Isu Terkini

Novel Baswedan dan Keraguannya Terhadap Tim Gabungan Bentukan Polri

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Pengusutan kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tak jua menemui titik terang. Di awal tahun ini, Polri bahkan sudah membentuk tim gabungan untuk mengusut kasus tersebut. Sayangnya, Novel mengkritik dan meragukan keberadaan tim itu.

Novel pesimistis jika tim tersebut bisa mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap dirinya. Apalagi menurut Novel, tim itu bukanlah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang diinginkannya. Perlu diketahui, Tim gabungan itu dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian per 8 Januari 2019.

Dalam komposisi tim tersebut, selain unsur Polri, Tito juga melibatkan lima pegawai KPK yang terdiri dari penyelidik, penyidik dan pengawas internal serta tujuh orang pakar dari berbagai bidang seperti dari LIPI, Setara Institute, Kompolnas, dan Komnas HAM. Meski sudah terbentuk, tim tersebut seperti kurang meyakinkan.

Novel Berharap Ada TGPF Bukan Tim Gabungan

“Kami meminta untuk dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta, bukan tim penyidik dan penyelidik. Bedanya apa dengan tim yang sebelumnya?” gugat Novel di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 15 Januari 2019.

Walaupun meragukan kapasitas tim gabungan Polri tersebut, Novel tetap berniat memberi kesempatan dan menanti hasil kerja tim gabungan yang dipimpin oleh Kapolda Irjen Idham Azis tersebut. “Saya meminta tim ini berkomitmen untuk mengungkap semua serangan kepada KPK sebelumnya,” kata Novel.

“Tentu kita semua akan menilai tim ini bekerja dengan benar atau tidak. Indikatornya adalah ini bisa diungkap dengan benar,” ujarnya.

Baca Juga: Polri Akhirnya Bentuk Tim Gabungan Ungkap Kasus Novel Baswedan

Pasalnya, Novel juga khawatir kalau pembuktian kasus tersebut malah dibebankan kepadanya sebagai korban. Ia pun berharap tim gabungan Polri tersebut tidak hanya sekadar formalitas memenuhi rekomendasi Komnas HAM.

“Sejak kapan ada penyidikan investigasi perkara penyerangan yang beban pembuktian dibebankan pada korban. Sejak kapan teror yang diduga ada aktor intelektualnya tapi dimulai dari motif dulu. Di dunia rasanya tidak ada,” kata Novel.

Soal TGPF yang diharapkan Novel, Polri melalui Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Irjen M Iqbal memberikan tanggapan. Irjen M Iqbal mengatakan bahwa TGPF tidak diperlukan lagi karena tim gabungan itu lebih teknis.

“(TGPF) itu tim tidak teknis. Sudah banyak itu. Ini adalah tim yang teknis kepolisian itu. Apakah mampu TGPF saja? Ini teknis, di dalamnya polisi profesional, KPK, pakar-pakar yang mengawasi dan memberi masukan. Komnas HAM pasti sudah punya pertimbangan profesional,” kata Iqbal, Senin, 14 Januari 2019.

Novel Baswedan Belum Dapatkan Sejumlah Hak Asasi-nya

Sebagai seorang korban yang kasusnya tak kunjung menemui titik terang nyaris selama dua tahun, terhitung sejak 11 April 2017, Novel berhak meragukan dan menolak keberadaan tim gabungan bentukan Polri tersebut. Pasalnya, Novel sendiri tentu tak ingin tim itu bekerja sia-sia tanpa hasil sehingga berpotensi membuat kasusnya semakin lama tak terungkap.

Maka dari itu wajar jika Novel keberatan dengan tim gabungan tersebut. Bahkan, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham), Maneger Nasution pernah mengatakan jika Novel Baswedan belum memperoleh empat hak asasinya sebagai warga negara usai disiram air keras pada 11 April 2017 lalu. Apa saja itu?

“Tentu tentang hak hidup, hak untuk tidak mendapat kekerasan atau atas rasa aman, hak mendapat kepastian hukum, dan hak keluarga untuk tahu siapa pelaku. Novel tidak mendapatkan itu, dan itu pelanggaran HAM,” kata Maneger di kantornya di Jakarta, Rabu, 2 Agustus 2017 lalu.

Baca Juga: Bom di Rumah Agus dan Laode Menambah Rentetan Teror yang Menimpa KPK

Menurut Maneger hal tersebut berdasarkan hasil temuan Tim Pemantauan dan Penyelidikan yang bekerja sejak Novel disiram air keras. Maneger, yang juga memimpin tim tersebut, mengatakan di internal Komnas HAM sudah sepakat atas kesimpulan Tim Pemantauan dan Penyelidikan tersebut dalam Rapat Paripurna Komnas HAM pada 1-2 Agustus 2017 lalu.

“Kalau pelanggaran HAM, kami sudah clear. Ada pelanggaran HAM,” kata Maneger.

Ya, Novel berhak mendapatkan kepastian hukum. Untuk itulah, negara memang sudah seharusnya menjamin hak konstitusional setiap orang, termasuk Novel, untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan HAM. Salah satu jaminan konstitusional dalam hukum adalah Hak Atas Bantuan Hukum.

Hak atas bantuan hukum sendiri merupakan hak asasi manusia. Hak tersebut tegas dijamin dalam Konstiutsi (UUD 1945) khususnya pasal 28 D ayat 1 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum”.

Jaminan konstitusional tersebut lalu dijeawantahkan baik melalui undang-undang nasional maupun internasional yang sudah diratifikasi/disahkan Indonesia seperti tertuang dalam Pasal 18 ayat (4) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14 ayat 3 huruf d UU No. 12 tahun 2005 tentang Ratifiaksi Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, yang intinya menyatakan:

“Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Berdasarkan hal ini, jelas sudah, bahwa bantuan hukum merupakan hak setiap orang yang dijamin konstitusi dan peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Share: Novel Baswedan dan Keraguannya Terhadap Tim Gabungan Bentukan Polri