Isu Terkini

Untung Rugi Ojol Bawa Penumpang Lagi

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Di DKI Jakarta, ojek online resmi diizinkan lagi membawa penumpang per Senin (08/20). Dalam Keputusan Kepala Dinas Perhubungan Nomor 105 Tahun 2020 tentang “Pengendalian Sektor Transportasi untuk Pencegahan COVID-19 di Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif,” terdapat pedoman untuk ojol saat membawa penumpang.

Utamanya, para pengemudi ojol diwajibkan mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker dan membersihkan tangan secara rutin dengan hand sanitizer saat bekerja. Selain itu, mereka juga harus menjaga kebersihan kendaraan dan helm penumpang dengan melakukan disinfeksi rutin saat selesai mengangkut penumpang. Para pengemudi juga diwajibkan menggunakan atribut berupa helm dan jaket dengan tanda identitas aplikasinya.

Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek, menyatakan bahwa Gojek selama ini telah memiliki prosedur yang mengedepankan aspek kesehatan dan kebersihan yang sejalan dengan SK Kepala Dinas Perhubungan Nomor 105 Tahun 2020 itu, misalnya, mewajibkan mitra pengemudi menggunakan masker dan sarung tangan, serta penumpang mengenakan masker. Gojek juga menghimbau penumpang GoRide untuk membawa helm SNI pribadi.

“Gojek sendiri memiliki 130 Posko Aman di kota-kota besar di Indonesia termasuk Jakarta. Di mana mitra driver bisa melakukan pengecekan suhu tubuh, mendapatkan healthy kit (masker dan hand sanitizer) serta tempat untuk melakukan penyemprotan disinfektan terhadap motor ataupun mobil yang digunakan oleh mitra,” kata Nila dalam keterangan tertulisnya kepada Asumsi.co, Senin (08/06).

Nila mengatakan, pada aplikasi Gojek terdapat fitur informasi kesehatan yang memungkinkan pelanggan mengetahui suhu tubuh pengemudi serta status disinfeksi kendaraan mitra driver. Fitur tersebut, katanya, tak hanya membantu para pengguna layanan Gojek untuk merasa aman dan memastikan layanan mereka memenuhi standar kesehatan, tetapi juga membantu para mitra pengemudi Gojek untuk bekerja dengan tenang.

“Nah, sesuai SK Dishub Nomor 105/2020, Gojek juga memastikan tidak beroperasi pada wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah pengendalian ketat berskala lokal dengan menerapkan pengaturan geofencing,” ujarnya.

Mitra Pengemudi Tenang?

Putra Rizki, seorang pengemudi ojol, mengaku bersyukur layanan angkut penumpang mulai berlaku lagi di ibu kota per hari ini. Namun, katanya, “Untuk sekarang sih saya belum mulai narik ya, mungkin hari Rabu baru mulai. Tapi tadi saya lewat Senopati, SCBD (Jakarta Selatan) itu sepanjang jalan sih memang sudah ada sebagian driver ojol mulai narik, tapi yang bawa penumpang hanya dua sampai tiga driver yang bawa. Mungkin lebih ke food atau express ya,” kata Rizki saat dihubungi Asumsi.co, Senin (08/6).

Menurut Rizki, dalam keadaan saat ini, semua pihak tentu harus siap siaga. Kerja sama dan pengertian antara pengemudi dan penumpang adalah yang terpenting. Tentang perlengkapan wajib, meski para pengemudi diminta menyiapkan masker dan hand sanitizer, ia juga berharap penumpang membawa sendiri dua perlengkapan itu untuk berjaga-jaga.

“Dari driver ojolnya sendiri saya lihat mereka kan juga safety lebih ke helm, motor juga, masker, sama sarung tangan, termasuk juga hand sanitizer. Tapi saya nggak tahu juga ya mereka bawa atau nggaknya,” ucapnya.

Namun, boleh mengangkut penumpang atau tidak, Rizki mengeluhkan kenyataan bahwa perusahaan aplikator memberlakukan hitung-hitungan insentif yang lebih rendah dibandingkan pada masa sebelum pandemi.

“Ada perubahan. Asumsinya gini aja, dihitung dari jumlah berlian, kalau misalkan berliannya sampainya cuma 200 berlian, dikali 100 perak, jadi cuma dapat Rp20.000. Misalnya saya bawa 15 penumpang sehari, dengan argo misalnya Rp10.000 per penumpang untuk jarak pendek, berarti totalnya 150.000, ditambah 20.000, jadi penghasilan kotor saya hanya Rp170.000 sehari,” kata Rizki. “Itu belum dipotong untuk makan, bensin, dan lain-lainnya.”

Dengan kondisi itu, Rizki memutuskan untuk sesekali saja mengantar penumpang, hanya demi menutupi uang bensin dan makan harian.

“Kalau saya lihat dari temen-temen driver yang lain, mereka  narik penumpang cuma tiga sampai lima trip per hari, dicampur dengan express, jadi mereka nggak ngoyo juga. Mungkin dapat 12-15 tarikan, ya habis itu pulang,” ujarnya.

“Yang jelas kita pasti juga ada protokol dari aplikatornya, agar kita dan penumpang sama-sama merasa aman. Tapi masalah argo juga berpengaruh sama kinerja kita. Argonya dibilang murah ya murah banget. Istilahnya kita ngambil trip-trip jauh gitu, namanya motor ya pasti jajanlah ya, nggak cuma bensin, jadi banyak pengeluarannya.”

Risiko Penularan COVID-19

Pengamat Transportasi Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas mengatakan bahwa transportasi massal lebih aman dari risiko penularan COVID-19 dibandingkan ojol.

