Isu Terkini

Mudik Mengajarkan Kita Untuk Tidak Menjadi Kacang Lupa Kulit 

Kiki Esa Perdana — Asumsi.co

featured image

Mudik adalah suatu tradisi berkegiatan yang dilakukan masyarakat Indonesia untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik adalah sebuah tradisi tahunan yang dilakukan masyarakat dan biasanya dilakukan pada saat hari raya Idulfitri.

Memang hari raya Idulfitri adalah momen yang tepat bagi masyarakat Indonesia, yang mayoritas beragama Islam, untuk mudik dan bersilaturahmi dengan keluarga, terutama orangtua. Banyak kota besar kemudian berubah menjadi kota yang sepi pada saat hari raya Idulfitri. Banyak warganya pulang ke kampung halaman masing-masing dan meninggalkan aktivitas berbagai macam pekerjaannya di kota besar.

Mudik bukan hanya milik mereka kelas menengah saja yang mampu bepergian jauh dan membeli tiket bus, kereta api, pesawat terbang, dan kapan laut menjelang Idulfitri, namun milik semua orang yang punya kampung halaman. Semua orang sudah mempersiapkan tabungan dari pekerjaan mereka untuk pulang kampung menjelang hari raya, sebagian menyebutnya sebagai tradisi.

Saksikan Asumsi Daily: Siap Siaga Sambut Mudik

Mudik sebenarnya adalah sebuah produk urbanisasi, di mana terjadi perpindahan penduduk dari desa atau kota kecil ke kota besar dan kembali lagi ke kota kecil atau desa karena ada event khusus, biasanya yang menyangkut spiritual atau keluarga. Urbanisasi sendiri terjadi dikarenakan berbagai macam alasan, mulai dari kesempatan kerja di kota lebih banyak dan beragam untuk menampung keterampilan dan ketertarikan masyarakat kota kecil atau desa, atau tanah yang dimiliki warga yang ada di desa semakin sempit akibat pertambahan penduduk atau rubah fungsi menjadi perumahan.

Di desa juga, aturan mengenai adat sangat terikat hingga tidak sedikit masyarakatnya merasa terbatas dalam mengapresiasikan diri, sedang di kota lebih bebas. Di desa upah tenaga kerja rendah jelas sangat berbeda jauh dengan kota besar jumlahnya. Lalu fasilitas yang ada di desa sangat terbatas. Tidak sedikit anak muda yang melihat peluang besar di kota besar, baik untuk menunjang hobi ataupun masalah pekerjaan.

Kota memang selalu memberikan banyak opsi, mulai dari akses pekerjaan, hiburan, pertemanan, pergaulan, komunitas, hingga penyaluran hobi. Itulah kenapa kota besar selalu menjadi hal yang menarik bagi warga desa atau kota kecil.

Menurut info yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, tambahan penduduk baru semenjak 2015 hingga 2017 mencapai kisaran 68.000 orang hingga ke angka 70.000 orang. Jelas bukan angka yang sedikit. Jadi karena itu tidak aneh jika selalu terjadi proses mudik yang sangat sangat ramai, marak, macet di mana-mana. Kota besar mendadak sepi, desa atau kota kecil mendadak ramai.

Baca juga: Mana yang Lebih Cocok Untuk Pemudik, Waze Atau Google Maps?

Beberapa cara dilakukan untuk menghentikan laju urbanisasi yang cukup besar ke kota ini, di antaranya adalah program-program yang dapat diintensifkan pemerintah seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pedesaan yang diprioritaskan untuk kewirausahaan dan pembangunan ekonomi, hingga ke pembangunan berkeadilan menyeluruh di desa atau kota kecil dan penyesuaian upah regional yang sesuai.

Mudik, selain menjadi kebiasaan, juga merupakan fenomena sosial yang berkaitan dengan banyak hal. Sebuah aksi yang dilakukan banyak tingkatan masyarakat sebagai ekses dari ketidakpuasan hidup di kota desa atau kota kecil.

Namun harus diingat juga, bahwa mudik merupakan sebuah pengingat diri dari mana seseorang tersebut berasal, dari mana individu tersebut tumbuh dan awal berkembang. Mudik menyadarkan dia untuk tidak menjadi kacang yang lupa akan kulitnya.

Kiki Esa Perdana adalah dosen ilmu komunikasi. Ia sangat antusias dengan isu komunikasi politik dan budaya

Share: Mudik Mengajarkan Kita Untuk Tidak Menjadi Kacang Lupa Kulit