Isu Terkini

Pejabat-pejabat Militer di Lingkaran Federasi Sepakbola ASEAN (AFF) dan Indonesia

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Seruan “militer kembali ke barak” agar tak mengurusi wilayah kerja sipil agaknya sulit berlaku bahkan di Indonesia sekalipun. Ternyata, jika diperhatikan lebih seksama, fenomena itu juga terjadi di sejumlah negara Asia Tenggara (ASEAN).

Coba saja kita tengok dan buktikan dulu di tanah air, yang orang-orang militer dan pensiunan militernya, sebagian besar ada yang menduduki jabatan-jabatan strategis, terutama di bidang olahraga.

Misalnya saja Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto yang saat ini juga rangkap jabatan sebagai Ketua Umum Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Wiranto merupakan mantan Panglima ABRI era 1998.

Lalu ada Mayor Jenderal TNI (Purn.) Tono Suratman, yang untuk kedua kalinya menjabat sebagai Ketum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat periode 2015-2019. Ada pula Letjen TNI (Purn.) Edy Rahmayadi di kursi Ketum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).

Setali tiga uang dengan Indonesia, negara-negara ASEAN lainnya juga ternyata punya pejabat-pejabat militer yang mengisi sejumlah posisi penting di dunia sepakbola. Pemandangan itu tampak saat drawing Piala AFF 2018 di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 Mei lalu.

Baca Juga: Pertanda Indonesia Juara Piala AFF 2018 Muncul dari Tangan Bima Sakti

Di deretan kursi VIP bagian depan, terlihat ada Mayor Jenderal (Mayjen) Khiev Sameth yang saat ini menjabat Wakil Presiden AFF. Lalu, ada juga Letnan Jenderal (Letjen) Datuk Seri Azzuddin Ahmad, selaku Sekretaris Jenderal AFF

Yang lebih dahsyat lagi dari keduanya sebenarnya adalah sang Presiden AFF, His Royal Highness (HRH) Sultan Haji Ahmad Shah. Sayangnya pada kesempatan itu, Sultan yang kental berdarah militer itu tak hadir, dan diwakili Mayjen Khiev dan Letjen Azzudin.

Here’s the complete #AFFSuzukiCup18 draw! Who will be champions?
__________
และ นี่ คือ โฉมหน้าของการจับสลาก #AFFSuzukiCup18 คุณคิดว่าใครจะเป็นแชมป์?__________
Inilah hasil lengkap dari undian #AFFSuzukiCup18! Siapa yang akan keluar sebagai juara? pic.twitter.com/3HtQccZMJy— AFF Suzuki Cup (@affsuzukicup) May 2, 2018

Absennya Sultan pada acara itu malah memicu rasa penasaran yang besar. Setelah ditelisik, sosok sepuh yang pernah jadi Raja Malaysia ke-7 [menjabat dari 26 April 1979 sampai 25 April 1984] itu punya peran penting bagi sepakbola di kawasan Asia Tenggara, disegani bahkan di level Asia.

Sultan Ahmad; Sosok Militer Multi Talenta

Sultan Ahmad dikenal sebagai sosok multitalenta. Selain sering menunjukkan keahlian dan pengetahuannya tentang hal-hal berbau militer, Sultan juga menggemari sejumlah olahraga seperti polo, sepakbola, hoki, tenis, golf, dan bahkan musik klasik Melayu.

Bahkan, Sultan pernah menulis lirik lagu sebagai bentuk kesedihan atas meninggalnya sang istri, almarhum Tengku Ampuan Pahang, pada 29 Juni 1988. Musiknya disusun oleh Dato; Ahmad Nawab dan dinyanyikan oleh Jamal Abdillah.

Sementara itu, seperti dikutip dari laman Limkokwing University, Kamis, 17 Mei, Sultan disebut memiliki pengetahuan yang mendalam soal dunia kemiliteran. Ilmu militer didapat dari hasil pelatihannya di angkatan bersenjata saat berusia 20 tahun.

Sultan pernah menjalani pelatihan intensif saat kenaikan pangkat Kapten saat mengabdi di batalion ke-4 Kerajaan Malaysia di Tapah, Perak. Ia pernah bertugas di pangkat Mayor dengan Resimen Askar Wataniah dan Perwira Komandan Unit Infanteri ke-12 batalion Askar Wataniah di Mentakab.

Gelar Yang di-Pertuan Agong [Raja Malaysia] dari 1979 hingga 1984, membuat Sultan otomatis ditunjuk, berdasarkan konstitusi, menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Malaysia, memegang pangkat Marsekal Lapangan Angkatan Udara, Laksamana Kerajaan Angkatan Laut, dan Marsekal Angkatan Darat Malaysia.

