General

Menyingkap Tabloid “Indonesia Barokah” dan Selebaran Ajakan Tidak Memilih Jokowi-Ma’ruf Amin

Christoforus Ristianto — Asumsi.co

featured image

Menjelang 2,5 bulan menuju hari pemilihan pada 17 April 2019, akhir-akhir ini masyarakat dihadapkan adanya dugaan kampanye hitam. Cara kampanye ini diduga seiringan dengan munculnya tabloid Indonesia Barokah.  Selebaran bertuliskan “Say No!! Jokowi-Ma’ruf Amin” pun ikut menjadi salah satu triknya.

Sebelumnya, petugas Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, menemukan 210 eksemplar Tabloid Indonesia Barokah yang diduga berisi informasi menyesatkan alias hoaks. Tabloid tersebut ditemukan di 12 kecamatan di Kabupaten Ciamis. Petugas menemukannya di sejumlah Masjid dan kantor kecamatan.

Kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menganggap tabloid tersebut sebagai bentuk kampanye hitam. Calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno, juga menilai Tabloid Indonesia Barokah  adalah bagian dari kampanye hitam pada Pemilu 2019. Pasalnya, tabloid tersebut memuat pemberitaan yang tendensius terhadap dirinya dan Prabowo serta ketidakjelasan siapa yang bertangung jawab.

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga pun berencana melaporkan penanggung jawab tabloid Indonesia Barokah ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Namun, BPN akan lebih dulu menunggu keputusan dari Dewan Pers. Sedangkan selebaran bertuliskan “Say No!! Jokowi-Ma’ruf Amin” yang memaparkan 10 poin tentang dianggap kebohongan oleh Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Dalam selebaran itu, terdapat tulisan “Janji adalah hutang, udah banyak janji, banyak hutang pula” dan “2019 Ganti Presiden”.

Konteks, Teks, dan Aktor

Analisis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai, terdapat tiga cara pandang untuk membaca munculnya Tabloid Indonesia Barokah dan selebaran bertuliskan “Say No!! Jokowi-Ma’ruf.

“Ada tiga cara pandang, yaitu cara pandang konteks, teks, dan aktor,” ujar Ubedilah saat dihubungi via telepon, Minggu, 27 Januari 2019.

Ubedilah menjelaskan, jika dari cara pandang konteks, tabloid dan selebaran tersebut adalah cara yang mungkin dilakukan oleh jejaring para kontestan yang mungkin terkoneksi maupun tidak terkoneksi langsung dengan tim kontestan. “Mereka menggunakan cara itu untuk mempengaruhi segmen pemilih tertentu yang tak tersentuh media arus utama dan media media digital. Itu bertujuan untuk meningkatkan elektabilitas maupun menambah basis pemilih lawan politik,” jelasnya.

Cara pandang tersebut, seperti diungkapkan Ubedilah, juga bisa membaca situasi psikologi politik kontestan, apakah menunjukkan kepanikan atau sekadar serangan politik. Kedua, dari cara pandang teks, lanjutnya, tabloid dan selebaran itu selain mendiskreditkan kontestan secara teks, tetapi juga tidak memenuhi standar jurnalistik. “Tidak ada verifikasi dan konfirmasi terhadap sumber berita. Maka tabloid dan selebaran gelap tersebut tidak layak dibaca publik,” imbuhnya kemudian.

Sementara jika dianalisis dari perspektif aktor, tutur Ubedilah, maka bisa dianalisis siapa saja dewan redaksinya dan aktor di balik tabloid maupun selebaran tersebut. “Bisa juga dianalisis bahwa ada kemungkinan aktornya di luar jejaring para kontestan,” paparnya.

Ubedilah melontarkan, analisis perspektif aktor juga memungkinkan bisa menemukan aktor lain selain aktor yang terkoneksi dengan kontestan atau yang sama sekali tidak terkoneksi. “Jadi dampak elektoralnya memang ada, sesuai sasaran dan tujuanya. Jika sasarannya tepat, maka mereka akan terpengaruh oleh apa yang mereka baca jika intensitasnya tinggi,” pungkasnya.

Segera Diungkap

Wakil ketua komisi hukum Dewan Pers Jimmy Silalahi menargetkan kasus penyebaran tabloid Indonesia Barokah akan selesai disingkap minggu depan. Namun demikian, Jimmy tidak bisa memastikan tanggal berapa Dewan Pers akan umumkan penyelidikan tabloid tersebut.

“Kami targetkan minggu depan sudah selesai. Tim kami sudah analisa, hari Sabtu ini pun tim kerja walaupun di luar jam kantor,” kata Jimmy dalam diskusi bertajuk “Hantu Kampanye Hitam” di D’ Consulate resto & lounge, Jakarta, Minggu, 27 Januari kemarin.

Sebelumnya, Jumat (25/1), BPN telah melaporkan tabloid Indonesia Barokah ke Dewan Pers. Tabloid tersebut diadukan karena dianggap berisi berita yang menyudutkan Prabowo-Sandiaga dan melanggar asas keberimbangan kode etik jurnalistik serta beritikad buruk.

“Kemarin, kami memang sudah menerima secara resmi mendapatkan pengaduan dari BPN. Tentu saja Dewan Pers telah menganalisa sebelum dilaporkan, tapi kita butuh waktu,” ungkap Jimmy. Dia menjelaskan, sejauh ini ada sejumlah hal yang menarik dari penyelidikan Dewan Pers. Pertama, soal alamat yang tercantum di tabloid tidak sesuai dengan hasil penelusuran tim.

“Alamat ini tidak sesuai. Kami sudah bertemu dengan RW setempat, tapi tidak ada alamatnya,” paparnya kemudian. Kedua, untuk nomor yang tercantum di tabloid, Dewan Pers sudah menelpon kontak tersebut namun tidak berfungsi.

“Ada bukti-bukti lainnya, tapi belum bisa kita paparkan sekarang. Nanti kita sajikan secara resmi, mudah-mudahan minggu depan selesai,” pungkasnya.

Share: Menyingkap Tabloid “Indonesia Barokah” dan Selebaran Ajakan Tidak Memilih Jokowi-Ma’ruf Amin