General

Misi di Balik Politik Dua Kaki Demokrat Pada Pilpres 2019 dan Dampaknya

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Partai Demokrat tengah jadi sorotan akhir-akhir ini lantaran dinilai tak konsisten dan setengah hati memberikan dukungan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Meski secara definitif berada di kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, namun dukungan Demokrat juga muncul untuk Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Beberapa kader Demokrat memutuskan untuk mendukung pasangan bakal capres-cawapres Jokowi-Ma’ruf. Bahkan, sejumlah daerah, termasuk kepala daerah kader partai berlambang bintang mercy itu, secara terang-terangan memberikan dukungan itu.

Beberapa kepala daerah dari partai Demokrat yang telah menyatakan dukungan kepada Jokowi, seperti Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang dan Gubernur Papua Lukas Enembe Gubernur Banten Wahidin Halim. Sedangkan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, kabarnya juga akan merapat.

Demokrat Papua Paling Santer Dukung Jokowi

Nama Gubernur Papua, Lukas Enembe, paling lantang memberikan dukungan itu. Sang gubernur dan kader Demokrat di Papua, memilih untuk mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf ketimbang Prabowo dan Sandiaga Uno di Pilpres 2019.

Lukas yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Papua itu menegaskan bahwa keputusannya ini tidak ada urusannya dengan Partai Demokrat yang mengusung pasangan Prabowo-Sandi.

“Saya sudah sampaikan kepada Pak Sekjen (Demokrat), ini semua kader Demokrat, baik bupati semua dukung Jokowi. Sudah saya kasih tahu begitu,” kata Lukas setelah dilantik sebagai Gubernur Papua periode kedua oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 5 September lalu.

Baca Juga: Strategi Kampanye Emak-emak dan Millenial Jelang Pilpres 2019, Efektifkah?

“Tidak ada urusan. Tidak ada urusan dengan partai.”

Lukas mengungkapkan bahwa politik merupakan urusan dan pilihan masing-masing dan kader tak mesti mengikuti pilihan partai. Dukungan itu diberikan lantaran Jokowi dinilai sebagai sosok yang mengerti masalah Papua.

“Semua presiden tidak mampu menyelesaikan provinsi Papua. Itu kami catat. Yang terbaik Pak Jokowi, semua persoalan di Papua dia memahami,” ucapnya.

Lukas optimistis seluruh kader Demokrat di Papua akan ikut pada keputusannya mendukung Jokowi-Ma’ruf. Dengan langkah tersebut, ia mengatakan bahwa dirinya tak akan keluar dari Demokrat, meski juga tak mau ambil pusing jika keputusannya mendukung Jokowi-Ma’ruf berujung pemecatan.

“Politik itu pilihan. Jadi ya kita bilang Jokowi, ya Jokowi. Saya tidak tahu mereka akan berhentikan saya, tidak tahu.”

Respons Demokrat: Beri Dispensasi

Terkait hal ini, Demokrat sendiri sebenarnya tak tinggal diam dan akan mengambil langkah strategis. Partai yang identik dengan warna biru itu tengah menimbang kebijakan khusus berupa pemberian dispensasi bagi kadernya di empat provinsi yang mendukung Jokowi-Ma’ruf di Pilpres 2019.

Kader-kader Demokrat tersebut tenyata tak diwajibkan menyuarakan dukungan kepada pasangan Prabowo-Sandi, meski pasangan itu secara resmi didukung oleh Demokrat.

“Memang ada daerah yang bisa mendapat dispensasi khusus, karena kami juga tidak ingin (suara) partai ini jeblok di sana,” kata Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean,  di Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan, Minggu, 9 September.

“Memang kami lihat opini dan animo masyarakat di sana untuk mendukung Pak Jokowi tinggi.”

Keputusan ini, lanjut Ferdinand, sudah dibahas dalam rapat DPP Partai Demokrat pada Jumat, 7 September. Rapat tersebut diikuti oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan E.E. Mangindaan, Ketua Ketua Badan Pembina Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan Pramono Edhie Wibowo.

Baca Juga: Siasat Jokowi dan Prabowo Gandeng Dua Pebisnis ‘Ulung’ Indonesia

“Justru kami akan carikan formulanya supaya tidak disebut dua kaki ya. Tapi kepentingan partai, caleg-calegnya di daerah itu kan harus di ini ya mungkin kita akan meminta kader kami untuk tidak usah masuk secara resmi di tim pemenangan. Mungkin itu salah satu cara kami nanti.”

Namun, sejalan dengan itu, anggapan bahwa Demokrat bermain politik dua kaki pun sudah terlanjur muncul. Sebenarnya seperti apa kondisi Demokrat saat ini? Dan apa resiko yang akan dihadapi Demokrat jika memang mendukung Prabowo dan Jokowi sekaligus?

Pilihan Rasional Gubernur Papua

Pengamat Politik Universitas Padjadjaran, Idil Akbar, mengatakan dukungan Gubernur Papua beserta kader Demokrat di Papua untuk Jokowi-Ma’ruf harus dilihat dari sisi positif. Menurut Idil, hal itu dilakukan sebagai bentuk dukungan utk melanjutkan kinerja pemerintahan yg telah dilakukan 5 tahun ke depan.

