Isu Terkini

Napi Koruptor Tetap Nyaleg, Apa Tindakan yang Bisa Diambil Penyelenggara?

Christoforus Ristianto — Asumsi.co

featured image

Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menutup pendaftaran calon legislatif (caleg) pada Selasa (17/7/2018). Sebelumnya, pendaftaran caleg sudah dibuka pada 4 Juli 2018. Partai politik berjibaku dalam memasukan daftar nama calon wakil rakyat yang pasti dan akan bertarung untuk ke parlemen di Senayan.

Guna mendapatkan caleg yang berkualitas, KPU menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 14 dan 20 Tahun 2018. KPU mewajibkan semua partai politik menandatangani pakta integritas yang berisi tiga aspek. Pertama, komitmen partai untuk memilih caleg berintegritas: tidak terlibat korupsi, nepotisme, dan melanggar hukum. Kedua, nama calon bukan mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba. Ketiga, sanksi pembatalan akan diterapkan KPU apabila nama usulan caleg melanggar aspek kedua.

Kendati demikian, banyak pihak yang kontra akan peraturan tersebut lantaran PKPU tidak memiliki landasan hukum karena bertabrakan dengan regulasi yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang (UU). UU menjamin hak politik setiap warga negara, termasuk mantan narapidana korupsi.

Tak pelak, sejumplah partai politik tetap mengajukan mantan napi korupsi jadi caleg. Seperti dari Partai Golkar mencalonkan dua kader yang berstatus napi korupsi, yakni Ketua DPD I Golkar Aceh TM Nurlif dan Ketua Harian DPD I Golkar Jawa Tengah Iqbal Wibisono untuk di DPR.

Nurlif pernah dipenjara 16 bulan lantaran terlibat dalam perkara suap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 yang dimenangi Miranda Gultom. Adapun Iqbal Wibisono dipenjara 1 tahun dalam perkara korupsi  dana bantuan sosial Pemprov Jawa Tengah di Wonosobo pada 2008.

Tak hanya Nurlif dan Iqbal, Partai Gerindra juga mendaftarkan Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta  M Taufik sebagai  caleg DPRD  DKI. Taufik pernah divonis 18  bulan penjara lantaran dinyatakan terlibat dalam perkara korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.

Anggota KPU Pramono Ubaid menyatakan, KPU akan memverfikasi syarat pendaftaran dan mempelajari kasus hukum para caleg mantan napi korupsi. “KPU akan memeriksa para caleg bekas korupsi. Tapi, beritakan saja terus, justru hal tersebut akan merugikan partai,” kata Pramono kepada Asumsi.co, Kamis (19 Juli).

Pramono juga membenarkan akan beberapa figur mantan napi korupsi yang mendaftar sebagai caleg. Hasil pemeriksaan terhadap figur napi korupsi nantinya akan disampaikan kepada masing-masing partai politik. Ia menambahkan, keputusan Mahkamah Agung (MA) atas uji materi tentang PKPU tidak akan mengubah tahapan pemilu 2019.

“Kami berharap MA bisa memutuskan uji materi ini sebelum penetapan daftar calon sementara (DCS). Berdasarkan tahapan Pemilu, penetapan DCS dilakukan pada 8-12 Agustus 2018,” tuturnya.

Empat Cara Untuk Permalukan Caleg Koruptor

Sementara itu, Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM Bahruddin menyarankan, KPU sebagai penyelanggara pemilu perlu mengintervensi dengan membuat regulasi yang sejalan dengan demokrasi. Salah satunya dengan mempermalukan koruptor.

“Mempermalukan koruptor telah terbukti efektif menjadi strategi regulasi saat ini,” paparnya.

Ada empat cara mempermalukan koruptor, lanjutnya, pertama, KPU memasukkan kampanye antikorupsi dalam kegiatan pemilu agar masyarakat cerdas dalam memilih caleg di daerahnya. Kedua, KPU berwenang memberikan perlakukan khusus kepada caleg napi korupsi di kertas suara. Tanda tersebut menjadi pengingat bahwa ada bekas napi korupsi yang menjadi caleg.

Ketiga, caleg tersebut dipermalukan di tempat pemungutan suara di mana dia terdaftar sebagai pemilih. Hal tersebut tentu menekan elektabilitas calon di wilayahnya. Keempat, KPU dapat memberikan rating kepada partai politik peserta pemilu.

“Misalnya menggunakan simbol tikus yang berarti ada satu caleg bekas napi korupsi. Jadi, masyarakat lebih mudah mengetahui komitmen partai dalam pakta integrasinya,” tukasnya.

Share: Napi Koruptor Tetap Nyaleg, Apa Tindakan yang Bisa Diambil Penyelenggara?