Isu Terkini

Mengupas Tuntas Pengkaderan PKS Melalui Tarbiyah: Dari Kampus ke Senayan

Haifa Inayah — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Ketika mendengar nama Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sering kali hal yang pertama kali muncul di benak masyarakat adalah perannya sebagai partai kader. Ya, hadir sebagai anak kandung reformasi, PKS menjadikan kadernya sebagai pemeran utama penggerak partai, sehingga sulit sekali kita menemukan istilah “kutu loncat” atau “kader karbitan” di tubuh partai dakwah ini.

Tarbiyah dan PKS: Hubungan bapak dan anak?

Bagi PKS, salah satu tempat untuk menyemai para kader potensial adalah kampus. Melalui gerakan tarbiyah, PKS secara efektif menjaring kader-kader mudanya dari berbagai kampus ternama di Indonesia untuk kemudian berpolitik.

“Rekrutmen awal tentu kolamnya tarbiyah, karena kita yakin dengan kualitasnya,” ujar Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera kepada Asumsi pada 2 Februari lalu.

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera dalam wawancaranya bersama Asumsi pada Maret, 2018

Mardani kemudian menjelaskan secara lebih renci soal proses pengkaderan seorang pengikut Tarbiyah hingga menjadi calon legislatif dari PKS.

“Proses pertama kita ada pengajian setiap pekan, karena ini untuk menjaga keseimbangan ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah. Kedua, pelibatan dalam struktur kegiatan mulai dari level kelurahan, kecamatan hingga ke pusat di DPP. Ada learning by doing dan by process,” sambung Mardani lagi.

Selanjutnya, praktek berpolitik secara praktis mulai dilakukan melalui amal siyasi, atau amal politik di mana mahasiswa mulai berkarier dengan kegiatan yang mengadvokasi umat.

“Keempat, tentu pelibatan mereka dari pilkada dan pemilu yang membawa kita pada level yang kompetitif. Seperti Liga Inggris, selalu ada pertandingan dan kompetisi yang ketat,” ujar Mardani.

Dengan begitu terstrukturnya proses pengkaderan di tubuh PKS ini, maka tak heran jika pengamat politik yang juga pendiri Cyrus Network, Hasan Nasbi melihat hubungan tarbiyah dan PKS sebagai hubungan bapak dan anak.

“Hubungan tarbiyah dan PKS? ya bapak dan anaklah.” ujar Hasan kepada Asumsi pada Maret, 2018.

Tarbiyah: Pengkaderan Pohon Jati ala PKS

Menurut Mardani, pengkaderan jangka panjang bukanlah proses yang bisa dipotong seenaknya. Dirinya percaya, proses panjang dalam mengkader generasi muda PKS akan berbuah manis.

“Proses tarbiyah tuh seperti kita menumbuhkan pepohonan dan kami prinsipnya pohon jati. Pohon jati tuh 20 tahun bisa jadi baru bisa dipetik, tapi kokoh,” kata sarjana jurusan Teknik Mesin Universitas Indonesia itu.

“Itu bukan hanya sekali lempar tumbuh, tapi benihnya dibuat yang rapi, tanahnya dibajak dulu, ditanam, dikasih air, dirawat, dan dijaga,” papar Mardani yang bergabung dengan tarbiyah pada tahun 1987 tersebut.

Lebih jauh, Mardani menjelaskan bahwa proses pra-kaderisasi partai melalui tarbiyah ini sudah dimulai sejak tahun 1980an.

“Kan kita dari PK ya, PK tuh tahun 1999, tapi tarbiyah 1992 kali yah sudah ada,” katanya.

Geliat tarbiyah di kampus ternama

Salah satu atribut yang begitu identik dengan tarbiyah adalah aktivitasnya yang masif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di berbagai kampus ternama. Menurut Raihan Abiyan, mantan Ketua BEM FIB UI tahun 2014, dalam setiap gelaran pemilihan ketua BEM, kader tarbiyah selalu muncul dan ikut berkompetisi.

“Biasanya yang mau maju tarbiyah. Bagus, karena jadi selalu ada calon” ujarnya.

Mardani sendiri tidak menampik hal ini. Meskipun memang, titah untuk berkompetisi atau tidak di level BEM kampus tidak datang langsung dari PKS.

