Isu Terkini

Bagaimana Nasib Nelayan Cilincing Pasca Reklamasi?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Cilincing, salah satu wilayah di pesisir utara Jakarta, memang jauh dari kemewahan hidup layaknya wilayah Jakarta lain seperti Jakarta Pusat atau Jakarta Selatan. Masyarakat Cilincing harus bertahan hidup dalam ketidakpastian.

Mengapa demikian? Hal itu lantaran sebagian besar warga di Cilincing menggantungkan hidup sebagai seorang nelayan. Laut dan hasil tangkapannya jadi sumber rezeki dan kehidupan warga Cilincing.

Sayangnya, perkampungan nelayan di Cilincing justru jadi salah satu wilayah yang paling merasa dampak serius dari reklamasi di Teluk Utara Jakarta. Pembangunan sebanyak 17 pulau baru (A-Q) mengancam mata pencaharian nelayan cilincing.

Seperti diketahui, proyek reklamasi yang sempat berjalan cukup lama itu juga telah mempersempit wilayah tangkapan ikan. Sehingga menyusutnya wilayah tangkapan ikan juga otomatis mengurangi hasil tangkapan yang menjadi sumber kehidupan nelayan Cilincing.

Tak hanya itu saja, reklamasi juga merusak ekosistem di sekitar wilayah tangkapan ikan, salah satunya yang terdampak adalah kerang hijau yang tidak bisa berkembang biak lagi. Padahal, kerang hijau paling banyak ditemukan di perairan Jakarta Utara.

Baca Juga: Cerita Asumsi Berbagi Bersama Warga Kampung Nelayan Cilincing

Alhasil, berbagai kegiatan nelayan berkurang sejak 2012 atau sejak proyek reklamasi. Kerang hijau tidak bisa lagi diternak karena hancur akibat proyek Pulau G, terlebih kapal juga tak diperbolehkan masuk ke wilayah sekitar reklamasi.

Nah, para nelayan kemudian terpaksa mencari dan menangkap ikan dengan jarak yang lebih jauh hingga ke tengah laut. Tentu hal itu sangat membebani nelayan karena harus membeli lebih banyak bahan bakar, imbasnya lagi pendapatan nelayan jadi menurun.

Dilansir dari Tirto, 13 November 2017, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan melakukan kajian mengenai kerugian nelayan dan pembudidaya akibat reklamasi di Teluk Jakarta.

Riset yang terbit pada 6 Juni 2016 ini dikerjakan terhadap 471 nelayan di wilayah sentra perikanan tangkap dan bubidaya ikan di Teluk Jakarta, meliputi Kelurahan Cilincing, Kalibaru, Marunda, Muara Angke, dan Kamal Muara,

Para peneliti memperkirakan bahwa kerugian nelayan berdasarkan seluruh 17 pulau sekitar Rp94,7 miliar per tahun; untuk pembudidaya kerang hijau di Kamal Muara dan Cilincing sebesar Rp98,9 miliar per tahun; dan untuk pembudidaya ikan tambak di Penjaringan dan Cilincing sebesar Rp13,6 miliar per tahun.

Nelayan juga harus memutar kapalnya lebih jauh sehingga meningkatkan biaya operasional melaut dari Rp100 ribu menjadi Rp200 ribu per trip. Waktu melaut nelayan pun bertambah menjadi dua hingga tiga hari per trip. Dampak lain: nelayan antarwilayah bersaing di tempat yang sama.

Cilincing terus dijadikan bahan bagi pihak-pihak tertentu sebagai komoditas politik. Bahkan, dalam setahun dua tahun kemarin, Cilincing selalu dikaitkan dengan konstelasi politik ibu kota, terutama saat panasnya Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

Asumsi pun akhirnya mengunjungi wilayah Cilincing pada Kamis, 24 Mei lalu untuk mengetahui dan merasakan secara langsung denyut kehidupan warga kampung nelayan Cilincing. Situasi miris pun masih terlihat jelas di sana.

Masalah Krusial Nelayan Cilincing

Salah satu warga kampung nelayan Cilincing, Adnan Mubarak, saat ditemui Asumsi mengatakan bahwa kondisi ekonomi warga di Cilincing memang cenderung menurun dalam beberapa waktu terakhir. Tren itu terjadi terutama pasca reklamasi.