Saat menginjak usia 35 tahun, Sultan Ahmad menjabat sebagai Kepala Pejabat Batalion Infanteri Militer Federal yang bermarkas di Kamp Batu 5, Mentakab.

Latar belakang militer inilah yang kemudian membuat Sultan Ahmad disegani bahkan dikagumi. Naluri kepemimpinannya yang kuat berhasil membuka jalan bagi Sultan untuk menempati sederet jabatan strategis di panggung olahraga.

Sultan Si Penggila Polo Jadikan Sepakbola Cinta Kedua

Sultan Ahmad yang merupakan Sultan Negara Bagian Pahang Malaysia ini, ternyata memang dikenal sebagai sosok pemimpin yang ramah dan dekat dengan rakyat.

Ia tak segan melakukan ‘blusukan’ mengunjungi daerah pedesaan untuk bertemu dengan orang-orang miskin, sembari mencari tau soal kebutuhan apa saja yang paling mendesak dibutuhkan oleh rakyatnya.

Pada 1979, di mana Sultan terpilih sebagai Yang di-Pertuan Agong ke-7, saat itu pula, orang-orang Malaysia sadar betul bahwa Sultan memiliki passion lain, selain militer, yang tak kalah hebat yakni kecintaannya yang besar terhadap olahraga.

Sultan Ahmad tak pernah ragu untuk tampil sebagai juru sorak di banyak event olahraga besar di hadapan lawan Malaysia. Ia juga sering muncul di kamp pelatihan atlet Malaysia, berbincang dengan para atlet dan pejabat.

Apa yang dilakukan Sultan Ahmad? Ya, beliau tentu menyemangati para atletnya, mendengarkan cerita dan keluh kesah mereka, sampai memberikan dukungan dengan cara menonton atlet-atletnya itu beraksi di atas lapangan.

Dukungan besar yang diberikan Sultan Ahmad untuk olahraga Malaysia itulah, yang akhirnya membuat para penulis olahraga di Negeri Jiran memberinya gelar kerajaan bertajuk “Penggemar Olahraga Nomor Satu Malaysia” pada 1980 silam.

Tak cukup sampai di situ, dukungannya terhadap olahraga Malaysia juga diakui secara internasional pada 1982, saat Komite Olimpiade Internasional memberikannya penghargaan tertinggi yakni the International Olympic Order. Sultan jadi satu-satunya orang Malaysia yang meraih penghargaan itu.

Satu hal menarik lainnya adalah bahwa Sultan sebenarnya tak menjadikan sepakbola sebagai cinta pertamanya. Adalah polo yang sudah mendarah daging di dalam diri Sultan, hingga ia dianggap sebagai salah satu pemain polo terbaik di dunia.

Meski begitu, sepakbola tetap berhasil merebut tempat kedua, di bawah polo, sebagai cabang olahraga yang dekat dengannya sepanjang hidup. Konon, banyak cerita yang beredar soal Sultan di masa muda yang disebut-sebut sebagai pemain dengan tembakan kaki kiri yang keras yang membuat kiper tim lokal takut.

Tak berhenti sampai di situ saja, selain polo dan sepakbola, Sultan juga menggemari olahraga hoki. Ia pernah memimpin para veteran tim “Ahmad Shah XI “dalam banyak pertandingan selama masa pemerintahannya sebagai Raja. Lalu, saat bersantai, Sultan sangat menikmati bermain golf.

Kuasai Sepakbola Malaysia Selama 3 Dekade

Maka dari itu, Sultan dianggap sebagai sosok olahragawan yang luar biasa, baik itu di dalam maupun di luar lapangan. Beliau tak hanya menuntut yang terbaik dari dirinya sendiri saja, tetapi ia juga menuntut dari semua yang ikut ambil bagian dalam olahraga itu sendiri.

Perhatiannya terhadap dunia olahraga, dengan porsi yang hampir menyamai kecintaannya dengan dunia militer, berhasil membuka jalan bagi Sultan untuk naik tahta menjadi Presiden Asosiasi Sepakbola Malaysia (FAM) pada 1984 silam.

Jika Indonesia memiliki Soeharto sebagai Presiden RI paling lama berkuasa yakni sekitar 32 tahun, Malaysia punya Sultan Ahmad di sepakbola. Tak tanggung-tanggung, Sultan memimpin FAM selama 30 tahun dan baru meletakkan jabatannya pada 2014.

Sepakbola Malaysia tentu beruntung mendapatkan sentuhan tangan dingin Sultan. Banyak yang memuji kepemimpinan Sultan lantaran berhasil membawa stabilitas keuangan ke asosiasi sepakbola Malaysia.

