General

Partai Golkar dan Hanura Buka-Bukaan Soal Isu Mahar Politik

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Mahar politik jadi salah satu isu yang disorot jelang kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018. Sejauh ini bahkan ada beberapa kasus mahar politik yang muncul ke publik, baik yang diduga sebagai pihak yang terlibat hingga yang jadi korban.

Melihat fenomena tersebut, Partai Golkar dan Hanura pun buka-bukaan soal praktik politik uang yang memang ada namun sulit terungkap di tahun politik seperti sekarang ini. Seperti apa penjelasan kedua partai itu soal politik uang?

Golkar bilang politik uang ibarat angin

Partai Golkar tak menampik bahwa mahar politik memang nyata adanya. Politik uang dijalankan oleh oknum-oknum tertentu dengan cara yang terkadang sulit untuk diungkap.

Kepada Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa, Rabu 21 Februari, Wakil Koordinator Pemenangan Pemilu Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia menjelaskan bahwa praktik politik uang jelang Pemilu memang sangat sulit terungkap. Doli menyebut mahar politik itu seperti angin, yang bisa dirasa namun susah untuk dipegang.

Analogi itulah yang menggambarkan bahwa mahar politik itu memang ada dan terjadi jelang kontestasi Pilkada 2018 ini. Sayangnya, meski sudah terendus keberadaannya, terkadang politik uang sulit untuk diungkap.

“Ada oknum-oknum yang kemudian kita dengar menerima atau meminta mahar itu. Itu (mahar politik) kita tidak bisa menutup mata, walaupun kita susah membuktikannya. Ini kan kayak angin,” kata Wakil Koordinator Pemenangan Pemilu Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia, Rabu 21 Februari.

Nah, terkait mahar politik ini, Golkar sendiri sempat bermasalah lantaran kadernya ada yang tersangkut masalah politik uang. Ada kepala daerah yang juga calon kepala daerah petahana dari Golkar terciduk operasi tangkap tangan (OTT) KPK, seperti Bupati Subang Imas Aryumningsih, yang menjadi tersangka suap.

Ketum Hanura sebut mahar politik sebagai sumbangan

Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang, yang sebelumnya sempat ribut-ribut dengan partainya terkait mahar politik, juga angkat bicara soal isu tersebut. Menariknya, politisi yang karib disapa OSO itu menyebut mahar politik sebagai sumbangan.

OSO yang merupakan Ketua DPD itu menyebut jika memang ada uang yang diberikan dari bakal calon kepala daerah, maka itu merupakan sumbangan tak wajib. Di Partai Hanura sendiri, OSO menyebut yang menerima mahar itu adalah wakil bendahara umum, Beni Prananto.

Nah, menurut OSO, Beni adalah sosok yang mengurusi soal uang dari bakal calon kepala daerah. Terkait hal itu, jika uang yang diterima Hanura melalui Beni digunakan untuk tujuan kepentingan partai dan sesuai aturan, maka tidak ada norma yang dilanggar.

“Mahar itu kan ada pada orang yang ditugaskan dan yang menerima mahar itu juga Wabendum namanya Beni Prananto. Beni itulah yang sebetulnya yang menerima mahar-mahar itu,” ujar Oesman Sapta Odang, Rabu 21 Februari.

Gak cuma sebagai sumbangan tak wajib aja nih guys, OSO menyebut bahwa mahar politik tersebut merupakan sumbangan yang tak mengikat. Selain itu mahar politik digunakan sepenuhnya untuk kepentingan partai.

“Itu kan sumbangan tidak mengikat. Tapi kita tidak akan memaksakan. Itu kan keikhlasan,” tegas politisi kelahiran Sukadana, Kalimantan Barat pada 18 Agustus 1950 lalu tersebut.

OSO pun menjelaskan lebih rinci lagi bahwa uang yang diterima tersebut bukan syarat mengikat bagi keluarnya surat rekomendasi Hanura untuk pencalonan di pilkada. Uang syarat itu justru tak diperbolehkan di Hanura dan akan digunakan hanya untuk biaya operasional Hanura.

Menurut OSO, pertama uang tersebut harus digunakan sebesar 25 persen untuk cabang-cabang (Partai Hanura), untuk membiayai bendera, perjalanan, mengurus organisasi, dan administrasi. Sekali lagi OSO menyebut bahwa uang yang sifatnya sumbangan seperti itu tak dilarang di partai.

“Kalau umpamanya uang itu masuk untuk kepentingan partai, sah-sah saja. Karena mekanisme partai kan ada. Boleh saja,” tegasnya.

Mahar politik jelang Pilkada 2018

Selain OSO yang sempat diduga terlibat mahar politik beberapa waktu lalu, ada beberapa pihak yang sebelumnya juga sempat dikait-kaitkan dengan isu politik uang di momen pilkada. Siapa saja mereka?

Yang pertama, ada Dedi Mulyadi, yang kini jadi calon wakil gubernur bersama Deddy Mizwar di Pilgub Jabar 2018, sempat mengaku diminta uang Rp 10 Miliar sebagai mahar politik oleh oknum di Partai Golkar. Isu itu muncul saat partai berlogo pohon beringin itu masih dipimpin Setya Novanto, yang saat ini mendekam di tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Yang kedua, ada La Nyalla Mattalitti yang sebelumnya berencana maju di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2018. La Nyalla mengaku dimintai uang senilai Rp 40 Miliar oleh Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

Yang ketiga, dugaan mahar politik terjadi di Pilkada Cirebon. Brigjen (Pol) Siswandi mengaku gagal dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) karena diminta mahar. Siswandi mengaku dimintai mahar oleh PKS di detik-detik akhir pendaftaran bakal calon wali kota dan wakil wali kota Cirebon.

Yang keempat, ada mantan bakal calon Bupati Garut, Jawa Barat, Seli Besi, yang mengungkap adanya permintaan duit dari Hanura, yakni Rp 350 juta per kursi. Lalu, ada juga Wakil Ketua DPD Hanura Jawa Barat, Farouk Sunge, yang mengungkap bahwa dia pernah menyaksikan bakal calon menyetorkan uang ke Hanura.

Share: Partai Golkar dan Hanura Buka-Bukaan Soal Isu Mahar Politik