Isu Terkini

Nilai Rupiah Naik-Turun, Kok Bisa? (Part II)

Zaid Naqy Robbani — Asumsi.co

featured image

Faktor Internal

Sebelumnya, kita telah membahas mengenai faktor eksternal yang terjadi dalam waktu berdekatan dan sangat mempengaruhi pelemahan nilai tukar Rupiah belakangan ini. Dan seperti yang dijelaskan pada pembukaan, juga terdapat faktor-faktor internal yang mengambil andil sendiri. Walaupun sebenarnya hanya memberikan efek minor.

Baca juga: Nilai Rupiah Naik-Turun, Kok Bisa? (Part I)

“Current Account Deficit” atau Defisit Akun Lancar

Secara sangat sederhana, Current Account (Akun Lancar) bisa diartikan sebagai salah satu dari dua kelompok besar yang ada pada neraca pembayaran. Akun lancar ini terdiri dari ekspor-impor barang dan jasa faktor produksi (gaji, laba, bunga) maupun jasa non-faktor produksi. Jika akun lancer suatu negara mengalami defisit (yang mana adalah hal biasa), maka ada kelompok lain dalam neraca pembayaran yang dapat ‘menambal’ hal itu. Adalah Financial & Capital Account yang akan menutupi defisit tersebut. Kalau defisit akun lancar lebih besar dari surplus financial account, maka defisit tersebut bisa ditambal dari devisa atau juga dengan berhutang ke negara lain.

Lalu apa yang terjadi dengan akun lancar Indonesia sepanjang 2018? Pada dasarnya, Indonesia jarang sekali mengalami surplus pada akun lancarnya. Sampai kuartal-II 2018, defisit akun lancar bahkan membengkak dua kali lipat, jika dibandingkan dengan kuartal-II tahun lalu. Pada tahun ini, defisit akun lancar terjadi karena nilai surplus impor ekspor Trade Account (kategori di dalam akun lancar) terkikis. Hal ini terjadi akibat deficit yang dialami komoditas minyak mentah & bahan bakar mentah (BBM) yang membengkak akibat harga minyak dunia naik. Defisit pada akun lancar juga terjadi karena defisit besar pada Investment Income. Defisit ini terjadi karena kebanyakan balas jasa dari kegiatan investasi langsung oleh asing yang berupa laba dibawa pulang dan tidak ditanamkan lagi di Indonesia.

Sederhananya, karena defisit yang terjadi di Current Account cukup besar, dapat kita tarik pemahaman bahwa lebih banyak demand untuk mata uang luar negeri lewat impor daripada demand terhadap Rupiah ke luar yang dilihat dari ekspor. Hal ini juga bisa dilihat sebagai faktor yang minor dalam pelemahan kurs Rupiah belakangan ini.

Keadaan dalam Negeri

Dari kacamata investor, keadaan dalam negeri yang tidak stabil dapat menyebabkan iklim investasi tidak pasti. Selain perhitungan untung-rugi, keadaan sosial dalam negeri juga menentukan seorang investor untuk berinvestasi. Lebih jauh lagi, salah satu faktor yang mempengaruhi lanskap investasi juga termasuk keadaan politik.

Menjelang tahun politik, tentu ada angin ketidakpastian kondisi pasar Indonesia untuk masa selanjutnya. Hal ini berpengaruh terhadap datang dan perginya investor asing ke pasar modal dalam negeri. Juga kenyataan bahwa belakangan ini banyak isu-isu sosial yang menjadi masalah di masyarakat kita (seperti isu SARA) dan bahkan bencana alam dapat memperburuk iklim pasar modal dalam negeri.

Baca juga: Di Balik Kisruh Menguatnya Dolar terhadap Rupiah

Apa yang Sudah Pemerintah Lakukan?