Salah satu kontribusi besar Sultan adalah keberaniannya mengubah sepakbola Malaysia dengan pengenalan liga profesional. Liga nasional Malaysia berubah dari amatir menjadi semi-pro, dan sekarang sepenuhnya profesional.

Namun, meski kepemimpinannya tampak mulus-mulus saja, ternyata tetap ada saja pihak-pihak yang tak senang dan meminta Sultan untuk mundur sebagai Presiden FAM akibat kurang geregetnya kinerja Timnas Malaysia.

Setelah 30 tahun menjadi Presiden FAM, Sultan akhirnya memutuskan untuk melepaskan jabatannya pada 2014 lalu. Meski awalnya ia masih berhasrat untuk bertarung kembali, namun Sultan akhirnya memberikan kesempatan kepada orang baru untuk jadi Presiden FAM.

Jabatan Presiden FAM pun diteruskan putranya, Tengku Abdullah Ibni Sultan Haji Ahmad Shah Sultan Ahmad Shah pada Kongres Tahunan ke-50, 25 Mei 2014 lalu. Tengku Abdullah jadi orang nomor satu FAM hanya sampai 2017.

Naik Kelas Jadi Orang Nomor Satu di AFC

Tak cukup menjadi orang nomor satu di FAM, Sultan Ahmad menaikkan level kepemimpinannya di dunia sepakbola dengan menjabat sebagai Presiden Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) pada 1 Agustus 1994 sampai 1 Agustus 2002.

Menariknya, jabatan sebagai orang nomor satu di AFC diemban Sultan saat dirinya juga masih berstatus sebagai Presiden FAM saat itu. Bayangkan, seorang Sultan harus mengurus dua induk sepakbola besar sekaligus, Malaysia dan Asia, dalam waktu bersamaan.

Sejak menjabat sebagai Presiden AFC, Sultan bergerak cepat untuk mengubah wajah sepakbola Asia. Ia sangat yakin bahwa masa depan sepakbola di benua Asia sangat cerah dan menjanjikan.

“Masa depan sepakbola Asia sangat cerah. Asia adalah benua terbesar di dunia dalam ukuran daratan dan memiliki lebih dari separuh populasi dunia,” kata Sultan Ahmad seperti dikutip dari laman resmi FIFA, 10 November 1996.

“Ada beragam bahasa, ras, budaya, dan agama yang menarik, tetapi pada saat yang sama perbedaan itu juga memberikan tantangan besar dalam mengelola sumber dayanya, terutama dalam sepakbola, yang memiliki potensi pengembangan yang tidak terbatas.”

“Saya ingin melihat Asia memainkan peran utama dalam sepakbola dunia, baik di tingkat bermain dan dalam mempengaruhi arah FIFA dan permainan itu sendiri. Saya merasa bahwa sepakbola Asia akan membuat langkah mengesankan di milenium baru. Ini hanya sebuah pertanyaan berjuang untuk keunggulan.”

Berbekal keterampilannya sebagai seorang administrator dan pernah belajar ilmu administrasi publik di Oxford Worcester College, Sultan pernah bekerja selama beberapa tahun di pemerintahan.

Modal itulah yang akhirnya menguatkan tekad Sultan yang menegaskan bahwa metode manajemen profesional perlu diperkenalkan ke dalam organisasi sepakbola.

Apalagi di masa lalu, pertumbuhan sepakbola Asia sudah terhambat oleh keengganan untuk berubah dari bentuk-bentuk manajemen tradisional ke pendekatan yang lebih profesional.

Pamor Tak Luntur dan Ambil Alih Pucuk Pimpinan AFF

Seperti peribahasa “Tua-tua Keladi, Semakin Tua Semakin Jadi”, Sultan Ahmad tergambarkan jelas sebagai sosok yang tak luntur di makan usia. Zaman berganti, tapi aura kepemimpinan Sultan tetap bersinar terang dan AFF jadi tampuk kekuasaan selanjutnya.

Saat ini, Sultan Ahmad masih menjabat sebagai Presiden AFF. Dalam struktur AFF, Indonesia hanya menempatkan Joko Driyono sebagai Wakil Presiden AFF.

Selain Jokdri, sapaan akrab Joko Driyono, tiga nama lain yang bertugas sebagai Wakil Presiden AFF adalah Mayor Jenderal Khiev Sameth (Kamboja), Zaw Zaw (Myanmar), dan Pangeran Sufri Bolkiah (Brunei Darussalam).

