Budaya Pop

Persija Juara, Rakyat Berpesta

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Tumbuh dan berkembang sepenuhnya di kota Jakarta membuat saya amat cinta dengan kota ini. Terlepas dari permasalahan-permasalahan di dalamnya, Jakarta telah menjadi tempat saya belajar sekaligus memahami kehidupan. Salah satu bentuk nyata kecintaan saya pada ibukota Indonesia ini tersalurkan dengan setia mendukung Persija, klub sepak bola kebanggan Jakarta.

Bagi saya, kecintaan terhadap klub ini bisa dibilang dimulai ketika usia saya menginjak usia 9 tahun. Sayangnya saat itu, sekitar tahun 2006, sulit bagi saya untuk membuktikan kecintaan saya dengan menyaksikan pertandingan secara langsung di stadion. Adalah izin orangtua yang menjadi tantangan supaya bisa bersorak bersama The Jakmania lain demi mendukung para pemain Persija bertanding. Namun begitu, setiap ada layar kaca yang menayangkan pertandingan Persija, saya selalu berusaha untuk menonton sampai peluit berbunyi.

Selain masalah keamanan, ketidakjelasan jadwal dan tempat bertanding juga menjadi penghalang saya buat menonton. Entah berapa stadion yang sudah ditaklukkan para Macan Kemayoran ini sejak 2006 dan tak bisa saya saksikan langsung di tempat. Sedihnya, sejak saya loyal terhadap Persija, sejak saat itu pula saya enggak pernah menyaksikan Persija meraih gelar juara liga sepak bola Indonesia.

Kembali pada musim 2006 lalu, mungkin saya tidak merasa ada masalah di balik kekalahan Persija. Mungkin memang performa mereka yang lagi enggak maksimal. Saya masih ingat, dua belas tahun lalu, Persija kala itu menyelesaikan babak reguler peringkat dua dan hanya terpaut satu poin dari Arema Malang. Memang, Persija kandas di babak 8 besar. Namun tidak masalah, baru juga lima tahun tidak juara. “Biasa lah itu,” pikir saya. Persija pun sudah bermain dengan cukup baik di musim tersebut.

Seiring waktu berjalan, saya melihat klub-klub lain juara. Mulai dari Persik Kediri, Arema Malang, Persipura Jayapura, dan tentunya rival abadi Persija, Persib Bandung. Namun, juara liga tak kunjung menghampiri tapi kesabaran saya, dan mungkin pendukung Persija lainnya, tak kunjung habis untuk menanti datangnya hari di mana Persija menjadi juara. Pergantian manajemen nampak tidak memberikan hasil apa-apa. Sampai akhirnya, 12 tahun kemudian, saya bisa menikmati kemenangan Persija menjuarai kasta tertinggi sepak bola Indonesia, yang saat ini bernama Liga 1.

Ketika usia beranjak dewasa, saya pun bisa mendapatkan izin orang tua untuk mengenakan baju oranye khas Persija dan berteriak di stadion mendukung para atlet bermain. Memasuki partai pamungkas musim 2018 melawan Mitra Kukar, sayang sekali saya belum bisa mewujudkan impian saya karena kehabisan tiket yang dijual secara resmi. Mau tidak mau, saya harus menonton dari layar kaca. Kemenangan Persija setelah 17 tahun puasa gelar liga pun saya rasakan dari rumah saja. Meski begitu, tidak berkurang sedikit pun rasa senang dan bahagia saya. Bagi saya, mendukung Persija bisa dilakukan lewat segala media, dan itu adalah lambang sempurna kecintaan saya pada ibu kota.

Ketika Persija mengadakan pawai hari Minggu tanggal 15 Desember 2018 kemarin, saya tidak ingin lagi melewatkan kesempatan yang begitu langka. Saya “harus” mengarak tim favorit saya bersama dengan Jakmania yang lain, itu tekad saya selama seminggu ini. Maka dari itu, saya memutuskan tidak membawa kendaraan bermotor supaya saya bisa berjalan kaki, menunggu arak-arakan para pemain yang menggunakan bus tingkat di Monumen Selamat Datang. Ternyata, banyak juga yang sepemahaman dengan saya.

The Jak Mania mendukung rombongan parade Persija dari Senayan di Monumen Selamat Datang. Foto: Hafizh/Asumsi.co.

Saya menunggu sekitar satu setengah jam. Rombongan yang datang dari Senayan mulai sampai di Monumen Selamat Datang sekitar pukul setengah sepuluh pagi. Terlihat kibaran bendera Persija dalam berbagai desain yang membuat bulu kuduk saya merinding. Selain itu, flare warna warni pun turut menghiasi jalanan. Indah dan sempurna. Warga Jakarta nampak amat berbahagia.

Kibaran bendera Persija dalam beragam bentuk mulai terasa di Monumen Selamat Datang. Foto: Hafizh/Asumsi.co.

Seketika bus tingkat dengan atap terbuka yang diisi oleh tim Persija datang. Saya pun tidak lupa untuk turut mengabadikan momen tersebut. Melihat Andritany mengangkat trofi di atas bus membuat saya terharu. Saya begitu bahagia dapat merayakan satu momen yang sudah ditunggu belasan tahun oleh warga Jakarta. Satu momen yang dirayakan masyarakat hari itu dengan berbagai cara. Ada yang naik sepeda, mengendarai motor, menggunakan mobil, atau bahkan jalan kaki. Saya pribadi memilih opsi yang terakhir, agar tidak kesulitan nantinya.

Bus tingkat atap terbuka membawa tim Persija yang baru saja memenangkan Liga 1. Foto: Hafizh/Asumsi.co.

Saya berjalan kaki mengikuti rombongan dari Monumen Selamat Datang hingga ke Balai Kota. Di sana, Persija disambut oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Setelah sampai di Balai Kota, perjalanan pun saya akhiri. Rasa bahagia ini seolah-olah membayar penantian panjang saya. Penantian panjang dalam mencintai ibu kota dengan cara yang paling sempurna berdasarkan definisi subyektif saya. Mendukung Persija.

Hafizh Mulia adalah mahasiswa tingkat akhir program sarjana di Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Tertarik dengan isu-isu ekonomi, politik, dan transnasionalisme. Dapat dihubungi melalui Instagram dan Twitter dengan username @kolejlaif.

Share: Persija Juara, Rakyat Berpesta