Isu Terkini

OTT Tersangka Korupsi Uang Masjid dan Penyelewengan Dana Keagamaan Lainnya

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Kabar tentang adanya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap salah seorang pegawai Kementerian Agama (Kemenag) Lombok Barat berinisial BA cukup mengagetkan. Sebab Petugas Kepolisian Mataram, Nusa Tenggara Barat, melakukan OTT diduga terkait dana pembangunan masjid pascagempa. Beberapa orang mungkin akan bertanya-tanya, bagaimana bisa dana untuk keagamaan justru dijadikan alat korupsi.

Namun hal itu telah dibenarkan oleh pihak kepolisian. “Satu orang diamankan, inisialnya BA, dia pegawai Kemenag Lombok Barat,” ungkap Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam, Selasa, 15 Januari 2019.

Menurut informasi, staf PNS di Kementerian Agama Lombok Barat berinisial BA itu diduga melakukan tindak pidana dalam proyek rekonstruksi masjid pascagempa di wilayah Kabupaten Lombok Barat. Ia melakukan pemotongan dana dari setiap masjid di wilayah Kabupaten Lombok Barat yang kisarannya mencapai 10 persen.

“Jadi pascagempa itu kan Kementerian Agama itu mengucurkan dana untuk memberikan bantuan ke masjid-masjid yang ada di NTB, termasuk yang di kabupaten-kabupaten. Dari hasil penyelidikan kami, adanya bangunan yang agak lambat ternyata ada oknum yang bermain,” ujat Saiful Alam.

Dana bantuan yang diberikan Kementerian Agama untuk renovasi masjid itu sebesar Rp 50-100 juta. Namun, BA melakukan pemotongan hingga 10-20 persen. Hingga kini, BA masih diperiksa oleh tim penyidik Polres Mataram. Saiful menyebut tak tertutup kemungkinan bakal ditemukan pelaku lain.

“Ada bantuan yang Rp 100 juta dan Rp 50 juta. Semua itu diharuskan ada oknum Kemenag Lombok Barat itu mengambil 10-20 persen. Sehingga kami melakukan pemantauan dan kemarin sore dilakukan penangkapan. Masih satu orang yang ditangkap, sekarang lagi kita proses pemeriksaan untuk dikembangkan,” tandasnya.

Kasus Korupsi Menodai Ajaran Agama

Setiap agama sejatinya melarang umatnya untuk melakukan pencurian, apalagi tindikan korupsi yang secara jelas melakukan penyelewengan uang rakyat. Dalam agama Islam misalnya, larangan mencuri tertulis dalam beberapa ayat di kitab Al Quran, misalnya surah al Baqarah ayat 188. Bahkan di dalam surah Al Maidah ayat 38, ada perintah untuk memotong tangan bagi seseorang yang mencuri.

Begitu pula dengan agama Kristen dan Katolik, di dalam Alkitab ada beberapa pasal yang juga menyinggung tentang perilaku mencuri. Seperti surat Imamat pasal 6, di ayat 2-5 tertulis bahwa mereka yang mencuri harus mengganti sepenuhnya ditambah seperlima jumlah barang yang dicuri. Dalam Keluaran pasal 22 ayat 1-4, mereka yang mencuri hewan seperti lembu dan domba, maka harus menggantinya dua kali lipat.

Dalam agama Hindu, korupsi itu disebut sebagai kejahatan besar dan merupakan musuh berbahaya bagi pelakunya, bangsa, dan negara. Dalam Sarasamuccaya 304 dikatakan: “Ikang Wwang Durbudi; maka musuh bagi dirinya sendiri.”

Sedangkan di agama Budha, dalam Sutta Pitaka Digha Nikaya V diceritakan bahwa pencurian berawal dari tidak adanya sumbangan pada orang miskin dan hal itu akan berujung pada kekerasan. “Karena dana-dana tidak diberikan kepada orang yang miskin maka kemelaratan meluas. Karena kemelaratan bertambah maka pencuri bertambah. Karena pencuri bertambah maka kekerasan berkembang dengan cepat. Disebabkan adanya kekerasan yang meluas maka pembunuhan menjadi biasa.”