Sultan Ahmad sendiri sukses terpilih menjadi Presiden AFF dalam Kongres ke-18 yang berlangsung di Bangkok, Thailand, Minggu, 10 April 2011 lalu. Sultan Ahmad meraih kemenangan mudah setelah menjadi calon tunggal.

Saat itu, satu-satunya saingan Sultan Ahmad hanyalah Worawi Makudi, Ketua Federasi Sepakbola Thailand sekaligus anggota Komite Eksekutif (Exco) FIFA, yang akhirnya memutuskan mundur dari pencalonan dan memuluskan jalan Sultan Ahmad.

Sultan Ahmad menduduki kursi Presiden AFF usai menggantikan Tan Sri Dato Seri Tengku Ahmad Rithauddeen Al-Haj Tengku Ismail, yang tak maju kembali dalam pemilihan. Tengku Ahmad kemudian dipilih menjadi Presiden Kehormatan AFF.

Tengku Ahmad sendiri sudah menjadi orang nomor satu di AFF sejak 1996 dan berhasil mempopulerkan turnamen AFF yang saat ini bernama AFF Suzuki Cup.

“Saya berharap bisa memimpin organisasi untuk meningkatkan solidaritas dan level sepakbola ASEAN. Kami juga memberikan apresiasi kepada Tengku Tan Sri Ahmad Rithauddeen yang telah lima kali menjadi Presiden AFF sejak tahun 1996,” kata Sultan Ahmad dalam sambutannya saat itu.

Sekadar informasi, di tahun tersebut, salah satu perwakilan Indonesia yang disebut-sebut berhasrat mengincar kursi Presiden AFF adalah Nurdin Halid. Saat itu juga, Nurdin juga menjadi calon ketua umum PSSI periode 2011-2015.

Seperti dilansir dari laman resmi AFF (aseanfootball.org), Sabtu 19 Februari 2011 lalu, nominasi Presiden AFF sendiri saat itu adalah Nurdin Halid (Indonesia), Sultan Haji Ahmad Shah (Malaysia), dan Dato Worawi Makudi (Thailand).

Tak hanya itu saja, Nurdin Halid juga mengikuti pencalonan untuk jabatan Wakil Presiden AFF dalam empat formasi bersama Pangeran Matusin Matasan (Brunei), Brigjen Khieu Sameth (Kamboja), Viphet Sihachakr (Laos), Juan Miguel Romualdez (Filipina), Francisco Kalbuadi (Timor Leste), dan Duong Vu Lam (Vietnam).

Sayangnya, nama Nurdin Halid yang jadi nominator akhirnya tidak masuk pemilihan menyusul keputusan FIFA yang tidak mengakui jajaran Exco PSSI kala itu. Begitu juga dengan penominasian Nurdin sebagai Wakil Presiden AFF.

Orang-orang Militer Lainnya di Lingkaran AFF

Sultan Ahmad bukanlah satu-satunya orang militer yang ada di lingkaran pejabat teras AFF. Selain Sultan, ada juga Mayor Jenderal (Mayjen) Khiev Sameth [Kamboja] yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden AFF.

Sama dengan Sultan Ahmad, tradisi rangkap jabatan juga dijalani oleh Mayjen Khiev. Ia menjabat sebagai orang kedua di tubuh AFF sejak 13 April 2011 lalu pada Kongres AFF ke-18 di Bangkok, Thailand. Saat ini, Khiev juga menjabat sebagai Wakil Presiden Federasi Sepakbola Kamboja (FFC).

Saat terpilih sebagai Wakil Presiden AFF pada 2011 itu, Khiev sendiri masih berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).

Kemudian ia kembali dipercaya untuk mengemban jabatan yang sama untuk periode kedua [2015-2019] pada Kongres AFF ke-22 pada 22 Agustus 2015. Di periode kali ini, Khiev sudah berpangkat Mayjen.

Di luar tugasnya sebagai Wakil Presiden FFC dan AFF, Khiev sendiri menghabiskan banyak waktunya di Royal Gendarmerie atau Polisi Militer, yang merupakan bagian dari Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja.

Khiev memegang posisi cukup strategis di Royal Gendarmerie yakni sebagai kepala kabinet. Menariknya, komandan Royal Gendarmerie sendiri dipimpin oleh Letnan Jenderal Sao Sokha, sosok yang merupakan Presiden FFC.

Selain menjadi pimpinan di Royal Gendarmerie, Sokha juga rangkap jabatan sebagai Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja.

Itu artinya Federasi Sepakbola Kamboja dikuasai oleh orang-orang militer, dalam hal ini Sao Sokha sebagai presiden dan Khiev jadi wakil presiden. Hanya saja, Khiev saat ini masih menjabat sebagai Wakil Presiden AFF.

