General

PSI Tolak Poligami dan Janjinya dalam Mengangkat Kesetaraan Hak Perempuan

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Dalam dunia kontestasi politik, setiap partai yang menjadi peserta akan memiliki komitmennya masing-masing untuk dijadikan bahan kampanye. Orang-orang di dalam partai akan memilih isu-isu menarik yang sedang ramai dikeluhkan masyarakat kebanyakan. Misalnya, masalah ekonomi yang tak ada habisnya dibicarakan di negara berkembang seperti Indonesia.

Namun pilihan isu itu nampaknya kurang menarik bagi Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Berbeda dari kebanyakan organisasi politik, PSI justru mengambil isu-isu anti mainstream seperti keseteraan gender untuk perempuan.

Ketua PSI Grace Natalie bahkan kemarin menyatakan bahwa partainya tidak akan pernah mendukung praktik poligami. Sebab Grace mengacu pada hasil riset LBH APIK yang menunjukkan bahwa praktik poligami menyebabkan ketidakadilan pada perempuan, bahkan bisa berujung pada kekerasan dalam rumah tangga, sampai anak yang ditelantarkan.

Baca Juga: PSI Disuruh Fokus Pemilu Saja, Bisakah Partai Baru Memenuhi Ambang Batas Parlemen?

“PSI tidak akan pernah mendukung poligami. Tak akan ada kader, pengurus, dan anggota legislatif dari partai ini yang boleh mempraktikkan poligami,” kata Grace dalam pidato politiknya di Festival 11, yang diselenggarakan di Jatim Expo, Jalan A Yani,  Surabaya, Selasa, 11 Desember 2018 kemarin malam.

Tak cuman di kalangan internalnya saja, kata Grace, PSI juga akan memperjuangkan larangan poligami bagi pejabat publik di Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, serta Aparatur Sipil Negara, sebab mereka adalah panutan bagi masyarakat di Indonesia.

“Kami akan memperjuangkan revisi atas Undang-undang No.1 Tahun 1974, yang memperbolehkan poligami, karena poligami ini adalah bentuk ketidakadilan yang dilembagakan oleh negara ini,” tegas Grace.

UU Perkawinan dan Pernikahan di Agama

Dalam Festival 11 kemarin, PSI juga menyatakan komitnya untuk menentang keras poligami dan berjanji untuk mengubah aturan di dalam Undang-undang tentang Perkawinan yang diteken Presiden Soeharto dan Menteri/Sekretaris Negara Soedharmono pada 2 Januari 1974.

“Kami akan memperjuangkan revisi atas Undang-undang No.1 Tahun 1974, yang memperbolehkan poligami, karena poligami ini adalah bentuk ketidakadilan yang dilembagakan oleh negara ini,” ucap Grace.

Dalam Pasal 3 ayat 2 tertulis bahwa “Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.”

Baca Juga: “Bro” dan “Sis” PSI, Budaya Baru Politik Indonesia

Pada bagian PENJELASAN UMUM tertulis: Undang-undang ini menganut azas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkan, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang.

Memang, beberapa masyarakat Indonesia yang beragama Islam menganggap bahwa poligami adalah salah satu yang dianjurkan untuk bisa mencapai pintu surga. Namun nampaknya anggapan itu bisa  terjadi karena adanya pemotongan ayat di dalam kitab Al-Quran.

Hal ini yang sempat dikatakan oleh akademisi Islam peneliti isu poligami Nina Nurmila dalam sebuah video milik Vice Indonesia yang berjudul Heaven and Hell: Indonesia’s Battle Over Polygamy. Nina Nurmila mengatakan bahwa orang-orang cenderung mengartikan Surat An-Nisa hanya sepenggal, padahal tertulis jelas bahwa agama Islam menganjurkan umatnya untuk monogami.

Dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 3 dikatakan, “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”

Sedangkan dijelaskan pula dalam surat yang sama di ayat 29, “Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.”

Janji PSI Perjuangkan Hak Perempuan

Menolak aktivitas poligami bagi PSI adalah salah satu langkah dalam melindungi hak-hak perempuan. Grace pun sempat mengatakan bahwa undang-undang saat ini merupakan produk hukum yang dibuat oleh manusia dan bukan datang dari tuhan, maka dari itu UU masih memiliki kemungkinan untuk diubah.

“Kalau dirasa merugikan, banyak korbannya, lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Bisa kok tidak haram tidak menyalahi apapun untuk di-review kembali dan diubah. Kalau memang banyak korban-korbannya kenapa tidak,” usulnya.

Bentuk kekerasan yang paling jarang disadari sama perempuan dalam hubungan poligami adalah rasa cemburu yang disimpan berkepanjangan. Kecemburuan itu sendiri termasuk ke dalam kekerasan psikologis yang bagi sebagian orang justru dianggap sebagai jalan untuk masuk surga. Padahal, tidak ada satupun ayat dalam Al-Quran yang menyatakan bahwa dengan berpoligami mampu menajamin seseorang bisa masuk surga.

Isu poligami yang digaungkan oleh PSI tentunya masih menimbulkan pro kontra. Namun langkah ini menjadi bukti PSI cukup peduli dengan perempuan yang biasanya tersingkirkan di negeri yang menganut sistem patriarki seperti di Indonesia. Jika partai lain kerap terkendala karena kadernya kekurangan sosok perempuan, PSI justru melebihi syarat keterwakilan dengan kehadiran 45 persen calon legislatif perempuan.

“Dalam UU, syarat keterwakilan minimal perempuan adalah 30 persen. Tapi kita jauh melebihi syarat itu,” kata Ketua Umum PSI Grace Natalie saat mendaftarkan 575 bakal caleg DPR RI ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa, 17 Juli 2018 lalu.

Share: PSI Tolak Poligami dan Janjinya dalam Mengangkat Kesetaraan Hak Perempuan