Menaikkan Suku Bunga Acuan (BI 7-Day Repo Rate)

Ketika The Fed melakukan ketetapan untuk menaikkan FFR, maka satu-satunya opsi yang bisa dilakukan pemerinta Indonesia adalah membuat Rupiah terdepresiasi atau meningkatkan suku bunga acuan yang baru. Sejauh ini, Bank Indonesia selaku otoritas moneter telah menaikkan suku bunga acuan menjadi berada di tingkat 5.75% pada 27 September. Walaupun sudah menaikkan suku bunga acuan, nilai tukar mata uang kita masih mengalami depresiasi. Padahal, hal ini diharapkan dapat meminimalisir capital outflow yang terjadi.

Memberikan Imbauan Moral

Pemerintah lewat berbagai intitusinya telah melakukan himbauan moral kepada masyarakat untuk menahan keinginan membeli barang impor dan juga bepergian ke luar negeri. Serta pemerintah juga telah menghimbau masyarakat untuk mengkonversi mata uang USD ke Rupiah bila berkenan.

Memberlakukan Nilai Pajak Impor Baru

Lewat kebijakan fiskalnya, pemerintah telah menyetujui pemberlakuan pajak impor baru untuk beberapa komoditas mewah, yaitu menjadi 10%. Hal ini diproyeksikan dapat menekan angka import.

Membereskan Pengeluaran dan Pemasukan Devisa

Pada pemerintahan era Jokowi, sungguh tak bisa dipungkiri bahwa pengeluaran pemerintah sangatlah besar untuk membangun proyek-proyek masif yang sebenarnya riskan. Oleh karena itu, ada wacana kalau proyek-proyek besar tersebut akan ditunda dahulu dan dijadwal ulang penyelesaiannya. Rencananya, pembangunan itu akan dilanjutkan saat tekanan Rupiah telah mereda.

Untuk mengurangi defisit, terutama pada impor komoditas BBM adalah dengan mempromosikan B20 serta pemerintah juga sedang gencar mempromosikan pariwisata sebagai sumber pemasukan kas negara atau devisa.

Yang Bisa Kita Lakukan untuk Membantu Rupiah

Ilmu ekonomi bukanlah tentang angka saja, tetapi juga merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia karena kebanyakan peristiwa ekonomi terjadi akibat dari perilaku manusia. Dengan pernyataan tersebut tentu kita dapat melakukan beberapa hal jika kita ingin membantu mata uang kita yang sedang terpuruk.

Pertama, kita dapat mengaplikasikan anjuran pemerintah untuk mengurangi bahkan menahan keinginan membeli barang impor. Usaha ini dapat membantu tingkat supply dan demand Rupiah di pasar valuta asing. Kedua, anjuran menunda bepergian ke luar negeri juga mungkin dapat dilakukan. Ketiga, kita dapat ikut mempromosikan produk lokal dan juga pariwisata dalam negeri agar dapat mengurangi tren konsumsi barang maupun jasa dari luar negeri. Keempat, jika kita memiliki aset dalam USD dan berkenan untuk mengkonversinya ke Rupiah, tentu akan sangat membantu.

Upaya-upaya di atas pastinya akan bisa membantu mata uang kita jika dilakukan dengan bersama-sama. Setidaknya upaya di atas akan meredakan tekanan yang sudah dan sedang dialami Rupiah. Memang, kita tidak perlu begitu khawatir dan panik akan terjadi krisis seperti yang lalu-lalu, karena kondisi perekonomian pada hari ini lebih sehat dan kemungkinan untuk mengalami krisis rasanya masih sangat kecil. Namun, masih ada kemungkinan The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga acuannya lagi pada pertemuan FOMC bulan terakhir tahun ini, jika kemungkinan ini terjadi, tentu rupiah akan mengalami tekanan lagi pada akhir tahun.

Referensi:

https://faisalbasri.com/2018/09/09/tekanan-terhadap-rupiah-belum-akan-mereda/

https://faisalbasri.com/2018/09/05/jurus-meredam-pelemahan-rupiah-lewat-pemahaman-akun-lancar-current-account/

https://www.bi.go.id/id/Default.aspx

Zaid Naqy Robbani adalah mahasiswa FEBUI.

Share: Nilai Rupiah Naik-Turun, Kok Bisa? (Part II)