“Kalo aku ya lebih serem kalo naik ojek, dong, karena pasti ada sentuhan fisik dengan driver-nya. Kalo angkutan umum ada physical distancing, ada hand sanitizer, dan kran cuci tangan. Kalau ojek malah tidak ada physical distancing. Kalo gantian helm kita tidak tahu tingkat sterilnya, kalo bawa helm sendiri kok repot amat, ya?” kata Darmaningtyas saat dihubungi Asumsi.co, Senin (08/06).

“Saya percaya masyarakat itu cerdas. Mereka akan menyeleksi sendiri mana yang baik buat mereka. Jadi ojol boleh mengangkut penumpang tapi tidak otomatis penumpangnya banyak,” ucapnya.

Senada dengan Darmaningtyas, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno juga mengkhawatirkan penyesuaian aturan ini. Menurutnya, protokol kesehatan akan sulit diterapkan pada ojol yang membawa penumpang.

“Prinsip protokol kesehatan adalah jaga jarak, cuci tangan dengan sabun, dan memakai masker. Ojol tidak memenuhi kriteria jaga jarak,” kata Djoko.

Sekalipun motor dipasangi penyekat oleh pengemudi, kata Djoko, sekat itu belum tersertifikasi dan belum melewati uji coba oleh instasi yang berwenang.

Kondisi itu menurutnya membuat pengemudi dan penumpang jadi sangat berisiko tertular COVID-19. “Protokol kesehatan ojol siapa yang membuat, apakah sudah dapat rekomendasi dari ahli kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19? Siapa yang mengawasi penerapan protokol kesehatan di lapangan?” katanya.

Saat ini, ada sekitar satu juta pengemudi ojol se-Jabodetabek. Menurut Djoko, kebijakan membolehkan ojol membawa penumpang didorong oleh kepentingan politis dan bisnis alih-alih kepentingan kesehatan dan kesejahteraan rakyat.

“Jika suatu saat ada yang tertular melalui aktivitas ojol, bisa jadi masyarakat sipil akan menuntut instansi yang membolehkan dan yang mengusulkan. Driver itu memang tidak takut mati, namun takut tertular dari penumpang yang tidak taat aturan protokol kesehatan. Sakitnya itu yang ditakuti sebagian driver ojol,” kata Djoko.

Bagaimana Bisnis Gojek Selama Pandemi COVID-19?

Turro Wongkaren, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) mengatakan bahwa berdasarkan survei lembaganya pada rentang Maret-April 2020, ada sekitar 63 persen pengemudi ojol yang mengatakan bahwa penghasilan mereka nyaris nihil selama pandemi COVID-19.

“Sangat sulit untuk mereka. Walaupun ini dari sisi mitranya, tapi kita bisa dapat gambaran bahwa pasti akan sangat berpengaruh buat mereka serta pada aplikasinya atau platformnya juga,” kata Turro saat dihubungi Asumsi.co, Senin (08/06).

Dalam penelitian LD FEB UI bertajuk “Dampak Gojek Terhadap Perekomian Jabodetabek pada Tahun 2018”, mitra pengemudi Gojek dinyatakan berkontribusi besar terhadap ekonomi wilayah Jabodetabek. Riset yang dilakukan pada rentang November 2018 hingga Januari 2019 itu juga berkesimpulan bahwa layanan angkutan penumpang atau Go-Ride merupakan jantung bisnis Gojek. Hasil penelitian menunjukkan mitra Go-Ride berkontribusi senilai Rp9,1 triliun ke perekonomian Jabodetabek pada 2018 melalui penghasilan mereka. Ini merupakan kontribusi tertinggi di antara semua lini layanan Gojek.

Mitra UMKM Go-Food berkontribusi Rp6,2 triliun ke perekonomian Jabodetabek, mitra Go-Car berkontribusi Rp1,8 triliun, dan mitra Go-Life berkontribusi Rp389 miliar.

Pentingnya layanan angkut penumpang bagi Gojek memang terlihat dari manfaat yang didapat Gojek itu sendiri. Layanan Go-Ride bahkan berhasil memperluas peluang penghasilan bagi mitra dengan berbagai tingkat pendidikan di Jabodetabek. Ada sebesar tujuh persen mitra Go-Ride berpendidikan S1, selebihnya sekitar 81 persen berpendidikan SMA ke bawah.

Mitra Go-Ride juga merasakan peningkatan penghasilan dan pengeluaran serta kesejahteraan dari Gojek. Rata-rata penghasilan mitra pengemudi Go-Ride meningkat 29 persen setelah bergabung dengan Gojek, sementara pengeluaran meningkat 41 persen. Rata-rata penghasilan bulanan mitra Go-Ride juga lebih tinggi dari UMK rata-rata Jabodetabek tahun 2018. Penghasilan rata-rata mitra Go-Ride mencapai Rp5 juta, sementara UMK rata-rata Jabodetabek berada pada angka Rp3,9 juta pada 2018.

Pandemi COVID-19 tentu saja memukul bisnis Gojek, terutama di sektor layanan antar penumpang alias Go-Ride. Namun, meski terdampak, hasil survei terbaru LD FEB UI berjudul “Pengalaman Mitra Driver Gojek Selama Pandemi COVID-19”, Rabu (27/05), memperlihatkan bahwa ekosistem pengemudi Gojek bertahan berkat solidaritas sesama pengemudi.

Sikap gotong royong itu tercermin dari temuan bahwa hampir setengah mitra pengemudi Gojek (44 persen) memberikan bantuan sosial kepada sesamanya. Pemberian bantuan yang paling banyak dilakukan adalah dengan memberikan langsung pada anggota keluarga (18 persen), dan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan (11 persen). Sebagian mitra (15 persen) memilih untuk memberikan bantuan melalui komunitas pengemudi Gojek atau langsung kepada sesama mitra.

Share: Untung Rugi Ojol Bawa Penumpang Lagi