Isu Terkini

Perusahaan Susu Formula di Indonesia Gencar Beriklan di Media Sosial, Melanggar Kode WHO?

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Di tengah pandemi COVID-19, sejumlah perusahaan susu formula untuk bayi di Indonesia mengubah strategi pemasaran. Produk-produk susu formula untuk anak di bawah usia tiga tahun dipromosikan di internet dengan mengikutsertakan para ibu, yang menurut hasil investigasi The Bureau of Investigative Journalism melanggar ketentuan dari WHO tentang pemasaran susu formula.

Hasil investigasi yang bekerja sama dengan Tempo ini menyorot perusahaan seperti Nestle dan Danone.

Dancow, merek susu formula milik Nestle, mengadakan webinar tentang nutrisi anak dan festival bertajuk ParentFest yang menghadirkan dokter anak dan influencer media sosial sebagai pembicara. Turut menampilkan produk susu formula di acaranya, festival ini diselenggarakan dalam rangka mendukung para ibu “belajar dari rumah” selama PSBB.

Hal serupa juga diselenggarakan oleh SGM, merek susu formula dari perusahaan Danone. Perusahaan tersebut mengajak konsumen untuk berinteraksi dengan psikolog anak dan ahli nutrisi yang sedang tampil sebagai pembicara lewat Instagram dan WhatsApp. Danone juga mendorong para ibu untuk menghubungi layanan pelanggan mereka di Facebook jika ada pertanyaan seputar pertumbuhan dan perkembangan anak.

Menurut kode etik WHO tentang pemasaran susu formula, produk susu pengganti ASI (PASI) tidak boleh dipromosikan walaupun tersedia di pasaran bagi ibu yang membutuhkan. Kode etik ini diluncurkan pada 1981, ketika perusahaan seperti Nestle gencar melakukan pemasaran susu formula di negara-negara berkembang, sehingga menarik perhatian internasional dan memantik aksi boikot. Kode etik ini juga mengkampanyekan agar ibu dapat memberikan ASI untuk anak mereka.

Mencakup produk PASI seperti susu formula bayi, susu formula lanjutan, dan susu balita di bawah usia 3 tahun, kode ini melarang produk PASI diiklankan atau dipromosikan dalam bentuk apa pun ke publik. Produsen dan distributor PASI juga tidak boleh memberikan sampel produk mereka ke ibu hamil, ibu, atau anggota keluarga lainnya. WHO pun melarang perusahaan untuk berkomunikasi atau memberikan saran kepada ibu hamil dan ibu secara langsung maupun tidak langsung.

Namun, dalam implementasinya, Nestle sempat mempromosikan produk susu formula untuk anak berusia di atas 1 tahun di Facebook. Sejak Maret 2020, Nestle pun memperkenalkan jargon iklan seperti “Bunda, Lindungi Si Buah Hati” dengan menyertakan gambar anak yang sedang minum susu formula. Ada pula tagar #DancowLindungi yang disebarkan lewat media sosial.

Sementara itu, Danone dengan program “mombassador” mendorong perempuan berusia 21-35 untuk menjadi duta merek susu SGM sejak 2014. Mereka didorong untuk menjadi host sejumlah acara “parenting” di puskesmas-puskesmas. Mereka juga diminta untuk membuat konten online yang mempromosikan SGM.

Danone mengklaim terdapat 400 mombassador yang tersebar di seluruh Indonesia. Kepada Bureau, sejumlah mombassador ini mengatakan mereka ditawarkan ikut kelas rutin mengenai perkembangan anak dan nutrisi. Ada pula kelas memotret dan mengolah foto, menulis konten media sosial, dan teknik membuat vlog.

Ahli nutrisi UNICEF David Clark menilai para ibu ini dimanipulasi. “Bukannya apa yang mereka lakukan tidak baik, tapi mereka dimanipulasi. Tak diragukan lagi para ibu yang menjadi blogger dan duta ini terlibat dalam bentuk promosi yang dilarang oleh WHO,” ujar Clark kepada Bureau.

Danone membantah hal ini. Pihak mereka mengatakan program mombassador ini murni bertujuan untuk berbagi informasi dan bukan untuk mempromosikan produk susu formula bayi. Mereka juga memastikan semua peserta mombassadar mematuhi prinsip-prinsip Kode WHO dan aturan tentang produk PASI dari Danone.

Sama dengan Danone, Nestle juga menegaskan bahwa teknik pemasaran mereka tidak melanggar Kode WHO ataupun hukum yang berlaku di Indonesia. Kepada Tempo, Direktur Corporate Affairs Dancow Debora R Tjandrakusuma mengatakan bahwa Dancow bukanlah susu formula, melainkan susu pertumbuhan untuk anak di atas usia 1 tahun. Susu ini dikatakan merupakan makanan pendamping dalam masa transisi ke diet keluarga yang bervariasi.

Mengacu pada Pasal 47 Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang “Label Iklan Pangan,” Debora mengatakan tidak ada larangan untuk memasarkan produk Dancow ini di Indonesia.

Indonesia memang belum mengimplementasikan seluruh kebijakan dalam Kode WHO. Pada Mei 2020, WHO mengeluarkan laporan bertajuk “Marketing of brest milk substitutes: national implementation of the international code”. Laporan ini menyorot bahwa walaupun 70% dari 190 negara yang menjadi anggota WHO telah mengimplementasi Kode WHO dalam aturan hukum mereka, hanya 25 negara yang meingimplementasikannya secara penuh.

Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Nia Umar, mengamini bahwa perusahaan-perusahaan ini memanfaatkan celah dalam hukum untuk mempromosikan produk mereka. “Perusahaan-perusahaan itu berpromosi secara bebas, tetapi mereka tidak melanggar hukum karena tahu celahnya, dan secara tidak etis memanfaatkannya untuk promosi,” katanya kepada Bureau.

Gencarnya perusahaan mempromosikan produk susu formula mereka di Indonesia berbarengan dengan semakin berkurangnya tren pemberian ASI. Data survei dari Kementerian Kesehatan Indonesia pada 2017 menunjukkan hanya 38% ibu yang menyusui anaknya dengan ASI eksklusif hingga usia enam bulan. Pada 2012-2017, persentase anak di bawah lima tahun yang belum pernah diberi ASI meningkat dari 8% menjadi 12%.

WHO melaporkan bahwa anak yang tidak diberikan ASI secara ekslusif punya risiko kematian 14 kali lebih tinggi daripada yang diberikan ASI. ASI diketahui telah mencegah terjadinya sindrom kematian anak, berkontribusi terhadap perkembangan anak di usia dini, dan mengurangi risiko obesitas, diabetes tipe II, dan leukimia.

“Tak berlebihan untuk mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan ini telah melanggar kode dengan mendorong orang lain untuk berpromosi dengan kata-kata mereka sendiri. Kami sangat khawatir praktik ini akan mempengaruhi keputusan orang [dalam membeli produk susu formula],” tutur ahli nutrisi anak WHO, Laurence Grummer-Strawn, kepada Bureau.

Share: Perusahaan Susu Formula di Indonesia Gencar Beriklan di Media Sosial, Melanggar Kode WHO?