Isu Terkini

11 Pertanyaan Etis tentang Pandemi COVID-19

MM Ridho — Asumsi.co

featured image

Pandemi bukan hanya ujian bagi kesehatan, tetapi juga moralitas. Kita tahu tempat-tempat berkumpul–mal, restoran, sekolah–ditutup. Kita dianjurkan untuk tetap berada di rumah. Namun, kadang kita tergoda juga untuk membangkang sambil berdalih, “Ah, nongkrong sekali saja, tidak akan menyakiti siapa pun.”

Bahkan ketika kita berusaha untuk melakukannya dengan banyak pertimbangan, ada pertentangan batin yang muncul: Apakah perbuatan saya melanggar etika? Apakah saya sampah masyarakat?

Direktur Divisi Etika Medis di Grossman School of Medicine di New York University, Arthur Caplan, menjawab 11 pertanyaan etis terkait pandemi yang diajukan Time. Kami menyadurnya, agar ringkas dan sesuai dengan konteks Indonesia, di bawah ini.

Saya masih muda, sehat, dan kota yang saya tinggali belum sepenuhnya ditutup. Haruskah saya tetap di rumah dan menerapkan social distancing atau malah keluar untuk mendukung bisnis-bisnis lokal seperti restoran dan kafe dengan memberikan tip?

Kamu harus tetap di rumah. Jika ingin makanan dari restoran atau kafe, pesan dan berikan tip. Jangan nongkrong di tempat-tempat umum. Ingat, bahkan jika kamu masih muda dan sehat, kamu masih berisiko menjadi pembawa penyakit yang dapat menginfeksi orang lain. Untuk ke restoran atau kafe, misalnya, naik ojol atau transportasi publik bisa membuatmu terkena virus. Pikirkan keberadaan orang-orang rentan di rumahmu. Bisnis-bisnis lokal pasti lebih kuat menahan keadaan ini selama dua atau tiga minggu dibandingkan orang-orang rentan ketika dihadapkan dengan virus.

Tapi bukankah memesan makanan juga tidak etis? Kan, saya dapat menyebabkan kurir terpapar virus juga?

Saya pikir kamu masih boleh memesan; suruh orang yang mengantar meninggalkan makanan di depan pintu dan pergi. Lagipula, perusahaan-perusahaan ojol sudah menerapkan protokol itu sekarang. Jangan bertransaksi menggunakan uang tunai untuk menghindari kontak fisik. Pakailah opsi uang elektronik, kamu bisa pilih salah satu dari sekian banyak dompet elektronik yang tersedia.

Jika saya punya anak, bolehkah saya membawa mereka berjalan-jalan ke luar rumah?

Boleh saja, tapi tetap perhatikan social distancing. Biarkan mereka bermain, tetapi jauhkan dari anak-anak lain. Hati-hati dengan anakmu sendiri atau orang lain yang bersin atau batuk. Dan jika kamu memiliki anak yang sangat kecil, perhatikan benda yang mereka masukkan ke mulut. Mereka bisa membawa atau menyebarkan virus melalui mainan di taman bermain.

Misalkan saya orangtua dan harus bekerja dari rumah. Apakah saya dapat menggunakan jasa pengasuh untuk mengawasi anak-anak supaya saya dapat menyelesaikan pekerjaan saya?

Sejujurnya saya tidak berpikir ada pengasuh yang mau keluar rumah. Sekalipun mereka mau, ingatlah bahwa mereka mungkin bisa terinfeksi dalam perjalanan. Lain soal kalau sejak awal ia sudah tinggal di rumahmu, atau ia tetanggamu dan kamu yakin selama pandemi ia berdiam diri di rumah dan tidak terpapar. Tapi itu bukan situasi yang umum.

Boleh berhubungan seks dengan pasangan?

