Isu Terkini

Sejarah Hubungan Kim Jong Un dan Donald Trump Sebelum Pertemuan di Singapura

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Pada tanggal 27 dan 28 Februari 2019 besok, Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan bertemu dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Pertemuan ini adalah pertemuan yang kedua, setelah pada pertemuan pertama kedua figur tersebut bertemu di Singapura. Pertemuan yang kedua ini akan digelar di Hanoi, Vietnam.

Dalam pertemuan besok, agenda utama yang akan dibicarakan tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Isu-isu yang akan dibahas adalah seputar perdamaian di Semenanjung Korea dan denuklirisasi. Tempat yang dipilih, yakni Vietnam, juga nampak menjadi gambaran yang diinginkan oleh Amerika Serikat tentang Korea Utara nantinya. Dahulu, Vietnam adalah sebuah negara dengan ideologi komunisme yang kental. Kini, Vietnam telah membuka diri pada sistem ekonomi kapitalisme dan sedang menikmati pertumbuhan ekonomi yang cukup luar biasa. Hal ini seperti diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo ketika mengunjungi Vietnam bulan Juli 2018 yang lalu. “Melihat bagaimana kemakmuran Vietnam dan kemitraan yang kini dijalin dengan kami (Amerika Serikat) saat ini, saya memiliki sebuah pesan untuk Kim Jong Un: Presiden Trump percaya negara anda (Korea Utara) mampu untuk mereplikasi pencapaian (Vietnam) ini,” ujarnya.

Melihat kondisi saat ini, terasa ada itikad baik yang sedang ingin dicapai oleh kedua belah pihak. Itikad baik ini, setidaknya sampai pertemuan Kim Jong Un dan Trump pertama, pernah menjadi sesuatu yang dirasa tidak mungkin terjadi. Dulu, membayangkan Amerika Serikat dan Korea Utara duduk dan berdiskusi bersama adalah suatu keniscayaan.

Hubungan Trump dan Kim yang Memanas

Ketika Donald Trump diangkat menjadi presiden Amerika Serikat pada tanggal 20 Januari 2017, Kim Jong Un sudah menjadi pemimpin Korea Utara selama bertahun-tahun. Trump, di masa awal kepemimpinannya, justru memiliki sikap yang jauh berbeda kepada Korea Utara dibanding saat ini. Dilansir dari CNN, hubungan Amerika Serikat dan Korea Utara di tahun 2017 diwarnai dengan uji coba misil nuklir dan berbagai retorika. Di bulan September 2017, Donald Trump menggambarkan Kim Jong Un sebagai seorang ‘manusia roket’. Tensi yang tinggi di tahun 2017 ini merupakan salah satu yang paling panas dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tanggal 1 Januari 2018, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengirimkan pesan kebaikan pada Korea Selatan. Pesan ini spesifik dikirimkan pada Korea Selatan yang kala itu akan menggelar Olimpiade Musim Dingin. Dalam pidato yang sama, Kim Jong Un mengungkapkan kalau misil nuklir milik negaranya sudah mampu mencapai dataran Amerika Serikat.

Mulai Mereda, Kim Bersedia untuk Berdiskusi

Dua hari setelahnya, yakni pada tanggal 3 Januari 2018, Korea Utara menggunakan jalur komunikasi yang hampir dua tahun tidak pernah digunakan. Keesokan harinya, Trump dan Moon setuju untuk menghentikan latihan militer bersama selama Olimpiade Musim Dingin berlangsung. Di tanggal 6 Januari 2018, Korea Selatan mengumumkan kalau Korea Utara menyetujui undangan untuk berdiskusi.

Meski ada itikad baik dari Korea Selatan, Amerika Serikat nampak masih enggan untuk berbaik hati pada Korea Utara. Pada tanggal 23 Februari 2018, Menteri Keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin mengumumkan sanksi baru pada Korea Utara, khususnya di sektor perdagangan dan pengiriman laut. Korea Utara dinilai melanggar beberapa sanksi di lautan.

Di tanggal 6 Maret 2018, pimpinan keamanan Korea Selatan mengirimkan delegasi ke Pyongyang untuk berbicara dengan Kim Jong Un. Hasil dari diskusi ini adalah Kim Jong Un bersedia untuk berdiskusi dengan Amerika Serikat tentang denuklirisasi. Delegasi kembali ke Korea Selatan keesokan harinya dan mengumumkan pertemuan Moon dan Kim yang akan dilaksanakan di daerah Demilitarized Zone (DMZ).

Pertemuan yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat dunia pun terjadi. Pada tanggal 27 April 2018, Kim Jong Un dan Perdana Menteri Korea Selatan, Moon Jae In, bertemu untuk pertama kalinya di wilayah DMZ Korea Selatan. Dalam pertemuan ini, kedua pemimpin setuju untuk terus berkolaborasi demi mengakhiri Perang Korea secara formal dan mencapai Semenanjung Korea yang bebas nuklir.

Berujung Pertemuan antara Kim dan Trump

Adanya bukti kalau Korea Utara mau untuk diajak berkomunikasi membuat Amerika Serikat lebih yakin. Pada tanggal 9 hingga 10 Mei 2018, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo berkunjung ke Pyongyang untuk bertemu dengan Kim Jong Un. Pertemuan ini dilakukan guna membicarakan pertemuan Kim-Trump yang akan dilaksanakan di Singapura tanggal 12 Juni 2018. Dalam pertemuan tersebut, Kim juga setuju untuk membebaskan tiga warga Amerika Serikat yang ditahan di Korea Utara.

Di tanggal 15 Mei 2018, pihak Korea Utara sempat mengancam untuk membatalkan pertemuan dengan Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat yang masih melakukan latihan militer bersama. Menurutnya Korea Utara, hal ini tidak sesuai dengan semangat deklarasi yang ditandatangani oleh Kim dan Moon.

Pada tanggal 24 Mei 2018, Trump juga sempat membatalkan pertemuannya dengan Kim. Hal ini disebabkan oleh Trump yang masih ragu akan komitmen denuklirisasi Korea Utara. Namun, keesokan harinya, sebuah pernyataan dari Korea Utara meluluhkan hati Trump untuk tetap melaksanakan pertemuan tersebut.

Puncaknya, pada tanggal 12 Juni 2018, pertemuan pun dilaksanakan di Singapura. Trump dan Kim membicarakan agenda utama mereka, yakni denuklirisasi Korea Utara dan perdamaian di Semenanjung Korea. Pertemuan kedua yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 27-28 Februari 2019 besok akan masih mendiskusikan perkembangan dari pertemuan pertama tersebut.

Share: Sejarah Hubungan Kim Jong Un dan Donald Trump Sebelum Pertemuan di Singapura