Isu Terkini

Tol Trans Jawa, Malah Bikin Buntung Pengendara

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Tol Trans Jawa bisa dibilang menjadi salah satu pencapaian pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) selama 4 tahun memimpin. Sebab, perjalanan dari Jakarta ke Surabaya, dan sebaliknya, akhirnya dapat dinikmati para pengendara tanpa hambatan. Tol Trans Jawa ini diresmikan oleh Jokowi pada tanggal 20 Desember 2018 yang lalu. “Jadi gini, ini jalan tol Surabaya-Jakarta sudah sambung, besok akan kita buka Jakarta-Surabaya, Surabaya-Jakarta,” ujar Jokowi pada wartawan di Kantor Bupati Bangkalan, Jawa Timur, Rabu, 19 Desember 2018 lalu. Presiden Jokowi pun mengatakan kalau jalan tol ini dapat menambah opsi liburan. “Dari Jakarta, Semarang, sampai Surabaya, ada pilihan rute liburan. Selain jalan biasa, ada jalan tol Trans Jawa sambung menyambung 760 km. Jalannya mulus, pemandangannya indah, gunung, sawah, desa-desa, simpang susun, jembatan, kuliner lokal di rest area. Selamat berlibur.”

Tidak hanya liburan, tol ini tentu dapat mempercepat arus logistik. Secara logika, jalur bebas hambatan akan jauh lebih cepat daripada jalur biasa. Jokowi pun mengamini logika tersebut. “Kita harapkan mobilitas barang, orang, logistik, bisa lebih cepat, murah, dan tepat waktu, dan juga nantinya terintegrasinya tol ini dengan kawasan wisata dan kawasan industri, akan meningkatkan investasi yang ada di wilayah-wilayah di sekitar tol,” ungkapnya.

Namun ternyata, ada fakta menarik yang justru berbanding terbalik dengan apa yang diucapkan oleh Presiden Jokowi. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengungkapkan kalau jalan tol Trans Jawa relatif sepi karena dipicu oleh harga tol yang mahal. “Masih sepinya jalan tol Tran Jawa, jelas dipicu oleh tarif tol yang mahal itu,” ujar Tulus dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (7/2). Ia pun menambahkan akan terlalu mahal untuk pengusaha truk menanggung beban yang mencapai Rp1,5 juta. “Truk akan masuk tol Trans Jawa, jika biaya tol ditanggung oleh penerima barang. Terlalu mahal bagi pengusaha truk untuk menanggung tarif tol Trans Jawa yang mencapai 1,5 juta (Rupiah),” tambahnya.

Tidak Hanya Biaya Jalan Tol, Biaya Makan dan Minum pun Patut Diperhitungkan

Selain biaya tol yang mahal, makanan dan minuman rest area yang cenderung lebih mahal menjadi faktor pendorong enggannya truk masuk ke jalan tol. “Sebab patut diduga, mahalnya makanan/minuman karena dipicu oleh mahalnya sewa lahan bagi para tenant,” ujar Tulus. Hal ini serupa dengan pengakuan Hasanudin (43), seorang sopir truk asal Kabupaten Kendal yang memilih untuk menggunakan jalur reguler. Ia tidak kuat jika harus membayar tarif masuk jalan tol. “Dari Semarang ke Jakarta berjarak tempuh 3 hari untuk pergi-pulang, paling uang saku yang diberikan perusahaan tinggal 400 ribu,” ungkap Hasanudin, dilansir dari Tribun Jateng, Jumat (25/1).

Hasanudin pun merinci seperti apa pengeluaran yang harus ia keluarkan. Dia mengatakan total Rp 3,6 juta adalah uang saku yang ia dapat dari perusahaan untuk satu kali perjalanan Semarang-Jakarta. “Solar Rp 1,6 juta, biaya bongkar Rp 300 ribu, dan membayar kernet Rp 600 ribu. Kalau ditotal sudah Rp 2,5 juta, itu belum termasuk makan bersama kernet selama 3 hari,” ujarnya. Jika harus ditambah dengan biaya tarif tol, jelas uang tersebut tidak mencukupi. “Kalau tarifnya mahal nanti keluarga saya makan apa, karenanya saya lebih memilih lewat Pantura. Walaupun lebih lama.”

Dilansir dari Tempo, Wakil Ketua Aptrindo Kyatmaja Lookman juga merasa tarif tol tersebut tidak sepadan dengan kebutuhannya. Menurutnya, dalam jasa antar barang, komposisi waktu lebih banyak habis untuk masa bongkar muat barang, yakni 60 persen. Sedangkan masa perjalanan hanya sekitar 40 persen. Sekali lewat jalur tol Trans Jawa dianggap dapat memotong setengah waktu perjalanan. Jadi, hanya berdampak 20 persen. Jumlah ini tidak sepadan dengan harga Rp 1 jutaan yang harus dibayarkan. “Masa perjalanan itu hanya 40 persen dari waktu yang dibutuhkan dalam jasa antar barang, jadi dampak tol Trans jawa itu hanya sampai 20 persen, ngapain keluarkan uang sampai Rp 1 juta lebih kalau pengaruhnya hanya 20 persen,” ujar Kyatmaja, Jumat (8/2).

Lantas, Lebih Murah Lewat Jalur Non-Tol?

Kalau berdasarkan beberapa pengakuan di atas, nampak jelas beda antara jalur Pantura dan tidak. Ratusan ribu bahkan jutaan uang tidak terbuang ‘hanya’ untuk waktu tempuh yang lebih cepat 20 persen. Apalagi, perusahaan sudah terbiasa dengan biaya dan waktu tempuh Jalur Pantura biasa. Toh selama ini, sudah terbiasa menggunakan jalur tersebut. Apalagi, kini Pantura sudah tidak menjadi jalan satu-satunya. Trans Jawa menjadi opsi lain untuk pengendara yang enggan menggunakan jalur non-tol Pantura. Itu artinya, Pantura sudah lebih lengang dari sebelumnya.

Share: Tol Trans Jawa, Malah Bikin Buntung Pengendara