Tidak. Kecuali jika kamu dan pasanganmu sudah dinyatakan aman secara medis dengan melakukan tes. Begitu pula dengan ciuman. Saya pikir terlalu berisiko, salah satu di antara kalian mungkin saja terinfeksi. Kadang orang-orang tua juga masih aktif berhubungan seks, maka penting untuk menjelaskan risiko ini kepada mereka. Mereka lebih rentan.

Itu jawaban secara etis atau medis?

Berhubungan seks adalah pilihan, dan itu lebih dari sekadar perkara medis. Kamu perlu memutuskan secara etis jika kamu ingin menempatkan pasanganmu dalam risiko hanya demi memuaskan diri sendiri. Seberapa keras kamu mengajak pasanganmu bercinta? Bagaimana jika kamu baru saja bertemu dan belum benar-benar saling mengenal? Bagaimana jika agama mengizinkan tapi dokter mengatakan tidak?

Apakah etis mengunjungi kerabat yang sakit (selain COVID-19)?

Saya pikir, ini tergantung konteksnya. Kamu tidak perlu mengunjungi keponakanmu yang berusia 23 tahun jika dia sakit. Kamu dapat menghubunginya melalui video call, aplikasi perpesanan, atau pesan singkat. Namun, saya pikir, tak masalah mengunjungi kerabat yang sakit jika ia perlu dibantu untuk makan dan beraktivitas, terutama jika kondisinya tidak memungkinkan untuk beraktivitas secara mandiri. Ada juga risiko jatuh jika orang sakit dibiarkan sendiri. Tetapi kamu perlu mempertimbangkan bagaimana caramu untuk sampai di sana. Sebisa mungkin, gunakan kendaraan pribadi agar terhindar dari resiko terpapar orang lain di perjalanan. [Catatan: Jika kerabatmu yang sedang sakit memiliki masalah imun, kamu harus memeriksakan diri ke dokter sebelum berkunjung.]

Satu lagi pertanyaan sebagai orangtua: jika tempat-tempat penitipan anak tetap buka, apakah boleh menitipkan anak?

Tempat penitipan anak tutup semua, dan memang semestinya begitu. Jika ada pusat penitipan anak yang tetap buka, saya lebih mengkhawatirkan anak-anak membawa sesuatu ke rumah dan akan menginfeksi kamu atau orang lain di rumah. Sekali lagi, dalam masa karantina, bisnis apa pun tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Bisakah saya ke apotek jika perlu?

Jika harus mengambil obat, tentu saja kamu harus ke apotek, tetapi banyak apotek sudah menerapkan transaksi online dan mengirim pesanan ke rumah. Ada beberapa pilihan seperti GoApotik, Klik Apotek, K24, Kalbe Store, Klinik Alfa Medika. Kamu tinggal memilih. Jika terpaksa ke apotek, cobalah untuk membuat daftar belanjaan dan membeli untuk jangka waktu yang cukup panjang.

Apakah etis menemui dokter untuk masalah yang tidak mendesak?

Tidak. Hubungi saja doktermu dari rumah. Atau kamu bisa memanfaatkan layanan dokter online seperti HaloDoc. Saya pikir dengan adanya pandemi ini, akan ada lebih banyak telemedicine di masa depan. Jika ada janji yang harus dilakukan secara langsung tetapi tidak mendesak—seperti pemeriksaan tahunan atau tindak lanjut enam bulan untuk mengganti atau mencabut pen di tulangmu—lebih baik untuk menundanya sementara.

Bolehkah mengadukan rekan kerja yang menunjukkan gejala-gejala COVID-19 ke pasangannya atau ke atasan?

Orang-orang yang tampak sakit sebaiknya mengurus diri sendiri. Saya menyarankan untuk berbicara dengan mereka secara langsung sebelum berbicara dengan pihak ketiga seperti pasangannya atau atasan kalian. Saya biasanya cuek kepada orang yang tidak peduli terhadap gejala-gejala penyakit mereka. Tapi, dalam hal ini saya pikir tidak apa-apa untuk sedikit bawel.

Share: 11 Pertanyaan Etis tentang Pandemi COVID-19