Isu Terkini

Sudahkah Budaya Idulfitri Mengubah Diri Kita Jadi Lebih Baik?

Kiki Esa Perdana — Asumsi.co

featured image

Momen Idulfitri adalah sebuah momen yang paling ditunggu oleh banyak umat Muslim di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh, menahan kesabaran, menjauhkan diri dari saat siang hari dari makan dan minum, menahan rasa haus dan rasa lapar, umat Islam merayakan hari kemenangan.

Indonesia terdiri dari beragam pulau, suku, budaya, dan bahasa. Kesemuanya memiliki ciri khas tersendiri yang erat dengan budaya nusantara dalam menghadapi hari raya, mulai dari jenis makanan yang spesial dan menggiurkan yang kadang hanya hadir saat Idulfitri, seperti ketupat, opor ayam, serundeng daging, sambal goreng kentang, semur daging sapi, rendang, soto, hingga kebiasaan masyarakat seperti halalbihalal, menyalakan petasan, tradisi mudik ke kampung halaman, takbir keliling kota/kampung, menabuh bedug, dan adanya tunjangan hari raya (THR) bagi pegawai.

Baca Juga: Mengapa Kue Nastar Harus Ada Saat Lebaran?

Budaya Idulfitri sendiri telah terjadi sejak zaman penyebaran Islam di Indonesia. Melalui berbagai sumber, budaya pemberian THR telah digunakan pada masa kependudukan Jepang di Indonesia untuk hadiah lebaran para pegawai. Baju lebaran telah ada sejak zaman kerajaan dari abad ke-15, bersamaan pula dengan makanan ketupat. Begitu juga tentang petasan dan silaturahmi halalbihalal.

Sedikit demi sedikit, secara lebih umumnya sendiri, diambil dari beragam informasi, untuk penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa, sebagian besar dilakukan oleh Wali Songo atau dalam bahasa Indonesia; Sembilan Wali, yang bernama Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.

Seperti diketahui di antara kesembilan wali tersebut, satu wali dengan wali lainnya mempunyai keterkaitan erat, bisa jadi hubungan guru dan murid atau saudara jauh. Para kesembilan wali tersebut tinggal dari mulai awal abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16, para kesembilan wali ini adalah para intelektual di dunia Islam yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban budaya baru baru, yang cocok dengan keislaman Indonesia, mulai dari bertani, bercocok tanam, perdagangan, wayang dan bidang kesenian, hingga sistem kebijakan di pemerintahan.

Dalam sejarah budaya berislam di Indonesia, tentu banyak tokoh lain yang tercatat dan memiliki peran besar, tidak hanya Wali Songo, namun peranan kesembilan wali ini sangat besar dalam membangun budaya Islam di Indonesia, khusus nya di pulau Jawa, telah membuat mereka memiliki peran khusus di hati masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Daftar Pertanyaan Nyebelin Saat Lebaran

Pada saat ini, pemeluk agama Islam di Indonesia sudah mencapai lebih dari 90%, dan hampir semuanya merayakan Idulfitri pada waktu yang bersamaan. Berbagai macam budaya tumpah ruah pada saat Idulfitri, dari budaya Sabang hingga ke Merauke. Budaya dasar yang hadir pun beragam, baik budaya yang diperoleh secara langsung ataupun tidak langsung oleh setiap diri manusia dalam kehidupan kita sehari-hari.

Budaya Idulfitri berkembang menjadi budaya yang besar dalam perkembangan kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia. Budayanya meliputi pola hidup menyeluruh bagi manusia. Budaya Idulfitri sifatnya menerima keberagaman, sangat kompleks, abstrak, dan juga luas, karena meliputi banyak wilayah.

Kebudayaan Idulfitri tidak hanya tumbuh dalam bentuk benda-benda yang bersifat nyata seperti misalnya makanan, namun budaya juga tumbuh bisa berupa perilaku, atau pola-pola perilaku yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat, misalnya halalbihalal atau bermaaf-maafan.

Banyak aspek budaya, terutama Idulfitri, jelas ikutlah menentukan perilaku yang komunikatif. Itulah kenapa unsur-unsur sosio-budaya Idulfitri ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Ramadan dan Idulfitri memberikan kita kesempatan untuk merubah diri menjadi lebih baik, sudah?

Kiki Esa Perdana adalah dosen ilmu komunikasi. Ia sangat antusias dengan isu komunikasi politik dan budaya

Share: Sudahkah Budaya Idulfitri Mengubah Diri Kita Jadi Lebih Baik?