Isu Terkini

Bukan Hasil Rekayasa, Virus Penyebab Pandemi Ini Mungkin Telah Lama Menginfeksi Manusia

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Sejak COVID-19 mewabah ke hampir seluruh belahan dunia, teori-teori konspirasi bermunculan. Ada yang berspekulasi bahwa virus penyebab lebih dari 40.000 kematian ini merupakan hasil rekayasa yang bocor dari sebuah laboratorium di Cina, atau bahkan sengaja diciptakan pihak tertentu sebagai senjata biologis.

Namun, menurut studi teranyar dari sekelompok peneliti asal Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, kans bahwa dugaan-dugaan itu keliru semakin besar. Virus ini bisa jadi telah lama muncul sebelum terdeteksi pertama kali di Wuhan. Terdapat kemungkinan bahwa virus tersebut telah lama hinggap di manusia tanpa terdeteksi, sebelum kemudian bermutasi dan menyebabkan COVID-19 yang mematikan.

Studi berjudul “The proximal origin of SARS-CoV-2” ini dipublikasikan di Nature Medicine pada 17 Maret 2020. Dipimpin oleh Kristian Andersen selaku ahli biologi evolusi, tim peneliti meyakinkan bahwa virus SARS-CoV-2 terlalu canggih untuk dapat dibuat oleh teknologi yang ada saat ini. Sebagai gantinya, tim mengusulkan dua skenario SARS-CoV-2 yang lebih masuk akal. Pertama, virus berevolusi di inang hewan sebelum dapat menular ke manusia, atau virus berevolusi dalam tubuh manusia.

Awalnya, tim dari Wuhan Institute of Virology menemukan bahwa SARS-CoV-2 punya kemiripan dengan virus yang hinggap di kelelawar goa di perbatasan Cina-Myanmar. Walaupun kedua virus punya kesamaan genetik hingga 96%, virus pada kelelawar tersebut tak punya protein spike atau paku protein untuk menempel ke sel manusia. Dalam penelitian oleh tim lain, ditemukan bahwa paku protein itu terdapat pada trenggiling melayu—sehingga dipercaya bahwa telah terjadi perpaduan genetik antara virus kelelawar dan trenggiling.

Namun, virus SARS-CoV-2 yang menyerang manusia tetap berbeda. Ia telah bermutasi sehingga struktur paku proteinnya cukup unik untuk dapat berinteraksi dengan furin—enzim di tubuh manusia. Mutasi yang juga terjadi di virus HIV dan Ebola inilah alasan SARS-CoV-2 menjadi sangat mudah menular antarmanusia.

Menurut studi, mutasi memang dapat terjadi secara alami di inang hewan. Namun, hingga saat ini, belum ada sampel dari kelelawar dan trenggiling yang menunjukkan itu. Sampel inang yang telah diteliti oleh laboratorium bisa jadi tidak cukup banyak, tetapi menurut Andersen, “Agar virus dapat bermutasi sedemikian rupa hingga dapat berikatan dengan sel manusia, jumlah populasi hewan yang dijadikan inang harus cukup banyak sehingga seleksi alam dapat terjadi.”

Kemungkinan kedua, virus beradaptasi lewat penularan ke sesama manusia yang tidak terdeteksi sebelumnya. “Ketika adaptasi telah berlangsung sekian lama, ia memungkinkan pandemi. Penyakit terdeteksi setelah ada ledakan jumlah kasus,” kata Andersen.

Jika skenario terakhir benar, mutasi yang membuat virus sangat menular terjadi di tubuh manusia—bukan hewan. Trenggiling dan kelelawar bisa jadi merupakan “kampung halaman” virus, tetapi SARS-CoV-2 baru terbentuk ketika penularan telah terjadi ke sesama manusia.

Andersen menyimpulkan bahwa penularan virus ini telah terjadi sebelum kasus COVID-19 pertama kali ditemukan di Wuhan pada akhir November atau awal Desember 2019 lalu. Hal serupa, menurutnya, juga terjadi pada virus MERS—yang pada 2014-2015 paling parah mewabah di Arab Saudi dan Korea Selatan.

Hal serupa juga dituturkan oleh ahli kesehatan Amerika Serikat, Francis Collins, saat merespons hasil studi ini. “Setelah melewati perubahan evolusi berkala selama bertahun-tahun hingga berdekade-dekade, virus SARS-CoV-2 akhirnya punya kemampuan untuk menyebar ke sesama manusia, hingga dapat menyebabkan penyakit serius yang mengancam jiwa,” kata Collins lewat artikelnya di US National Institute of Health.

Menurut Andersen, dengan COVID-19 telah menjadi ancaman kesehatan global, penting untuk mencari tahu asal-usul pandemi ini. “Dengan mengetahui secara rinci bagaimana virus ini dapat sampai ke manusia, kita dapat mencegah peristiwa serupa terulang di masa depan,” ia menyimpulkan.

Share: Bukan Hasil Rekayasa, Virus Penyebab Pandemi Ini Mungkin Telah Lama Menginfeksi Manusia