Budaya Pop

REVIEW BUKU “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini”: Refleksi Jiwa Berbalut Kesederhanaan

Entol Muhammad Omar Gibran — Asumsi.co

featured image

“Nafas sebentar, apa sih yang dikejar?”

“Ada hari dimana kita begitu dekat dengan doa beberapa malam, tapi dia menjauh. Mungkin kita lupa “tidak” juga jawaban.”

Dua kalimat di atas adalah frasa yang paling saya sukai dari banyaknya frasa yang ada dalam buku Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI). Buku ini ditulis oleh Marchella FP yang juga menulis buku Generasi 90-an yang juga laku dipasaran. Buku kedua Marchella ini menjadi perhatian banyak orang karena cara memasarkannya yang unik. Tidak mengandalkan nama seperti penulis yang sudah terkenal, tapi Marchella membangun fanbase terlebih dahulu di sosial media Instagram. Ia seperti menunjukkan bagaimana bentuk dan konten buku ini, ia berinteraksi dengan pengikutnya seperti memberikan pertanyaan atau memberikan wadah untuk bercerita. Kalau kalian mengikuti sosial media NKCTHI berarti kalian sudah mendapatkan gambaran mengenai konten bukunya. Tapi, bagi kalian yang tidak mengikuti sosial medianya perlu kalian ketahui bahwa buku ini bukanlah buku novel seperti biasa. Mungkin ada beberapa orang yang bilang kalau buku ini adalah buku instagrammable. Buku yang setiap halamannya layak untuk diperlihatkan di sosial media kalian. Mirip kaya buku 88 Love Life karya Diana Rikasari.

Seperti yang saya bilang di atas bahwa cara Marchella untuk memberitahu kepada masyarakat mengenai karyanya berbeda pendekatannya. Selain membangun fanbase pada sosial media, Marchella juga membuat playlist di layanan streaming musik, Spotify. Playlist ini dibuat oleh Marchella untuk menemani kalian saat membaca bukunya. Jika kita menilai dari kurasi lagu yang dibuat oleh Marchella FP dengan judul playlist yang juga sama dengan judul bukunya “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini” terasa kalau feel yang ingin diberikan campur aduk. Ada yang memiliki rasa senang namun tidak berlebihan, rasa sedih yang juga tidak berlebihan dan sedikit rasa kecewa yang sama juga dengan perasaan lainnya, tidak berlebihan. Namun, semua lagu yang digabung menjadi satu playlist ini memiliki nuansa yang sama yaitu tenang dan sederhana. Bukan lagu yang kompleks yang harus dinikmati dengan keseriusan. Nuansa ini juga berhasil diberikan oleh Marchella FP dengan pilihan kata yang sederhana, ilustrasi yang tidak kompleks, bentuk huruf seperti tulisan tangan yang menggambarkan betapa personalnya setiap kata yang dipilih dan juga pilihan warna yang menenangkan.

Menurut saya, buku NKCTHI ini bisa ditaruh di rak motivasi atau self-learning karena isinya yang dibuat untuk kalian yang mau merefleksikan diri sendiri. Beda dengan buku-buku motivasi lainnya dimana para pembaca diberikan sebuah studi kasus permasalahan lalu diberikan jawaban yang paling bijak oleh penulis. Tapi, Marchella akan memberikan sepenggal kalimat. Lalu pembaca akan mengartikan sendiri kalimat tersebut sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh pembaca. Mungkin buku ini tidak untuk semua kalangan namun ada juga mereka yang menyukai buku seperti ini bahkan hingga bisa nangis tersedu-sedu tersentuh dengan beberapa kalimat yang disematkan dalam buku ini.

“Nafas sebentar, apa sih yang dikejar?”

Coba baca deh. Sederhana namun artinya bisa tidak sesederhana ini. Manusia terlalu mengejar kehidupannya sehingga ia melupakan “dirinya”. Jika kalian berargumentasi bahwa kalian sering olahraga di pusat kebugaran atau lari-lari lucu di Car Free Day, menurut saya itu bukanlah seluruh diri yang kita miliki. Kadang kita melupai bahwa manusia memiliki emosi.

Manusia berlomba-lomba untuk membuat kecerdasan buatan untuk robot. Namun, kita sendiri telah menjadi robot dan melupai bahwa kita memiliki emosi. Jiwa. Ruh.

Ada juga kalimat favorit saya lainnya yaitu,

“Ada hari dimana kita begitu dekat dengan doa beberapa malam, tapi dia menjauh.

Mungkin kita lupa “tidak” juga jawaban.”

Kita sebagai manusia pasti mau keinginan milik kita terkabul. Entah membeli handphone baru, mendapatkan beasiswa untuk bisa kuliah di luar negeri atau bahkan melanjutkan hubungan yang lebih serius dengan kekasih tercinta.

Kita tiba-tiba jadi lebih relijius dari hari-hari biasa. Panggilan untuk beribadah tidak pernah dilewatkan. Jika ada waktu luang, kita menyempatkan diri untuk membaca kitab agar citra dimata Yang Maha Kuasa ditingkatkan. Itu semua dilakukan oleh kita semua agar doa dan keinginan kita dikabulkan oleh Ia Maha Pemberi. Tapi egoismenya manusia kadang membuat kita lupa bahwa Tuhan juga bisa menjawab selain iya. Kita sebagai manusia kadang suka mensimplifikasi cara kerja Tuhan berdasarkan kitab yang ia turunkan dengan pemahaman yang berbeda-beda dari setiap pemuka agama. Manusia menganggap bahwa respon Tuhan akan A jika kita para manusia melakukan A.

Cara kerja Tuhan tidak sesederhana itu kawan. Manusia saja tidak bisa menilai manusia lainnya hanya dengan sekali lihat. Bahkan antara sahabat paling dekat sendiri tidak akan bisa menilai secara penuh bagaimana cara berpikir dan tingkah laku temannya seutuhnya. Manusia adalah salah satu makhluk hidup kompleks yang tidak bisa dipahami begitu saja dengan buku tulis psikologi atau buku kejiwaan paling kumplit. Setiap manusia berbeda antara satu dengan lainnya. Apalagi Tuhan. Zat yang menciptakan segalanya. Masa kita bisa mengetahui bagaimana cara Tuhan merespon sesuatu hanya berdasarkan beberapa lembar kertas. Tuhan bekerja secara misterius kawan dan jawaban dari doamu bukan hanya satu jawaban saja.

Buku ‘Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini’ mengingatkan bahwa sebagai manusia kita tidaklah sempurna dan tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi sempurna seutuhnya.

Nikmati hidup yang ada. Jika senang maka bersenanglah sesenang-senangnya, jika bersedih maka bersedihlah sesedih-sedihnya. Buku ini menjadi sebuah angin segar buat kalian yang ingin hatinya diketuk dan ditanyai kabarnya, tidak apa tidak bahagia. Tidak apa sedang terpuruk saat ini. Karena tubuh dan raga ini hanya kita yang mengetahui dan hanya kita yang bisa membuat diri kita berdiri kembali.

Share: REVIEW BUKU “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini”: Refleksi Jiwa Berbalut Kesederhanaan