Isu Terkini

Polemik Bocoran Mahfud MD soal Dugaan Jual Beli Jabatan Rektor UIN

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy pada Jumat, 15 Maret 2019 lalu benar-benar berbuntut panjang. Selain adanya dugaan jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag), kini kasus yang sama diduga juga merembet ke level universitas, dalam hal ini di Universitas Islam Negeri (UIN).

Polemik soal jabatan rektor UIN tersebut muncul ke permukaan setelah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD berbicara blak-blakan pada program acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, bertajuk ‘OTT Romy, Ketua Umum PPP: Pukulan bagi Kubu 01?’ pada Selasa, 19 Maret 2019 malam. Pada kesempatan itu, Mahfud meminta KPK mengusut dugaan jual beli jabatan rektor di sejumlah kampus UIN karena diduga melibatkan pihak Kemenag. Apa kata Mahfud?

Pada segmen akhir, Mahfud menceritakan mengenai dua sosok yang batal terpilih jadi rektor akibat Kemenag menerbitkan Permenag Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Rektor. Siapa saja mereka?

Andi Faisal Bakti Dua Kali Batal Dilantik Jadi Rektor

Salah satu sosok yang disebutkan Mahfud adalah Andi Faisal Bakti. Mahfud mengatakan Andi dua kali menang dalam pemilihan rektor di dua kampus UIN berbeda, namun tidak dilantik.

“Saya ingin lengkapi kasus-kasus agar selesai ini masalah. Masalah jual-beli jabatan melalui jabatan-jabatan yang tidak wajar, saya akan sebut satu per satu. Untuk UIN, itu ada satu kasus yang sangat luar biasa, itu Profesor Andi Faisal Bakti dua kali menang pemilihan rektor di UIN tidak diangkat,” kata Mahfud dalam akun YouTube Indonesia Lawyers Club, Selasa, 19 Maret 2019.

Pertama, Mahfud menjelaskan bahwa Andi menang dalam pemilihan Rektor UIN Makassar. Namun Andi justru tidak dilantik. “Tapi, begitu (Andi) menang, dibuat aturan bahwa yang boleh menjadi rektor di situ adalah mereka yang sudah tinggal di UIN itu 6 bulan terakhir paling tidak,” ucap Mahfud.

Baca Juga: Romahurmuziy, Ramalan Mahfud MD, dan Nasib Koalisi Jokowi Jelang Pilpres 2019

Lebih rinci, Mahfud mengungkapkan aturan soal harus 6 bulan tinggal tersebut justru baru dibuat sesudah Andi menang dalam pemilihan Rektor UIN Makassar. “Dibuat tengah malam lagi. Tidak dilantik. Saya ajak ke pengadilan, saya yang membantu, menang di pengadilan, inkrah, perintah pengadilan harus dilantik, tapi tidak dilantik juga, diangkat rektor lain,” ujarnya.

Tak hanya itu di UIN Makassar, Mahfud mengatakan Andi juga ikut dalam pemilihan Rektor UIN Jakarta dan berhasil menang. Namun, lanjut Mahfud, Andi lagi-lagi tidak dilantik. “Tahun lalu dia ikut pemilihan lagi, menang lagi, tidak dilantik lagi di UIN Ciputat, Jakarta, ini,” kata sosok yang pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan di era Presiden Abdurrahman Wahid tersebut.

“Andi Faisal Bakti masih ada orangnya ini, bahkan sumber yang saya cocokkan dengan Pak Jasin (eks Irjen Kemenag dan eks Wakil Ketua KPK) di sini tadi, Andi Faisal Bakti itu didatangi oleh orang, dimintai Rp 5 miliar kalau mau jadi rektor,” ujarnya.

Bantahan Rektor UIN Jakarta

Polemik soal isu dugaan jual beli jabatan rektor UIN itu pun ramai jadi sorotan. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Amany Lubis akhirnya angkat bicara dan membantah tudingan adanya jual beli jabatan rektor di lingkungan kampusnya. Amany yang merupakan Rektor UIN Jakarta terpilih periode 2019-2023, mengatakan proses pemilihan itu dilakukan secara objektif.

Amany menjabarkan empat poin terkait isu tersebut di website resmi UIN Jakarta www.uinjkt.ac.id. “Pertama, UIN Jakarta memiliki marwah dan reputasi yang harus dijaga oleh semua pihak,” kata Amany.

“Kedua, Rektor UIN Jakarta periode 2019-2023 dipilih secara objektif oleh Menteri Agama dan Komite Seleksi dengan  mempertimbangkan kapasitas dan integritas. Rektor UIN Jakarta terpilih sesuai prosedur, legal, dan konstitusional. Dalam pemilihan calon rektor (Pilrek) tidak dikenal istilah “menang-kalah”, tapi dipilih Menteri Agama berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 68 Tahun 2015.”

“Ketiga, dalam rangka proses Pilrek UIN Jakarta tidak terjadi politik uang (money politics). Kepada pihak luar diminta agar tidak turut campur untuk memperkeruh suasana, dan membangun opini negatif terhadap institusi UIN Jakarta. Bila memiliki bukti dugaan pelanggaran atau perbuatan melawan hukum, silakan laporkan kepada penegak hukum.”