Sayangnya, meski FFC dikuasai oleh dua sosok berlatar militer, namun hal itu tak berpengaruh banyak dengan prestasi Timnas Kamboja yang masih jauh dari harapan.

Berdasarkan peringkat FIFA terbaru yang dirilis Kamis, 17 Mei, Kamboja bercokol di posisi ke-170, jauh di bawah Indonesia yang menduduki posisi ke-164. Menariknya, tim asuhan Prak Sovannara justru berhasil mengungguli Malaysia satu strip yang hanya berada di peringkat ke-171.

Satu lagi pejabat militer yang ada di kepengurusan inti AFF saat ini adalah Letnan Jenderal (Letjen) Datuk Seri Azzuddin Ahmad, yang mengemban tugas sebagai Sekretaris Jenderal AFF.

Sebelum jadi Sekjen AFF, Azzuddin sudah lebih dulu bertugas sebagai Sekjen FAM. Namun, pada 1 Juli 2013 lalu, Azzuddin yang merupakan mantan direktur intelijen militer itu, secara resmi digantikan oleh Datuk Hamidin Mohd Amin.

Azzudin ingin sepenuhnya fokus mengurus AFF sebagai seorang sekjen.

Indonesia Punya Letjen Edy Rahmayadi

Jika Malaysia memiliki putra terbaiknya, dalam diri Sultan Ahmad yang berhasil menguasai tiga induk sepakbola sekaligus yakni Malaysia (FAM), ASEAN (AFF), dan Asia (AFC), Indonesia punya Letnan Jenderal TNI Purn. Edy Rahmayadi.

Jika disandingkan dengan Sultan, Khiev Sameth, dan Azzuddin Ahmad, maka hanya akan ada satu kesamaan antara Sultan dan Edy yakni sama-sama berlatar belakang militer. Selebihnya Edy dan ketiga orang tersebut rasanya tak bisa dibandingkan.

Edy merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1985 dan berpengalaman dalam bidang infanteri. Saat ini ia berstatus sebagai Pati Mabes TNI AD setelah memutuskan pensiun pada 4 Januari 2018 lalu.

Ia berhasil terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2016-2020 dalam Kongres PSSI di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, 10 November 2016 lalu. Edy menggantikan La Nyalla Mattalitti.

Saat menjabat Ketum PSSI, Edy sendiri masih menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) ke-37 dan baru melepaskan jabatannya pada 4 Januari 2018 kemarin.

Sayangnya, saat menjabat sebagai Ketum PSSI, Edy justru tergoda untuk terjun ke politik praktis dan ikut serta dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018. Ia memutuskan maju sebagai calon gubernur bersama Musa Rajeckshah di Pilgub Sumatera Utara.

Lalu, seperti apa status Edy setelah maju di Pilgub Sumut 2018? Statusnya tetap Ketum PSSI dan untuk sementara Joko Driyono menjadi Plt Ketum PSSI, menggantikan peran Edy.

Memang dalam Statuta PSSI sendiri, tak ada pasal yang melarang ketua umum merangkap dalam jabatan publik. Lalu, berdasarkan aturan juga, hanya TNI, Polri, Anggota DPRD atau DPR RI, yang harus mundur dari jabatannya bila ikut pilkada.

Jadi, karena PSSI adalah organisasi, maka rangkap jabatan yang dijalankan sang ketuanya tetap diperbolehkan. Maka dari itu, Edy tetap nyaman menjadi orang nomor satu di PSSI, meski sembari berjuang untuk menjadi orang nomor satu di Sumut.

Dari sini, satu kesimpulan yang bisa ditarik yakni soal persamaan Edy dan Sultan Ahmad selain berlatar belakang militer, apa itu? Yap, Edy dan Sultan sama-sama pernah merasakan rangkap jabatan di negara masing-masing, meski dengan porsi yang beda.

Sultan Ahmad pernah berkuasa di Malaysia, ASEAN, dan Asia dengan merangkap jabatan pada tiga induk sepakbola besar sekaligus dalam periode tertentu. Jabatan-jabatan strategis itu adalah Presiden FAM 1984-2014, Presiden AFF 2011-2018, dan Presiden AFC 1994-2002.

Sementara Edy juga pernah merasakan rangkap jabatan meski tak sehebat Sultan, yakni sebagai Ketum PSSI dan Pangkostrad dalam beberapa waktu, sampai akhirnya maju sebagai cagub di Pilgub Sumut 2018 dan tetap menjabat sebagai orang nomor satu di PSSI.

Share: Pejabat-pejabat Militer di Lingkaran Federasi Sepakbola ASEAN (AFF) dan Indonesia