan lembaga hukum yang sebelumnya hanya dijalankan oleh Mahkamah Agung.

Namun, bagi beberapa pihak, termasuk Pakar Hukum Tata Negara, bahwa amendemen UUD 1945 di era 2000-an punya tujuan yang jelas yakni untuk mengurangi kekuasaan presiden dengan cara mendistribusikan kekuasaan secara vertikal dan membaginya secara horizontal. Amendemen juga menjadi upaya untuk menciptakan negara demokratis yang berlandaskan keseimbangan dan pengawasan terhadap kekuasaan. Lalu, apa pentingnya amendemen di era sekarang?

Share: Kecurigaan terhadap Wacana Amendemen UUD 1945