Isu Terkini

Penghapusan Daftar Obat Kanker yang Dijamin BPJS dan Janji Jokowi yang Terlupakan

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Seorang pasien kanker bernama Juniarti berencana menggugat Badan Pelayanan Jaminan Kesehatan (BPJS) dan Presiden Joko Widodo ke pengadilan. Gugatan itu ingin dilayangkannya karena terkait kebijakan penghapusan daftar obat kanker Trastuzumab dari daftar obat yang dijamin oleh BPJS Kesehatan.

“Minggu depan kami ajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Kuasa hukum Juniarti, Hemasari Dharmabumi dilansir dari CNNIndonesia.com, pada Selasa, 17 Juli 2018.

Kisah Yuniarti Tanjung alias Juniarti yang didiagnosis kanker payudara HER2 positif dan berada di stadium 3B ini membutuhkan obat kanker herceptin atau nama lainnya trastuzumab. Obat itu ia butuhkan karena disebut efektif bisa memperpanjang usianya. Sayangnya, obat itu justru dihapus oleh BPJS Kesehatan.

Padahal, obat trastuzumab sendiri sudah terbukti masuk ke dalam jenis obat yang harus diresepkan dalam Formularium Nasional tahun 2018 untuk pengidap kanker HER2 positif, dan baru ditandatangani 28 Desember 2017 oleh Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek yang berlaku untuk tahun 2018.

Tapi, sejak 1 April 2018, obat yang dibutuhkan Juniarti itu dihentikan penjaminannya. Sedangkan, Juniarti baru terdiagnosis sebagai pengidap kanker pada bulan Mei 2018.

“Standar di kemo dengan obat itu. Dia (Yuniarti) menggunakan obat target terapi dengan kemo biasa, saya pesimis karena kecepatan perkembangan pembelahan kankernya kan sampai 70 persen, kalau kemo biasa selesai bisa tumbuh lagi. Kalau dengan trastuzumab bisa hancur,” ujar suaminya, Edy Haryadi dilansir dari detikHealth pada Selasa, 17 Juli 2018.

“Saya tidak berharap pengobatannya tuntas, hanya ingin hidupnya lebih panjang. Kalau dengan kemo biasa mungkin hanya 1,5 tahun sudah bersyukur, tapi dengan trastuzumab bisa mungkin 10 tahun. Enggak muluk-muluk, biar istri saya bisa lihat anak tunggal kami Raka Arung Aksara bisa menyelesaikan kuliah, syukur-syukur bisa melihat sampai menikah,” kata Edy berharap.

Mengingat Janji Jokowi Beberapa Bulan Lalu

Belum hilang dari ingatan kita ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar silaturahim dengan Keluarga Besar Yayasan Kanker Anak Indonesia di Istana Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 6 April 2018 lalu. Dalam kesempatan itu, Jokowi memastikan Pemerintah bakalan ngasih dukungan kepada para pengidap kanker untuk sembuh dari penyakitnya.

“Saya kira ini Yayasan Kanker Anak Indonesia ini memberikan sebuah dukungan terhadap Pemerintah dalam hal ini menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kanker anak. Saya kira yayasan seperti ini harus ada di setiap provinsi,” kata Jokowi pada media di Istana Bogor, Jumat, 6 April 2018.

Bahkan, Jokowi juga berjanji mendukung proses pengobatan bagi penderita kanker dengan membuat regulasi untuk pembiayaan penyakit kanker guna mempermudah proses pengobatan.

“Karena memang kanker ini bisa menjadi salah satu penyakit yang harus kita hadapi dan tadi masukan-masukan yang diberikan, misalnya yang berkaitan dengan regulasi untuk biaya masuk yang berkaitan dengan obat-obatan nanti akan saya tindaklanjuti,” ujar Jokowi.

Jika melihat dalam Formularium Nasional tahun 2018, di halaman 66 pada poin 43, sebenarnya tertulis secara tegas bahwa obat trastuzumab diberikan pada pasien kanker payudara metastatik dengan HER 2 positif (+++) dan wajib dijamin ketersediaan obatnya oleh BPJS Kesehatan.

Namun, BPJS Kesehatan malah menghentikan penjaminan Trastuzumab. Presiden Jokowi pun akhirnya rencananya akan digugat, karena menurut Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Direksi BPJS Kesehatan bertanggungjawab langsung pada Presiden RI.

“Hanya Presiden yang bisa memberhentikan Direksi BPJS. Presiden ikut digugat karena dia bertanggungjawab atas pembiaran terhadap aksi sepihak Direktur BPJS Kesehatan yang menghapus obat Trastuzumab yang amat dibutuhkan penderita kanker payudara HER2 positif,” tutur Hemasari Dharmabumi.

Jawaban Dari BPJS

Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat bilang kalau penghapusan daftar obat kanker Trastuzumab dari daftar obat yang dijamin oleh BPJS Kesehatan itu merupakan keputusan dari Dewan Pertimbangan Klinis yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan.

“Terkait trastuzumab sudah dilakukan uji oleh Dewan Pertimbangan untuk merekomendasikan terkait hal-hal medis,” kata Nopi, Selasa, 17 Juli 2018.

Nopi juga menjelaskan bahwa Dewan Pertimbangan Klinis sendiri yang menyatakan bahwa obat trastuzumab tidak memiliki dasar indikasi medis untuk digunakan bagi pasien kanker payudara metastatik walaupun dengan restriksi.

“Kami mengutamakan kepentingan anggota JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat). Kami hanya menjalankan keputusan dari Dewan Pertimbangan mengenai jaminan, dan memastikan efektivitas pembiayaan,” ungkapnya.

Yap, BPJS Kesehatan menghentikan penjaminan Trastuzumab karena obat itu terlalu mahal. Harganya di pasaran Rp 25 juta. Sementara seorang penderita kanker HER2 positif minimal harus menjalani 8 sesi dari 16 sesi pengobatan dengan Trastuzumab.

Share: Penghapusan Daftar Obat Kanker yang Dijamin BPJS dan Janji Jokowi yang Terlupakan