Isu Terkini

Nadiem Makarim, Pebisnis Jadi Politikus

Dinda Sekar Paramitha — Asumsi.co

featured image

Hari pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjalani periode kedua pemerintahannya, ia sibuk memilih anggota kabinet. Beberapa tokoh diundang ke Istana Merdeka, mengenakan kemeja putih, pada Senin, 21 Oktober 2019. Salah satu yang mengundang banyak perhatian adalah Nadiem Makarim, founder perusahaan layanan transportasi berbasis daring, Go-Jek.

Ia mengatakan tawaran berasal dari presiden, meskipun belum ada omongan spesifik mengenai penempatan dirinya di kabinet. Namun, keduanya sudah mendiskusikan beberapa hal terkait butir-butir visi presiden, terutama mengenai pembangunan sumber daya manusia (SDM), reformasi birokrasi, dan peningkatan investasi.

“Saya sudah mundur dari Go-Jek dan tidak ada kewenangan sama sekali. Per hari ini, sama sekali tak ada posisi maupun kewenangan apa pun di Go-Jek,” ujar Nadiem di Istana setelah bertemu presiden, Senin (21/10).

Nadiem jelas bukan pengusaha pertama yang melepas jabatan profesionalnya untuk jadi pejabat. Warga Amerika Serikat mengenal Donald Trump, kita di Indonesia tak asing lagi dengan Sandiaga Uno. Sebelum menjadi politikus, Sandi, sapaan akrabnya, dikenal sebagai pengusaha sukses. Namanya sempat masuk dalam daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Sebelum bergabung dengan Partai Gerindra, Sandi melepaskan 16 jabatannya dalam Grup Saratoga, termasuk PT Adaro Energy Tbk.

Pengusaha Dominasi Politik Indonesia

Peneliti ilmu politik Universitas Leiden Ward Berenscot menyatakan demokrasi di Indonesia sudah berjalan seimbang, tapi hanya bagi perwakilan kelompok etnis dan agama. Sedangkan dari kelas sosial, latar belakang sosial para wakil masih kurang beragam.

Berenscot juga menyebutkan beberapa nama politikus terkenal dengan latar pelaku bisnis dalam demokrasi Indonesia. Mereka adalah Sandiaga Uno, Erick Thohir (yang juga dipanggil ke Istana), Jusuf Kalla, hingga Surya Paloh. Hal ini juga terjadi di lembaga yudikatif.

Menurut hasil penelusuran Yayasan Auriga Nusantara dan Tempo, sebanyak 262 dari 575 anggota DPR RI periode 2019-2024 menduduki posisi penting di perusahaan. Dengan kata lain, hampir 50% wakil rakyat di Senayan punya urusan-urusan yang mungkin saja berakhir sebagai konflik kepentingan. Kemudian, dua dari lima pemimpin DPR juga merupakan pengusaha. Adalah Rachmat Gobel yang terkenal sebagai pemimpin Panasonic Gobel Group dan Sufmi Dasco Ahmad yang tercatat sebagai Direktur Utama PT Pasopati Indorisk.

Memang tidak ada larangan bagi anggota DPR untuk memiliki jabatan dalam suatu (atau lebih) perusahaan. Namun, potensi konflik kepentingan haruslah menjadi perhatian tersendiri.

Bagaimana dengan Langkah Nadiem Makarim?

Dua hari setelah pertemuannya dengan Presiden Jokowi, Nadiem akhirnya diumumkan menjadi Menteri Kebudayaan dan Pendidikan (23/10). Perlu diingat bahwa pada Senin kemarin (21/10), Nadiem sudah mengatakan bahwa ia mengundurkan diri dari jabatannya di perusahaan berlogo hijau itu. Edbert Gani, peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), menilai bahwa keputusan Nadiem untuk mengudurkan diri adalah hal yang baik.

“Sebenarnya itu niatannya sudah sangat baik. Sudah menunjukkan, ‘Oke, sudah dulu. Karena saya dipanggil tugas negara agar tidak akan terjadi conflict of interest dan sebagainya’. Dia sudah secara terbuka mengatakannya. Bagi saya, itu adalah sinyal yang bagus, ya,” katanya kepada Asumsi.co (21/10).

Kembali ke soal pengusaha yang ditunjuk sebagai menteri, Gani mengatakan, “Bagi saya, siapa pun berhak menjadi menteri. Dalam artian tertentu, Jokowi juga punya hak prerogatif kan untuk memilih siapa menterinya. Bagi saya, selama ditempatkan dalam posisi yang benar-benar dia capable, lalu juga kalau dia sudah resign dari bisnisnya, dan segala macam, secara formal toh juga tidak masalah. Kan untuk hal-hal di luar itu kan kita hanya melihat dari sisi integritas aja, kan. Tapi apabila secara institusi statement-­nya sudah keluar dan segala macam, itu adalah preseden yang sangat baik sebenarnya bagi seorang Nadiem” lanjutnya.

Satu hal yang lebih penting dari “masa lalu”-nya sebagai pebisnis adalah bagaimana kerjanya nanti. “Oke dia jadi menteri. Tapi dalam posisi yang mana, kan? Dari situ kita baru bisa menilai dan juga melihat kembali masalah komposisinya,” ujar Edbert.

Share: Nadiem Makarim, Pebisnis Jadi Politikus