General

Alasan DPR dan Pemerintah Berencana Ubah Format Pilkada Jadi Dipilih DPRD

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memang memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun sejauh ini, proses pilkada justru dinilai memberikan banyak dampak negatif dan hal itulah yang saat ini tengah dikaji lagi oleh DPR RI dan Kemendagri.

Bahkan, DPR dan pemerintah memunculkan wacana untuk merevisi UU Pilkada. Nah, revisi tersebut bertujuan untuk mengubah mekanisme pilkada yang selama ini dipilih langsung oleh rakyat, agar dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Wacana itu sendiri sudah dibahas oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dengan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Gedung DPR, Jakarta, Jumat, 6 April. Baik Tjahjo maupun Bamsoet, sama-sama punya pandangan yang sama soal wacana pergantian format pilkada tersebut.

Bamsoet Nilai Pilkada Langsung Berpotensi Merusak Masa Depan Bangsa

Bamsoet menjelaskan bahwa wacana kontestasi pilkada yang dipilih DPRD dimunculkan lantaran pemilihan langsung oleh masyarakat memiliki banyak permasalahan. Jika hal itu terus dilakukan, Bamsoet khawatir akan merusak masa depan bangsa.

“Terkait dengan pilkada langsung yang kita pilih dalam sistem demokrasi kita ini setelah kami evaluasi ternyata banyak masalah yang kita hadapi,” kata Bamsoet.

Baca Juga: Bambang Soesatyo Usul Pilkada Langsung Ditiadakan dan Diganti Format Ini

Selain itu, menurut Bamsoet, besarnya biaya kampanye dan biaya penyelenggaraan pilkada langsung menjadi dasar diwacanakannya pilkada oleh DPRD. Berdasarkan data Kemendagri, politisi Partai Golkar itu menjelaskan bahwa biaya penyelenggaraan pilkada langsung bisa mencapai Rp18 triliun.

“Kalau [Rp18 triliun] itu digunakan untuk biaya pembangunan lebih bermanfaat bagi masyarakat barangkali itu pilihan yang baik,” ucap sosok kelahiran Jakarta pada 10 September 1962 silam tersebut.

Meski demikian, Bamsoet mengatakan bahwa revisi UU Pilkada tergantung seluruh pemangku kepentingan di Indonesia sendiri. Jika nantinya wacana tersebut dianggap positif maka bukan tidak mungkin hal itu bisa dilanjutkan.

“Kalau nanti hasil kesimpulan [evaluasi] pemerintah dan DPR melihat pilkada langsung ini baik, benar dan bermanfaat bagi masyarakat dan baik bagi demokrasi kita ya kita lanjutkan,” katanya.

Bamsoet mengungkapkan bahwa format pilkada oleh DPRD itu tak hanya disoroti oleh DPR saja. Sejumlah pihak yang juga ikut buka suara adalah mantan Ketua MK Mahfud MD hingga Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menyarankan ada evaluasi terhadap pilkada langsung.

Tjahjo Soroti Tingginya Biaya Pilkada Langsung

Tjahjo mengatakan bahwa memang setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama untuk memilih pemimpin daerah mereka hingga Presiden. Meski begitu, Tjahjo juga tak menampik bahwa pilkada langsung justru menguras biaya negara dan para calon kepala daerah.

Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam kontestasi politik itu lah yang kemudian berdampak pada tingginya tindak pidana korupsi oleh kepala daerah itu sendiri. Potensi korupsi sulit dicegah lantaran sebagian kepala daerah terpilih ingin mengembalikan modal kampanye yang besar, lantaran besaran gaji tak bisa menutupi itu semua.

Baca Juga: Bawaslu Tak Setuju Mantan Napi Korupsi Dilarang Nyaleg, KPU Beri Tanggapan

“Seorang mau ikut Pilkada habisnya kalau mau jujur puluhan miliar. Padahal tidak sesuai dengan apa yang didapat. Intinya ini masih dalam tahap diskusi,” kata Tjahjo.

Nah dari banyaknya kasus korupsi kepala daerah itulah ia menilai ada wacana untuk melakukan evaluasi bahkan merombak sistem pilkada langsung. Meski begitu, Tjahjo sendiri mengatakan bahwa hal itu masih sebatas wacana yang perlu dikaji secara mendalam.

“Kami bagian mitra DPR mendengar aspirasi DPR. Mari kita bahas bersama. Kan masih tahap awal,” ujarnya.

Usulan Pilkada Tak Langsung di Era SBY

Sekadar informasi, usul mengubah sistem Pilkada dari dipilih langsung oleh rakyat menjadi diwakilkan lewat DPRD pernah diusulkan oleh Partai Golkar dan beberapa partai lain pada akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Usul ini sudah disetujui di dalam rapat paripurna DPR dan bahkan sudah disahkan dalam Undang-Undang Pilkada.

Namun, karena protes keras publik, SBY akhirnya mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang kembali membuat Pilkada kembali lagi dipilih langsung oleh rakyat.

Kala itu pada 2 Oktober 2014 lalu, Presiden SBY menerbitkan dua Perppu sekaligus terkait gelaran pilkada. Yang pertama, SBY menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Baca Juga: Dilarang Foto dan Ngopi Bareng Peserta Pemilu, Ini yang Harus Dilakukan Anggota KPU

Presiden SBY menekankan Perppu tersebut sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.

Sebagai konsekuensi (penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2014) dan untuk memberikan kepastian hukum, SBY menerbitkan juga Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Inti perppu tersebut adalah menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah.

Share: Alasan DPR dan Pemerintah Berencana Ubah Format Pilkada Jadi Dipilih DPRD