“Keempat, UIN Jakarta ke depan ingin lebih maju dengan  reputasi internasional dan penting kerja sama serta saling percaya antara pimpinan dan sivitas akademika.”

Amany menambahkan tindakan tersebut semata-mata untuk menjaga marwah, nama baik, dan reputasi UIN Jakarta yang telah dibangun puluhan tahun dengan susah payah. UIN Jakarta, katanya, memiliki peran, baik di kancah nasional maupun dunia internasional, sebagai mercusuar Islam moderat dan melaksanakan moderasi beragama.

“Sesegera mungkin, segala tuduhan dan fitnah yang tidak berdasar dan tidak didasarkan kepada fakta, UIN Jakarta secara institusi akan melakukan tindakan tegas dan berkoordinasi dengan aparat kepolisian.”

Klarifikasi Mahfud MD Terkait Isu Jual Beli Jabatan Rektor UIN

Setelah isu dugaan adanya jual beli jabatan rektor di lingkungan kampus UIN merebak, Mahfud MD akhirnya memberikan klarifikasi agar tak terjadi kesalahpahaman. Pakar Hukum Tata Negara tersebut menegaskan bahwa ia tidak pernah menyebut masalah jual beli penetapan jabatan rektor di seluruh UIN atau IAIN se-Indonesia.

Mahfud menegaskan bahwa banyak yang salah paham soal penjelasannya di Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne, Selasa, 19 Maret 2019 lalu terutama soal isu jual beli jabatan rektor UIN. Menurut Mahfud, secara definitif, ia hanya menyebut tiga kasus jual beli jabatan rektor, yakni di UIN Makassar, UIN Jakarta, dan IAIN Meulaboh.

“Sejauh menyangkut penetapan rektor di UIN/IAIN scr definitif sy hny menyebut 3 kss yakni UIN Makassar, UIN Jakarta, IAIN Meulaboh. Tdk ada gebyah uyah. Semuanya hanya 3 dan semua ada nama subyeknya yg bs dikonfirmasi sbg sumber. Utk UIN Makassar subyeknya adl Andi Faisal Bakti,” kata Mahfud melalui akun Twitter @mohmahfudmd, Jumat, 22 Maret 2019.

Sejauh menyangkut penetapan rektor di UIN/IAIN scr definitif sy hny menyebut 3 kss yakni UIN Makassar, UIN Jakarta, IAIN Meulaboh. Tdk ada gebyah uyah. Semuanya hanya 3 dan semua ada nama subyeknya yg bs dikonfirmasi sbg sumber. Utk UIN Makassar subyeknya adl Andi Faisal Bakti.— Mahfud MD (@mohmahfudmd) March 21, 2019

Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan bahwa Andi Faisal Bakti (AFB) tidak dilantik sebagai rektor UIN Makassar oleh Kemenag meskipun menang pemilihan. Andi sempat menggugat ke PTUN, dan menang, namun tetap saja Kemenag tidak mengangkat Andi sebagai rektor UIN Makassar. “Hal itu tidak terkait Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 68 karena saat ini, tahun 2014/2015, PMA belum lahir.”

Lalu, kejadian serupa kembali dialami Andi ketika mengikuti pemilihan rektor di UIN Jakarta tahun 2018 lalu. Saat itu, Menteri Agama kembali tidak melantik Andi, yang menempati rangking 1, dan melantik orang lain sebagai rektor. Namun, Mahfud melihat hal itu tidak menyalahi prosedural lantaran memang kewenangan Menteri Agama untuk menetapkan 1 dari 3 yang diajukan UIN.

“Tetapi tetap ketidaksalahan prosedural itu jadi pertanyaan. Apalagi AFB ada periode sebelumnya pernah menang di pengadilan namun tidak dilantik.”

Lalu, Mahfud juga membeberkan kasus serupa di UIN Meulaboh yang dialami Syamsuar. Pada kasusnya, Syamsuar yang merupakan satu-satunya calon intern, namun dikalahkan oleh calon dari luar kampus. “Tidak diangkatnya Syamsuar itu menimbulkan ketidakpuasan, meskipun secara prosedur telah sesuai dengan peraturan,” kata Mahfud.

Dengan fakta-fakta yang ada tersebut, Mahfud pun menegaskan bahwa ia hanya mengungkap kasus di tiga kampus UIN itu saja, bukan di seluruh UIN yang ada di Indonesia. Sementara masalah urusan dagang jabatan, dibahas oleh pembicara-pembicara lainnya dalam penentuan jabatan yang berujung pada operasi tangkap tangan eks Ketua Umum PPP Romahurmuziy atau Rommy.
“Saya juga tidak pernah mengatakan bahwa dalam pengangkatan rektor UIN Jakarta ada suap sebesar Rp5 miliar,” kata Mahfud.

Mahfud menegaskan perihal uang Rp5 miliar bahwa ia hanya menyampaikan bahwa bersama mantan Irjen Kemenag M Jasin mendapatkan informasi tentang adanya pihak yang datang ke AFB meminta uang tersebut. “Tapi saya tidak menyebut apa itu benar dan siapa yang meminta. Sebab bisa saja itu hanya orang yang mengaku-aku utusan jabatan,” ucap Mahfud.

Share: Polemik Bocoran Mahfud MD soal Dugaan Jual Beli Jabatan Rektor UIN