“Dukungan yang dilakukan sejumlah kepala daerah tersebut tentu dilandasi alasan kuat dan pertimbangan yg objektif tentang pemerintahan yg saat ini berjalan,” kata Idil kepada Asumsi.co, Rabu, 12 September.

“Ambil contoh Provinsi Papua, di mana cukup intens pembangunan telah dilakukan oleh pemerintahan Jokowi di sana dan dinikmati masyarakat Papua. Cukup banyak anggaran negara digelontorkan untuk pembiayai pembangunan Papua,” ujarnya.

Maka ketika Gubernur Papua menyatakan untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf, lanjut Idil, hal itu sekali lagi dilakukan atas pertimbangan yg rasional dan cukup beralasan. Dalam konteks pemerintahan, aspek keberlanjutan pembangunan itu sangat penting.

“Jika hari ini ada kepala daerah yg mendukung Jokowi-Ma;ruf, maka perlu dinilai sebagai upaya politik mengintegrasikan keberlanjutan pembangunan itu. Terlebih jika itu berbasiskan pada keinginan rakyat setempat, maka kepala daerah harus lebih memperhatikan hal itu.”

Dari sisi politik, Idil mengatakan bahwa hal yang patut digarisbawahi adalah asensinya bahwa selama masyarakat memang menginginkan dukungan itu diberikan kepada Jokowi-Ma’ruf, maka tidak ada persoalan terhadap etika politik apapun.

“Dan dalam realitasnya pula, ketum Partai Demokrat tidak mempersoalkan jika ada kadernya yang juga berposisi sebagai kepala daerah, mendukung Jokowi-Ma’ruf. Jadi sekali lagi tidak ada masalah yang perlu dipermasalahkan.”

Demokrat Dinilai Bermain Politik Dua Kaki

Agak berbeda dengan Idil, Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menegaskan bahwa sulit untuk tak mengatakan bahwa Demokrat tak memainkan politik dua kaki. Menurut Adi, langkah Demokrat itu jelas terlihat.

Baca Juga: Seberapa Penting Posisi Ketua Tim Sukses Bagi Pasangan Capres-Cawapres?

“Jelas itu politik dua kaki karena secara definitif mereka mendukung Prabowo-Sandi, tapi mereka membiarkan struktur di bawahnya untuk mendukung kandidat yang lain,” kata Adi Prayitno kepada Asumsi.co, Rabu, 12 September.

“Itu apa namanya kalau bukan politik dua kaki. Kalau misalnya Demokrat serius untuk mendukung Prabowo, tentu mereka akan menertibkan suara-suara sumbang di bawah seperti Andi Arief, tentu juga harus menertibkan gubernur-gubernur, DPC, dan DPD yang mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi.”

Menurut Adi, penertiban suara sumbang itu penting untuk dilakukan sebagai upaya keseriusan Demokrat mendukung Prabowo, bukan malah mendukung pasangan calon yang lainnya. Jadi, argumen apapun yang dibangun oleh Demokrat sejauh ini untuk menghindari tuduhan main politik dua kaki, sepertinya akan sia-sia.

Tentu ada resiko dan dampak yang akan dihadapi Demokrat jika akan terus melanggengkan politik dua kaki ini di Pilpres 2019. Menurut Adi, bermain politik dua kaki ini justru merugikan Demokrat karena bisa saja eksistensinya tidak dipandang oleh dua kandidat ini.

“Demokrat bisa saja dianggap tidak all out, hanya mencari aman saja. Kalau begini kan Demokrat bermain aman,” kata Dosen Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.

Dalam hal main aman, Adi melanjutkan bahwa itu artinya kalau Jokowi yang menang Demokrat akan dapat untung, lalu jika Prabowo yang menang, mereka juga bisa dapat untung. “Nah biasanya kondisi seperti ini di tengah keterbelahan para pendukung, itu tidak terlampau penting signifikansi dukungannya.”

“Bahkan dianggap tidak ada urgensinya, bisa jadi blunder juga buat Demokrat karena eksistensinya bisa saja tidak dianggap.”

Melihat langkah Demokrat yang terkesan setengah hati ini, Adi menegaskan bahwa koalisi Prabowo-Sandi tampaknya akan tetap baik-baik saja dan tak akan mendapatkan dampak signifikan. Walaupun tanpa Demokrat, Adi mengatakan, kubu Prabowo-Sandi akan tetap maju.

“Artinya koalisi Prabowo ini akan show must go on lah tanpa Demokrat. Mau Demokrat kayak gimana juga tidak terlampau dihiraukan, syukur kalau mau all out, ya kalau enggak all out juga ya biasa-biasa saja. Toh mereka sudah terbiasa dengan tiga partai saja kan, PKS, Gerindra, dan PAN.”

Share: Misi di Balik Politik Dua Kaki Demokrat Pada Pilpres 2019 dan Dampaknya