Dana-dana Keagamaan yang Diselewengkan

Meski agama telah jelas melarang perbuatan mencuri, namun sayangnya perbuatan itu bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Selain dana masjid yang dikorupsi, Kementerian Agama bahkan juga pernah tersangkut korupsi dari kasus pengadaan Al-Quran terjadi di APBN-P 2011 dan APBN 2012.

Anggaran sebesar Rp 22,855 miliar untuk pengadaan Al-Quran menjadi latar belakang dari perkara ini. Atas kasus ini, total kerugian yang ditanggung oleh negara adalah sebesar Rp 14 miliar. Kasus ini melibatkan beberapa nama sebagai tersangka.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 30 Mei 2013 menjatuhkan hukuman kepada Zulkarnaen Djabar dengan kurungan penjara selama 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan. Sementara itu Dendy divonis 9 tahun penjara beserta denda Rp 300 juta atau diganti dengan penjara selama 4 bulan.

Selain di lingkup agama Islam, ada pula permasalahan korupsi yang terjadi di agama Kristen. Pada 2013 silam, ada jemaat Gereja Bethany di Surabaya yang lapor ke Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim). Pihak pengelola gereja dilaporkan terkait dugaan korupsi dana gereja senilai Rp 4,7 triliun.

George Handiwiyanto, mewakili jemaat gereja di Jalan Nginden Intan Timur, Surabaya itu melaporkan Pendeta Abraham Alex Tanuseputra, selaku Ketua Umum Majelis Pekerja Sinode Periode 2003-2007. Pendeta Abraham diduga melakukan penyelewengan dana jemaat senilai Rp 4,7 triliun untuk kepentingan pribadi dan bisnis.

Hal serupa juga pernah terjadi negara tetangga Singapura. Di mana seorang pengurus gereja di sana terbukti bersalah dan divonis penjara dalam kasus penipuan ratusan miliar. Chew Eng Han, yang merupakan terdakwa adalah seorang manajer invetasi sekaligus sebagai menjabat bendahara di Gereja City Harvest. Sang terdakwa dihukum tiga tahun empat bulan penjara, setelah dinyatakan bersalah karena menggunaka dana gereja sebesar S$50 juta atau setara dengan Rp 492 miliar.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengaku salah satu persoalan yang dihadapi gereja saat ini yaitu kemungkinan gereja yang dijadikan sebagai tempat money laundry. Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow bahkan pernah membuat surat pengembalaan (surat-surat pastoral) sekitar tahun 2012, untuk meminta gereja agar tidak menerima sumbangan dari hasil korupsi.

Kasus pencucian uang dalam lingkungan keagamaan bahkan sempat terjadi di tempat ibadah umat Buddha, tepatnya di Vihara Wat Phra Dhammakaya, Pathum Thani, Thailand. Polisi bahkan sampai mengusir ribuan jemaat agar bisa menangkap sang mantan kepala vihara yang bernama Phra Dhammachayo.

Seperti dikutip dari Reuters, polisi pada Minggu 19 Februari 2017 memerintahkan semua jemaat untuk meninggalkan vihara karena mereka menghalangi proses penggeledahan. Saat itu, ada sekira 13 ribu jemaat di Vihara Wat Phra Dhammakaya. Selain jemaat, para biksu yang tinggal di vihara juga diperintahkan untuk berkumpul di titik tertentu dan tidak mengganggu proses penyelidikan polisi.

“Kami mengambil langkah ini agar dapat melakukan proses penggeledahan secepat mungkin sehingga kami dapat mengembalikan wilayah vihara kepada para jemaat,” ujar juru bicara Departemen Penyelidikan Khusus Thailand, Woranan Srilam.

Share: OTT Tersangka Korupsi Uang Masjid dan Penyelewengan Dana Keagamaan Lainnya