“Kalau bicara populasi, di kelurahan Kali Baru itu ada 90 ribu orang dalam satu kelurahan. Dan di RW 13 ini, ada 5.600 orang dan itu mayoritas nelayan,” kata Adnan kepada Asumsi, Kamis, 24 Mei.

“Dalam hal mencari ikan pun mereka enggak mungkin di dekat-dekat sini, karena pasca reklamasi itu kan ekosistem pinggir laut itu kan sudah dangkal dan posisinya itu tuh sudah terekayasa oleh sistem,” ujarnya.

Adnan menjelaskan bahwa bangunan seperti DAM dan bendungan itu juga bisa membuat akses nelayan untuk ke pantai dan ke laut jadi kurang begitu bagus. Lalu, pembangunan pelabuhan juga bisa memperlambat arus transportasi.

Bayangkan saja, lanjut Adnan, kalau nelayan mau mendistribusikan barang atau ikan yang segar dari sini (Cilincing) ke Kramat Jati, itu dipastikan akan terhambat. Mau enggak mau, aktivitas distribusi ikan itu dilakukan tengah malam agar lancar.

Nah hal itulah yang membuat pendapatan kadang jadi tidak tetap. Belum lagi ditambah musim yang kadang enggak jelas, lalu ditambah lagi masalah regulasi.”

Warga Cilincing Tunggu Aksi Gubernur dan Wali Kota

Selain itu, Adnan menambahkan bahwa air laut yang sudah terkontaminasi sehingga berwarna hitam dan banyak sampah, juga bisa membuat kondisi nelayan Cilincing semakin sulit. Apalagi akan banyak ikan-ikan yang mati karena air yang tercemar.

Adnan pun menunggu jika memang ada Gubernur DKI Jakarta serta Wali Kota yang ingin datang berkunjung ke Cilincing. Namun sejauh ini, menurut Adnan, memang sebagian warga belum mengetahui apakah Anies Baswedan pernah datang atau tidak.

“Pak Gubernur dan Wali Kota janji mau datang ke masjid kami itu. Kalau misalkan mereka mau datang ya kita tunggu dan kita akan lihat. Bila perlu nanti enggak usah pulang dulu sebelum ada langkah konkret mau ngapaian,” ujarnya.

Menurut Adnan, setelah Anies Baswedan terpilih jadi Gubernur DKI yang baru, suasana di Cilincing masih biasa saja. Adnan mengatakan ada banyak kelompok nelayan di Cilincing sehingga ada banyak kepentingan juga yang akan masuk.

“Jangankan orang-orang asli sini yang bukan nelayan, yang nelayan pun kalau ditanya apakah Anies Baswedan pernah ke sini, belum tentu semua menjawab iya.”

“Bahkan mungkin sebagian besar enggak tau karena mungkin posisinya tengah melaut atau sama sekali enggak dapat informasi. Sehingga kalau jawab enggak tau pun, ya mungkin pemerintahnya yang enggak mau kasih tau,”

Yang jelas, Adnan mengakui memang peran pemerintah belum terlalu besar bagi kesejahteraan warga Cilincing saat ini. Jika pun ada tindakan atau kebijakan pemerintah, hal itu belum terlalu membantu.

“Sudah pernah kejadian sih di Pelabuhan Rakyat Kali Baru, ada pembuatan cool storage itu penampungan beku untuk menampung ikan-ikan, yang tadinya untuk melawan tengkulak dan pembeli perantara itu, itu tidak begitu efektif.”

“Masyarakat pun enggak tau siapa yang mengolahnya sehingga ujung-ujungnya sampai alatnya rusak, sampai alatnya enggak kepake dan enggak ada manfaatnya juga. Sehingga kita merasa, ada dan enggak ada pemerintah, kita akan jalan terus,” ucapnya.

Jadi, satu hal yang bisa ditarik dari kunjungan Asumsi ke kampung nelayan Cilincing adalah kondisi kehidupan warga Cilincing memang tak banyak berubah, persis seperti pengakuan Adnan Mubarak. Apalagi proyek reklamasi semakin membuat pendapatan nelayan terus menurun.

Share: Bagaimana Nasib Nelayan Cilincing Pasca Reklamasi?