General

Strategi Lain Golkar Usai JK Menolak Jadi Cawapres di 2019

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Nama Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) sempat dikabarkan bakal kembali diusung untuk menjadi calon wakil presiden mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Sayangnya, JK menolak untuk dicalonkan lagi sebagai cawapres, pada Senin, 26 Februari.

Memang, wacana pengusungan kembali JK sebagai cawapres masih menimbulkan pro dan kontra. Hal itu tak lepas dengan keberadaan UUD 1945 yang mengamanatkan jabatan presiden dan wakil presiden hanya bisa dijabat dua periode saja.

Seperti diketahui, saat ini JK sendiri sudah dua kali menjabat sebagai wakil presiden. Ia pertama kali menjabat sebagai wapres mendampingi Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada periode 2004-2009. Memang sejauh ini belum ada aturan tegas terkait larangan seseorang menjadi wakil presiden lebih dari dua kali selama tidak berturut-turut.

Misalnya saja dalam Pasal 7 UUD 1945, yang memberikan batasan terkait dengan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Artinya, presiden dan wakil presiden hanya dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan alias maksimal dua periode jabatan.

Terlepas dari itu semua, JK pun secara halus sudah menolak untuk kembali maju di 2019. Kira-kira apa ya, alasan di balik penolakan JK untuk maju lagi sebagai cawapres? Lalu, dalam situasi seperti saat ini, Partai Golkar yang mengusung JK tentu harus mencari cara lain untuk menawarkan kader terbaiknya sebagai pendamping Jokowi.

Alasan JK menolak maju sebagai cawapres

JK pun sudah menyampaikan penolakan secara halus soal rencana pencalonan dirinya lagi sebagai cawapres di Pilpres 2019. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu punya alasan kuat soal penolakan itu.

“Bahwa ada yang mengusulkan saya ikut lagi [di Pilpres sebagai cawapres], ya, saya ucapkan terima kasih, tetapi kita harus kaji baik-baik undang-undang kita di Undang-Undang Dasar,” kata JK kepada media pada 26 Februari.

JK sendiri tak mau suasana politik Orde Baru kembali terulang jika ia maju sebagai cawapres di Pemilu 2019 nanti. Seperti diketahui, Presiden RI ke-2 Soeharto menjadi Presiden RI selama kurang lebih 32 tahun lamanya.

“Daripada itu kita tidak ingin nanti terjadi seperti waktu Orde Baru. Pada saat itu, Pak Harto tanpa batas gitu, kan. Jadi kita menghargai filosofi itu,” ucap sosok kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan, pada 15 Mei 1942 itu.

Ia sendiri sadar betul bahwa memang ada tafsiran yang berbeda dari Pasal 7 UUD 1945 terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden. Meski begitu, politisi berusia 75 tahun itu menyerahkan persoalan tersebut kepada para ahli hukum.

Meski sudah melakukan penolakan secara halus, bukan berarti berhenti untuk mengabdi kepada negara. Menurut JK, ia masih ingin mengabdi kepada bangsa dan negara meski tak harus di pemerintahan lagi.

“Tentu saya ingin mengabdi kepada bangsa seperti tadi. Bagaimana kita mengabdi di pendidikan, di sosial, ekonomi sama-sama. Sebab, pengabdian itu tidak terbatas di pemerintahan,” katanya.

JK Jelaskan Sejumlah Kriteria Pendamping Jokowi

Meski sudah menolak untuk kembali maju sebagai cawapres mendampingi Jokowi di Pemilu 2019 nanti, JK tetap memberikan setidaknya beberapa kriteria penting bagi sosok pendamping mantan Gubernur DKI Jakarta itu nantinya.

JK menjelaskan bahwa sosok calon wakil presiden yang bisa menjadi pasangan Jokowi nanti, harus dikenal luas publik sehingga mampu menambah elektabilitas pasangannya. “Artinya tidak mengikuti elektabilitas Jokowi, tapi menambah konstituen,” ujar JK.

Lalu, kriteria kedua bagi cawapres pendamping Jokowi, menurut JK adalah harus siap menjadi presiden. “Artinya tokoh itu harus mantap,” katanya.

Ia memberikan contoh soal dua sosok yang siap dan pernah beralih tugas dari wakil presiden menjadi presiden. Keduanya adalah Presiden RI ke-3 BJ Habibie dan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri yang pernah berganti jabatan dari wakil presiden menjadi presiden.

Tak hanya itu, JK juga menyebut bahwa cawapres Jokowi nanti juga harus memiliki pengalaman dalam pemerintahan. Pengalaman ini nantinya yang akan membantu dia bertugas. “Ini terserah mau birokrat atau politisi,” ujarnya.

Golkar Beralih Usung Airlangga Hartarto?

Penolakan JK untuk maju kembali sebagai cawapres di Pemilu 2019 membuat Partai Golkar bakal memutar otak. Apalagi sejauh ini, Golkar sebagai partai asal JK, menyatakan belum memiliki sikap resmi terkait nama cawapres.

Nama Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto pun kemudian muncul dan sepertinya berpeluang menggantikan JK. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengungkapkan bahwa pihaknya akan lebih dulu fokus menggenjot elektabilitas partai dan ketua umumnya, sebelum benar-benar memutuskan nama cawapres untuk mendampingi Jokowi nanti.

“Ya, tentu [menggenjot ketua umum juga] karena Pak Airlangga sebagai Ketua Umum dan simbol partai tentu kan harus kami tempatkan sebagai kader terbaik,” kata Ace.

Ia menjelaskan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan elektabilitas Golkar dan Airlangga Hartarto adalah dengan mengenalkan empat program besar partai berlambang pohon beringin itu di bawah kepemimpinan Airlangga. Program itu harus disampaikan ke publik.

Keempat program itu sendiri di antaranya berisi soal program sembako murah, terciptanya lapangan kerja, hunian yang murah dan terjangkau, serta percepatan pembangunan sektor industri yang mengandalkan perkembangan teknologi informasi.

Tak cuma itu, Ace menegaskan bahwa pihaknya tak terlalu bertumpu dengan kuatnya karakter beberapa figur layaknya partai lain. Menurutnya, cara untuk menggenjot elektabilitas Golkar yakni dengan memanfatkan citra Golkar yang kuat dari sisi sistem kepartaian.

“Kalau partai Golkar sebagai partai sistem tentu kami ingin mendorong bahwa partai ini besar dulu. Soal calon wakil presiden ya kita serahkan saja ke Pak Jokowi,” ujar Ace.

Share: Strategi Lain Golkar Usai JK Menolak Jadi Cawapres di 2019