Isu Terkini

Soal Reklamasi, Kita Bisa Belajar dari Singapura atau Korea Selatan

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Di Indonesia, setidaknya belakangan ini, kata “reklamasi” membuat banyak orang mengernyitkan dahi. Berbagai pro dan kontra meliputi kegiatan “menimbun laut” itu, khususnya di Teluk Jakarta dan Tanjung Benoa. Pada satu sisi, pemanfaatan pulau-pulau buatan di Jakarta, misalnya, dapat menambah pemasukan pemerintah daerah. Namun, di sisi lain, ia dapat merugikan para nelayan. Mereka harus melaut lebih jauh, artinya mengeluarkan ongkos yang lebih besar, buat mengejar ikan-ikan yang berpindah karena ekosistem berubah. Ada pula risiko sedimentasi atau pendangkalan pada sungai-sungai. Selain mengacaukan ekosistem, hal ini mengurangi daya tampung sungai pada musim hujan. Belum lagi soal bau tak sedap yang ditimbulkannya di kawasan-kawasan sekitar pantai.

Terlepas dari tegangan itu, ada sejumlah negara yang sukses melaksanakan reklamasi. Di antaranya, Singapura dan Korea Selatan. Mungkinkah kita belajar dari keberhasilan mereka?

Singapura, negara sempit tetapi kaya di Selat Malaka, adalah salah satu yang paling akrab dengan reklamasi. Dicanangkan oleh Perdana Menteri Lee Kuan Yew pada 1976, reklamasi Singapura merupakan proyek nasional yang telah berlangsung puluhan tahun. Menurut rencana, mereka akan terus melakukannya hingga 2030.

Keterbatasan wilayah menjadi dorongan utama Singapura melakukan reklamasi. Luas Singapura kalah dari New York dan tidak beda jauh dari Jakarta. Dirancang untuk menjadi pusat bisnis di wilayah Asia, bagaimana pun, Singapura memerlukan lahan ekstra. Reklamasi di negeri itu dimulai dengan tujuan menopang kawasan komersial, pemukiman, industri, dan pemerintahan.

Pada 1991, 10% daratan Singapura adalah hasil reklamasi, termasuk lahan yang dijadikan Bandara Changi. Selain betul-betul bermanfaat, reklamasi di Singapura juga relatif bebas dari akibat buruk terhadap alam. Alih-alih mengundang banjir, berkat reklamasi, bencana itu justru berkurang.

Sementara itu di Korea Selatan ada Pulau Song Do, pulau buatan di pantai barat semenanjung Korea. Luasnya 38 ribu hektare. Pulau ini dibangun dengan tiga zona berbeda: zona resort, zona kawasan industri, dan zona Bandara Internasional Incheon.

Keberhasilan dari pulau reklamasi ini terlihat dari bagaimana Bandara Internasional Incheon kini menjadi salah satu bandara terbesar di Asia. Bandara ini berhasil menggantikan Bandara Internasional Gimpo. Tidak hanya melayani wisatawan asing yang terus meningkat tiap tahunnya, Incheon juga menjadi cerminan Korea Selatan yang maju dan canggih.

Apa yang bisa dipelajari dari reklamasi yang dilaksanakan di Korea Selatan ini? Satu poin utama adalah bagaimana reklamasi ini dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Selain sebagai bandara, pulau reklamasi ini juga dimanfaatkan sebagai kawasan industri. Di Korea Selatan, industri adalah bagian  penting dalam pembangunan. Membangun kawasan industri di wilayah reklamasi menjadi sesuatu yang dibutuhkan tidak hanya bagi korporasi, tetapi juga masyarakat Korea Selatan secara menyeluruh.

Share: Soal Reklamasi, Kita Bisa Belajar dari Singapura atau Korea Selatan