Isu Terkini

Mengawal Kasus Suap PLTU Riau: Mundurnya Idrus Marham Sampai Dugaan Dana Untuk Munaslub Golkar

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Kasus dugaan suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Udara (PLTU) Riau-1 belum berhenti. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Masih teringat dalam ingatan kita, Idrus Marham sempat ramai dibicarakan setelah mengundurkan diri dari jabantannya sebagai Menteri Sosial (Mensos) pada Jumat lalu (24/8). Ini pun menjadi hal menarik sebab ia baru saja dilantik pada 17 Januari 2018 lalu, menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang mencalonkan diri jadi Gubernur Jawa Timur. Tak tanggung-tanggung, Idrus juga mengundurkan diri dari jabatannya di Partai Golkar sebagai Sekretaris Jenderal.

Pengunduran dirinya dilatarbelakangi sangkaan bahwa beliau terlibat pada kasus PLTU Riau-1 ini. Asumsi tersebut muncul karena Idrus sudah sempat diperiksa KPK beberapa kali.

“Pada hari ini, tadi saya menghadap Bapak Presiden pukul 10.30 WIB. Saya lakukan ini setelah kemarin saya mendapatkan surat pemberitahuan tentang penyidikan saya terkait kasus yang dilakukan oleh Enny dan Koco. Berdasarkan surat itu, saya mengambil langkah, maka itu saya menghadap Presiden untuk mengajukan surat pengunduran diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral saya,” kata Idrus di Istana Negara pada media di Istana Negara, Jumat, 24 Agustus 2018 lalu.

Baca juga: 3 Beban Berat Golkar di Tahun Politik Usai Idrus Marham Mundur

Sebagai satu-satunya menteri di kabinet Presiden Joko Widodo yang berurusan dengan KPK, Idrus memang sengaja langsung mengundurkan diri dari dua jabatannya tersebut. Belum lagi citra partainya pun menjadi sedikit ternoda setelah tertangkapnya Setya Novanto yang dulunya menjabat sebagai Ketua Umum Golkar. Dengan dalih tidak ingin menambah beban bagi partainya menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, ia pun mengundurkan diri dari Golkar.

“Pengunduran diri ini agar saya tidak menjadi beban bagi Partai Golkar yang sedang berjuang menghadapi pemilu, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden,” ujar Idrus.

Peran Idrus di Kasus PLTU Riau-1

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengungkapkan bahwa telah terjadi beberapa pertemuan antara Idrus dengan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN), Sofyan Basir, dan para tersangka lainnya, seperti: Eni Maulani Saragih dan Johannes B. Kotjo. Hal itu diketahui melalui rekaman CCTV yang disita penyidik.

Sebelum mengundurkan diri, Idrus sendiri telah diperiksa KPK sebanyak dua kali untuk dimintai keterangannya sebagai saksi. Idrus dipanggil setelah Eni Maulani Saragih, Wakil Ketua Komisi VII, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Penetapannya sebagai tersangka tersebut memang terkait kasus yang sama. Lebih tepatnya, mengenai kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

Proyek PLTU Riau-I sendiri masuk dalam proyek 35 ribu Megawatt yang rencananya bakal digarap Blackgold, PT Samantaka Batubara, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT PLN Batubara, dan China Huadian Engineering Co. Ltd.

Dari situ, Eni diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, yang diberikan oleh Johannes B. Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, agar proses penandatanganan berjalan mulus.

Dugaan lebih lanjut, uang Rp 500 juta tersebut adalah uang keempat yang sudah diberikan Johannes. Sehingga, total nilai suap yang diberikan Johannes kepada Eni sebesar Rp 4,8 miliar. Tahap pertama uang suap diberikan pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar. Kedua, pada Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar dan ketiga pada 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta.

Baca juga: Idrus Marham Mundur, Jokowi Tetap Didukung Golkar

Dari pemberian secara bertahap tersebut, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, mengungkapkan peranan Idrus Marham. Pria kelahiran 14 Agustus 1962 itu disangka mengetahui dan memiliki andil terkait setiap periode pemberian uang yang diberikan Johanes ke Eni.

“Idrus Marham diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan Purchase Power Agreement (PPA/jual beli) dalam proyek pembangunan PLTU Riau 1,” kata Basaria dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat, 24 Agustus 2018 malam.

Selain itu, Idrus Marham juga mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni, yaitu sebesar USD 1,5 juta yang dijanjikan Johannes jika PPA Proyek PLTU Riau-1 berhasil dllaksanakan. Namun, pada 14 Juli 218, perkara itu telah mulai disidik KPK.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan politikus Partai Golkar Idrus Marham sebagai tersangka dalam kasus Proyek PLTU Riau-1.

PLTU Riau-1 Jadi Kasus Korupsi di Tubuh Golkar

Pengakuan lebih lanjut pun datang dari Eni. Sebagai mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar, Eni mengaku bahwa dirinya hanya berlaku sebagai petugas partai yang mendapatkan perintah dari ketua umum (Ketum) Partai Golkar. Ia ditugasi untuk mengawal proyek PLTU Riau-1.

“Karena saya petugas partai, ya pasti saya ada perintah kan ketua umum. Semua mas dan mba yang tanya saya, sudah sampaikan semua ke penyidik dengan detail. Nanti kalau saya sampaikan sedikit, takutnya diplintir lain-lain,” kata Eni pada media usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Idrus Marham di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 29 Agustus 2018.

Ketua umum yang dimaksud Eni sampai saat ini masih belum diketahui. Sekedar informasi, setelah Setya Novanto menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP, Idrus Marham sempat menjadi Plt Ketum Golkar sesuai dengan sidang pleno DPP Partai Golkar, Selasa, 21 November 2017. Hingga akhirnya, setelah melaksanakan Musyawarah Nasional Luasr Biasa (Munaslub) Partai Golkar memilih Airlangga Hartarto sebagai ketum Golkar pada Desember 2017.

Dalam kesempatan yang sama, Eni juga mengaku bahwa beberapa dana yang diterimanya di antaranya digunakan untuk biaya Munaslub Partai Golkar. Namun ia tidak menyampaikan siapa yang memerintahkan pencarian dana tersebut.

Namun, Lodewijk Freidrich Paulus, yang kini menjadi Sekretaris Jenderal Partai Golkar menyanggah tentang dugaan uang dari lobi proyek PLTU untuk pembiayaan Munaslub Golkar. Bahkan, Lodewijk menyatakan bahwa partainya siap diaudit untuk membuktikan ada atau tidaknya dugaan aliran dana tersebut.

“Pastilah kalau itu [siap diaudit], orang mengecek apakah ada atau tidaknya. Namanya munaslub itu namanya sumber anggaran kita berdasarkan AD/ART yang mengatur. Itu ya dari iuran anggota itu, manakala ada oknum yang bermain itu kita mau ngecek apakah ada oknum itu,” kata Lodewijk di Rumah Cemara 19, Jakarta, Selasa, 28 Agustus 2018.

Selain itu, Lodewijk mengatakan jika partainya akan terus memantau temuan-temuan KPK terkait kasus proyek PLTU Riau-1.

Share: Mengawal Kasus Suap PLTU Riau: Mundurnya Idrus Marham Sampai Dugaan Dana Untuk Munaslub Golkar