General

Sederet Catatan Korupsi Mengerikan di Kementerian Agama

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Kementerian Agama (Kemenag) kembali digoyang kasus korupsi usai tertangkapnya Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Rommy, Jumat, 15 Maret 2019. Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kemenag. Ketiganya adalah Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanudin, Kepala Kantor Kementerian Agama Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi, dan Rommy.

Dalam kasus itu, KPK menduga Rommy, menerima uang Rp300 juta untuk membantu proses seleksi jabatan. Rincian uang itu berasal dari Haris Hasanudin yang memberikan uang Rp250 juta dan Muhammad Muafaq yang menyerahkan uang Rp50 juta. Uang itu diserahkan agar keduanya bisa mendapat jabatan sebagai pejabat tinggi di lingkungan Kemenag.

Baca Juga: Romahurmuziy, Ramalan Mahfud MD dan Nasib Koalisi Jokowi Jelang Pilpres 2019

KPK pun langsung bergerak cepat mengembangkan kasus tersebut dengan menggeledah sejumlah ruangan kerja di Kantor Kemenag dan Kantor Dewan Pengurus Pusat PPP. Di Kantor Kemenag, KPK menyita uang ratusan juta dalam bentuk rupiah dan dolar yang ditemukan penyidik di ruang Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada Senin, 18 Maret 2019.

Kabar Kemenag yang dihantam skandal korupsi ini sebenarnya bukanlah hal baru. Bahkan, KPK pernah melansir bila Kemenag menduduki peringkat terendah dalam hal indeks integritas yakni pada 2011 dan 2014. Pada 28 November 2011, KPK merilis survei integritas, di mana Kemenag menjadi kementerian dengan ranking terendah dalam pelayanan publik.

Survei tersebut dilakukan terhadap 89 instansi pusat, vertikal, dan daerah dengan jumlah responden mencapai 15.540 orang. Margin of error dalam survei ini hanya mencapai 5 persen, dengan layanan yang ditelusuri mencapai 507 unit. Lalu, pada 18 November 2014, KPK juga merilis survei yang sama, di mana Kemenag kembali mendapatkan catatan buruk.

Salah satu catatan buruk yang dilakukan Kemenag adalah soal pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA). Setidaknya ada total 26 unit yang mendapatkan nilai di atas rata-rata yakni 72, lalu di bawahnya ada 14 unit dan 2 unit yakni di Kemenag dan Kemenhub berada di bawah rata-rata. Survei itu sendiri dilakukan tertutup dengan kuesioner serta wawancara mendalam.

Benar saja, survei KPK itu bukan sekedar hiasan belaka. Banyak kasus korupsi yang terjadi di Kemenag. Selain skandal penangkapan Rommy, ada sejumlah kasus korupsi lainnya yang terjadi di Kemenag, apa saja?

Menag Said Agil Korupsi Dana Umat Tahun 2001

Dulu di era Presiden Megawati Soekarnoputri, Menteri Agama saat itu, Said Agil Husin Al Munawar, menjadi terdakwa dalam kasus korupsi Dana Abadi Umat dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1999-2003. Diketahui, kasus dugaan penyalahgunaan dana ibadah haji tersebut terjadi pada periode 2001-2005.

Saat itu, korupsi berawal dari keuangan tahun 1993-2001 yang seharusnya masuk ke Dana Abadi Umat, namun justru dikelola dalam tiga rekening yakni rekening dana abadi umat, dana kesejahteraan karyawan, dan dana korpri. Sejumlah dana yang seharusnya digunakan untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sarana ibadah tersebut diduga digunakan secara pribadi oleh Said Agil dan mantan Direktur Jenderal Bimas Islam Taufik Jami.

Kasus korupsi Dana Abadi Umat itu diduga merugikan negara yang mencapai Rp719 miliar. Saat itu, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada Said yang dinilai terbukti menggunakan Dana Abadi Umat dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak sesuai ketentuan.

Lalu, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 19 April 2006 memperberat vonis Said menjadi tujuh tahun penjara. Namun pada Agustus 2006, Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi memvonis Said Agil 5 tahun penjara atau sama seperti putusan PN Jakarta Pusat.

Korupsi Pengadaan Al Quran Tahun 2011

Lalu, kasus yang cukup menghebohkan Kemenag pada masanya adalah kasus korupsi pengadaan kitab suci Alquran di Kemenag dengan APBNP 2011 dan APBN 2012. Kasus itu berawal saat Kemenag memiliki dana Rp 22,855 miliar untuk pengadaan penggandaan Alquran tahun 2011 di Ditjen Bimas Islam.

Ada anggota Banggar DPR, Zulkarnaen Djabar, yang ikut terlibat dalam proyek pengadaan Alquran tersebut. Mirisnya, ia mengajak anaknya, Dendy Prasetia untuk membantuk proyek tersebut. Dendy Prasetya ini bertindak sebagai perantara dalam proyek tersebut bersama satu nama lain yakni Fahd A Rafiq.

Tak berhenti sampai di situ saja, proyek penggandaan Al-Quran berlanjut ke tahap kedua yakni melalui APBN 2012 senilai Rp 59,375 miliar. Zulkarnaen Djabar, Fahd A Rafiq, dan Dendy Prasetya kembali bermain. Pada September 2012, kerugian keuangan negara akibat korupsi pengadaan Alquran ini sebesar Rp 27,056 miliar.

