Isu Terkini

Tak Kalah dengan Sawit, Kopi Juga Punya Nilai Ekspor yang Tinggi

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Belakangan ini video dukungan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk menstabilkan Rupiah menjadi buah bibir berbagai aktivis lingkungan. Pasalnya, dalam video tersebut seakan mendukung lajunya tanaman monokultur kelapa sawit yang kerap menjadi salah satu sumber konflik agraria. Mulai dari jenis tanamannya yang menyerap berliter-liter unsur hara dan air dalam tanah, pembukaan lahan yang sadis dengan membakar hutan berhektar-hektar, serta perebutan dan penggunaan lahan yang tidak tepat.

Sawit sendiri memang menjadi salah satu ‘penyelamat’ perekonomian dengan kontribusinya yang memberikan devisa “dolar” cukup besar. Pada 2017, nilai ekspor sawit Indonesia mencapai 22,97 miliar dolar AS, dan membuat bahan utama minyak itu jadi penyumbang devisa terbesar.

Tapi perlu diketahui, bahwa tidak hanya industri kelapa sawit saja yang memiliki andil dalam dunia komoditi besar ekspor Indonesia. Adalah kopi yang bahkan sudah menjadi komoditas tingkat dunia yang dianggap penting. Di samping itu, Indonesia sendiri merupakan negara pengekspor kopi terkuat di dunia. Seperti yang data yang ditulis dari International Coffee Organization (ICO), tiga besar eksportir kopi dunia adalah Brazil, Vietnam dan Indonesia.

Tak main-main, kopi-kopi terbaik dari berbagai daerah di Indonesia berkelana ke negara tujuan ekspor seperti Malaysia, Amerika Serikat, Singapura, Korea Utara, Spanyol, Jerman, Prancis, Belanda, Inggris, Australia, Filipina, India, Kanada, Thailand, Jepang, Brasilia, Uni Emirat Arab, Estonia, Rusia, dan Selandia Baru.

Berbeda dengan kelapa sawit yang bisa ditanam di hutan-hutan sehingga mengharuskan pembalakan, tanaman kopi ini memiliki jenis yang unik. Di Indonesia tanaman kopi punya dua jenis yang terkenal, yaitu Arabica dan Robusta. Kopi arabica hanya dapat tumbuh di dataran tinggi kurang lebih 1000, di atas permukaan laut., sedangkan kopi robusta hanya dapat tumbuh pada dataran rendah. Sehingga, industri besar kopi tidak bisa asal membabat hutan layaknya industri kelapa sawit.

Pohon kopi mampu melepaskan oksigen (O2), dan juga mampu menyerap karbondioksida (CO2) yang berada di udara. Fungsi tersebut secara ilmiah berarti turut memberi andil dalam melestarikan alam. Tanaman kopi termasuk jenis tanaman perkebunan yang paling banyak menyerap karbon, yang diperkirakan bisa menyerap hingga 8,07 ton CO2/ha/tahun. Jumlah itu lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya.

Dari hitungan Conservation International (CI), kemampuan kebun kopi dalam menjaga simpanan karbon dapat mencapai 100 ton per hektare. Sehingga, kebun kopi tak perlu diragukan lagi perannya dalam membantu melestarikan lingkungan.

Ekspor Kopi dari Tahun ke Tahun

Wakil Ketua Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Pranoto Soenarto mengungkapkan bahwa Indonesia setiap tahunnya memproduksi kopi dengan jumlah yang cukup tinggi, yaitu sekitar 630.000 ton setiap tahunnya. Jumlah 630.000 ton yang dihasilkan dari petani Indonesia tersebut, sekitar 430.000 hingga 450.000 ton diekspor ke luar negeri. Sementara sisanya adalah untuk kebutuhan dalam negeri.

“Per tahun itu sekitar 630.000 ton. Pokoknya itu kopi secara keseluruhan. Belum yang eksportable. Biasanya yang eksportable itu 430.000 atau 450.000 ton. Sisanya itu buat di dalam negeri. Kalau konsumsi dalam negeri sekitar 160.000-170.000 ton lah,” kata Pranoto Soenarto dilansir dari Okezone, Rabu, 8 Agustus 2018.

Total nilai ekspor dari industri kopi sendiri mencapai USD1,2 miliar atau sekitar Rp16,8 triliun. Tapi seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Indonesia adalah negara ketiga penghasil kopi di dunia, dan dua negara lainnya yaitu Vietnam dan Brazil. Jadi meskipun Indonesia punya peluang besar dalam urusa ekspor kopi, tetap sulit menghindari impor kopi dari dua negara tersebut.

Sayangnya produksi kopi Indonesia kemungkinan akan mengalami penurunan. Menurut Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia, produksi kopi Indonesia akan turun ke level terendah dalam 7 tahun yang disebabkan karena pengaruh cuaca. Sejak tahun 1990 Indonesia mengeskpor produk kopi hingga mencapai 84%. Tapi di tahun 2018 turun hingga ke angka 67%, dan diprediksi dalam dua tahun ke depan kembali menurun hingga 64%. Hal ini juga disebabkan karena aspek pengolahan yang masih tertinggal.

“Produktivitas kita sangat rendah, itu sebetulnya produktivitasnya itu sekitar 0,5 ton per hektar. Kalau konsumsinya US$ 500 juta pasar domestiknya kan itu akan tumbuh sangat cepat sekali. (pertumbuhan) kita bisa US$ 1,5 bilion dalam jangka waktu relatif singkat. Domestiknya aja kan,”  ungkap Policy Advisor Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi Lin Che Wei usai hadir dalam peluncuran buku bertema kopi dalam Strategi Kopi Indonesia Jangka Pendek, Jangka Menengah, dan Jangka Panjang di Graha Sawala, Gedung Ali Wardhana, Jakarta, Kamis, 26 April 2018.

Share: Tak Kalah dengan Sawit, Kopi Juga Punya Nilai Ekspor yang Tinggi