“Kalau kita otonom. Kita terserah mereka. Kami tidak ingin mereka dikarbit cepat-cepat jadi ketua BEM, karena kalau dikarbit ya matangnya enggak matang natural,” kata Mardani.

“Ketua BEM kan bukan tujuan. Tapi kita ingin memberi kontribusi lebih agar barisan dakwah di UI rapi, kaderisasinya bagus. Kan fungsinya tiga tuh; fungsi dakwah, akademik, karir.”

Selain membebaskan tarbiyah untuk menentukan sikapnya sendiri dalam pemilihan ketua BEM, Mardani juga menjelaskan bahwa kader tarbiyah tak melulu harus bergabung dengan PKS.

“Kalau mau ke partai lain juga boleh, tapi kan di partai lain tidak ada unsur dakwah. Kita kan bukan partai politik, kita partai dakwah. Kita enggak mau politik, kita maunya dakwah. Tapi ketika kita berdakwah, perlu back-up politik, kita masuk ke politik,” sambung Mardani.

Mardani Ali Sera bersama wakil Gubernur DKI, Sandiaga Uno. (Sumber foto: PKS Jakarta)

Menuju Pileg 2019, Dari Kampus ke Senayan

Menjelang Pemilu Legislatif (Pileg) 2019, saat partai lain tengah kalang kabut mencari kader untuk memenuhi kuota caleg di daerah tertentu, PKS justru bisa lebih rileks. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk memanen hasil pengkaderan yang dipupuk selama bertahun-tahun. Melalui tarbiyah, PKS sudah punya gudang kader yang bisa dibilang tidak terbatas.

“Untuk caleg muda, kita ada kuota 30 persen. Untuk pusat (DPR RI) itu ada 77 orang, di setiap dapil satu orang, untuk provinsi, per provinsi ada dua orang, begitu juga untuk kabupaten/kota,” ujar Mardani.

Tak cukup dengan tarbiyah, pria berusia 50 tahun itu juga bercerita soal upaya penjaringan anak muda potensial untuk bergabung dengan PKS melalui gerakan PKS Muda. Di PKS Muda, perekrutan kader berlangsung lebih cair. Mereka yang hendak bergabung dengan PKS namun tak ikut ber-tarbiyah di kampus, bisa bergabung lewat gerakan ini.

“Memang sumber utamanya dari tarbiyah, tapi PKS Muda ini sangat cair, bahkan di beberapa tempat, ini bukan islam saja yang ikut. DI PKS Muda, selain kader kami juga membuka kolam kedua, yaitu kolam simpatisan untuk ikut bergabung jadi caleg. Di sini ada juga artis, seperti Adly Fayruz,” lanjut Mardani.

Caleg PKS Muda yang juga selebriti, Adly Fayruz bersama presiden PKS, Muhammad Sohibul Iman. Sumber foto: PKS.ID

Lalu, apakah metode kedua ini menerima resistensi dari para kader tarbiyah yang telah bergabung sejak awal?

“Ya kalau resistensi di awal ada, tapi kita jelaskan bahwa kalau memang PKS ingin berkembang, maka keniscayaan kita memberi ruang bagi orang-orang baik yang selama ini belum bergabung dengan PKS,” katanya.

Mardani juga mengakui, lamanya proses pengkaderan PKS melalui tarbiyah bisa menjadi tantangan dalam proses berpolitik di Indonesia yang justru berubah sangat cepat.

“Karena lewat jalur tarbiyah itu akan sangat lama, baru bisa dicalonkannya masih lama karena prosesnya panjang,” sambung Mardani.

Hal ini senada dengan pandangan Hasan Nasbi. Menurutnya, proses pengkaderan seperti yang dilakukan PKS melalui gerakan tarbiyah memang efektif, namun kurang efisien dalam hal penjaringan massa yang lebih luas.

“Dari sisi kaderisasi yang gini tuh sebenarnya efektif karena sebenarnya mereka produksi kader terus, kan. Cuma kalau mau menjadikan organisasi massa, belum. Jadi minimal mereka punya backbone, embrio organisasi yang menopang organisasi.” demikian Hasan.

Dengan laporan Abdul Qowi dan Jessica Wowor

Share: Mengupas Tuntas Pengkaderan PKS Melalui Tarbiyah: Dari Kampus ke Senayan