Akhirnya pada 28 September 2017, Fahd divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim menyatakan Fahd terbukti menerima suap Rp 3,411 miliar. Adapun pasangan bapak-anak Zulkarnaen-Dendy, dihukum 15 tahun penjara untuk Zulkarnaen dan 8 tahun penjara untuk Dendy.

Kasus Korupsi Lab Madrasah Tsanawiyah

Tiga aktor korupsi pengadaan Alquran pada tahun 2011 lalu, Zulkarnaen Djabar, Dendi Prasetya, dan Fahd A Rafiq, ternyata juga pernah menggarap proyek korupsi lainnya bersama.Proyek pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang anggarannya ada di anggaran Kemenag tahun 2011 juga melibatkan ketiganya.

Pada kasus itu, secara keseluruhan, Zulkarnaen bersama Fahd dan Dendy menerima uang dengan nilai mencapai Rp14,39 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus. Ada pun rincian uang yang dikucukan untuk masing-masing proyek adalah Rp 4,74 miliar untuk proyek laboratorium komputer MTs, Rp 9,25 miliar untuk pengadaan Al-Quran tahun 2011, dan Rp 400 juta untuk pengadaan Al-Quran tahun 2012.

Pada 28 September 2017, Fahd divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim menyatakan Fahd terbukti menerima suap senilai Rp 3,411 miliar. Sementara pasangan bapak-anak Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetia, pada 30 Mei 2013 Pengadilan Tipikor menghukum Zulkarnaen 15 tahun penjara, denda Rp 300 juta dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 5,745 miliar.

Sementara, Dendy Prasetia dihukum 8 tahun penjara denda Rp 300 juta dan uang penggantiRp 5,745 miliar. Keduanya sempat banding atas vonis hakim namun ditolak majelis hakim. Mereka terbukti menggunakan jabatannya sebagai anggota DPR untuk mengintervensi pejabat Kemenag guna memenangkan perusahaan tertentu sebagai pelaksana proyek Alquran dan laboratorium.

Korupsi Dana Haji Menag Suryadharma Ali

Kasus yang juga menggemparkan Kemenag adalah ketika Ketua Umum PPP lainnya Suryadharma Ali (SDA) pernah terjerat kasus korupsi dan hingga saat ini masih mendekam di balik jeruji bisa. Pada 23 Mei 2014, KPK menyatakan SDA sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana haji. Selain sebagai Ketua Umum PPP, saat itu Suryadharma Ali juga masih menempati posisi Menteri Agama RI pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Kemudian, tak lama setelah ditetapkan sebagai tersangka, SDA menyatakan mundur dari posisi sebagai Menteri Agama. Mantan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Indonesia ini mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden SBY pada 28 Mei 2014.

Dalam sidang tanggal 23 Desember 2015, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut SDA dengan hukuman 11 tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa KPK menyebut SDA terbukti telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Menteri Agama selama pelaksanaan ibadah haji tahun 2010-2013.

JPU menyebut ada beberapa hal yang memberatkan Suryadharma Ali, antara lain dianggap berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan serta tidak mau mengakui dan menyesali perbuatannya, apalagi ia merupakan Menteri Agama dan ketua umum parpol Islam, sehingga harusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, termasuk kejujuran.

SDA saat itu dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Arab Saudi. Sidang putusan pada 11 Januari 2016 akhirnya menjatuhkan vonis kepada SDA dengan 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp1,8 miliar.

Menariknya, SDA sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Juni 2016 namun ditolak. Masa hukumannya justru diperberat menjadi 10 tahun penjara. Upaya hukum SDA bahkan terus berlanjut meski ia dipenjara. Pada 4 Juni 2018, ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun sampai hari ini SDA masih mendekam di balik jeruji besi.

Rapat Siluman Tahun 2017

Mirisnya, Kemenag juga pernah diguncang kasus korupsi dengan kedok rapat fiktif pada 2017 lalu. Saat itu, laporan keuangan mengungkapkan bahwa rapat digelar di hotel, meski akhirnya fakta menyebutkan bahwa rapat digelar di kantor. Dana yang sudah dikeluarkan pun tak digunakan semestinya.

Kabarnya uang rapat juga diduga menjadi sasaran korupsi. Kasus ini merupakan dugaan korupsi pengelolaan keuangan Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Tahun Anggaran 2014.

Penyidikan dilakukan oleh pihak Kejaksaan Agung sejak 31 Maret 2017. Pada praktiknya, kasus korupsi ini diduga dijalankan dengan cara menggunakan uang yang dianggarkan untuk mengadakan rapat di hotel, namun rapat justru diselenggarakan di kantor. Saat itu, negara mengalami kerugian mencapai Rp 1,1 miliar karena aksi tersebut.

Lalu, dalam kasus ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan dua orang tersangka yakni Kepala Bagian Set Dirjen Pendis Kemenag Maryatun Sanusi dan Iyan Sofyan yang kala itu menjabat sebagai Kasubag Perbendaharaan dan Pelaksanaan Anggaran. Beberapa rapat yang dimanipulasi adalah Rakor pelaksanaan anggaran tahun 2014, kegiatan penyusunan LK bagian keuangan, kegiatan penyusunan rencana kerja bagian keuangan, kegiatan himpunan pengelolaan keuangan APBN program pendidikan dasar.

Share: Sederet Catatan Korupsi Mengerikan di Kementerian Agama