Isu Terkini

Menerka Wajah BUMN di Tangan Ahok

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Apakah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bakal menempati jabatan penting pada salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN)? Kabar itu berembus setelah pertemuan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut dengan Menteri BUMN Erick Thohir di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, pada Rabu (13/11/19).

“Intinya banyak bicara soal BUMN, saya mau dilibatkan di salah satu BUMN. Itu saja,” kata Ahok seperti dikutip Antara. Meski begitu, ia tak menerangkan bakal ditempatkan di mana dan pada posisi apa nantinya. “Saya cuma diajak masuk ke salah satu BUMN. Kalau untuk bangsa dan negara, saya pasti bersedia. Apa saja boleh, yang penting bisa bantu negara,” ujarnya.

Ahok hanya mengatakan bahwa dirinya akan mulai terlibat pada November-Desember mendatang. Kini ada empat BUMN yang pucuk pimpinannya masih diisi oleh pelaksana tugas (Plt), yakni Bank Mandiri, BTN, PLN, dan Inalum.

Berdasarkan kabar yang beredar, Ahok akan ditempatkan sebagai komisaris PLN atau Pertamina. Selain itu, ada pula yang menyebut Ahok layak menjabat kursi pimpinan di Inalum, berdasarkan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerjanya di bidang konstruksi sipil, serta pengalaman memimpin organisasi.

Erick Thohir: BUMN Butuh Tokoh Pendobrak

Menteri BUMN Erick Thohir memberi sinyal bahwa Ahok bakal ditempatkan sebagai petinggi BUMN di bidang energi. “Ini untuk mempercepat hal-hal yang sesuai harapan, yaitu bagaimana menekankan daripada energi, juga bersama juga membuka lapangan kerja, dengan cara ber-partner,” kata Erick di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (14/11/19).

Baca Juga: Kenapa Banyak yang Antusias Menyambut Ahok Keluar dari Penjara?

Erick juga mengungkapkan alasan kenapa Ahok diajak untuk mengabdi di BUMN: “Perlu banyak tokoh di BUMN untuk membantu BUMN. Saya rasa beliau juga tokoh yang konsisten, yang sudah jelas track record-nya, bisa terus membangun.”

Selain itu, Erick juga menjelaskan bahwa Ahok memiliki karakter sebagai pemimpin yang kerap melakukan inovasi saat mengampu sebuah jabatan. Karakter itulah yang menurut Erick tengah dibutuhkan dalam pengelolaan perusahaan negara.

“BUMN 142 perusahaan, kita perlu figur-figur yang bisa pendobrak, tidak mungkin 142 BUMN dipegang satu orang. Kita harapkan ada perwakilan perwakilan yang memang punya track record pendobrak,” ujarnya.

Baca Juga: Ahok yang Dulu dan Panggilan BTP Setelah Bebas Nanti

Kabarnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung yang merekomendasikan Ahok kepada Erick Thohir untuk menjadi petinggi di BUMN. “Kita tahu kinerjanya Pak Ahok. Dan ini masih dalam proses seleksi,” kata Jokowi ditemui di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (14/11/19).

Saat ditanya awak media apakah Ahok akan menempati posisi direksi atau komisaris, Jokowi menjawab bisa saja kedua posisi tersebut, namun harus melalui proses seleksi.

Ahok Dinilai Berintegritas

Pengamat BUMN sekaligus Kepala Lembaga Manajemen FEB UI Toto Pranoto menyebut Ahok layak memimpin BUMN. Ia dianggap suka terobosan cepat dengan strategi potong kompas. Apalagi BUMN juga butuh pemimpin yang bisa bekerja cepat, tepat, dan efisien.

“Ya, saya kira calon pimpinan BUMN bisa berasal dari mana saja, bisa eksternal maupun dari internal. Kandidat tersebut (Ahok) dianggap tepat sepanjang memang  punya kapabilitas kepemimpinan yang sesuai. Terutama terkait aspek integritas, visionary leadership, dan kemampuan eksekusi yang andal,” kata Toto saat dihubungi Asumsi.co, Kamis (14/11/19).

Mengenai kecocokan BUMN dengan Ahok, lanjut Toto, hal itu bisa dilihat dari jenis BUMN-nya sendiri. Menurut Toto, ada BUMN yang terikat dengan banyak regulasi internasional yang ketat, sehingga mungkin tidak cocok dengan gaya Ahok yang suka terobosan cepat dan potong birokrasi.

“Jadi mungkn style Ahok cocok buat BUMN yang perlu penanganan terkait efisiensi, misal BUMN yang banyak tugas PSO-nya (Public Service Obligation). Mungkin inovasi birokrasi Ahok bisa ditularkan ke model BUMN pengelola PSO sehingga mereka bisa bekerja lebih efisien dengan pelayanan prima ke pelanggan.”

Toto mengungkapkan bahwa Ahok punya modal sukses memimpin birokrasi, sehingga gaya itu bisa dibawa dan diterapkan untuk menyukseskan BUMN. Namun, memimpin BUMN tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Semua BUMN, termasuk empat yang belum memiliki direktur utama secara definitif, memiliki karakteristik sendiri-sendiri.

Misalnya PLN yang harus menuntaskan masalah mega proyek listrik 35 ribu Megawatt (MW). Ada pula masalah beban utang dan upaya mencari dana secara mandiri. Toto juga menyebut adanya kelebihan pasokan listrik. Tentu situasi itulah yang bakal menjadi tantangan bagi pemimpin baru PLN, siapa pun orangnya. “Bagaimana menyesuaikan situasi tersebut dalam konteks renegosiasi dengan pihak swasta yang ikut membangun, misalnya,” ujar Toto..

Selain itu, Toto menyebut masalah dan tanggung jawab besar juga ada di Inalum, perusahaan induk holding pertambangan yang membawahi empat perusahaan yakni, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Freeport Indonesia (PTFI). Menurut Toto, Inalum butuh sosok direktur utama yang bisa mengintegrasikan semua potensi anggota holding nya.

Namun, pandangan berbeda disampaikan Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi, yang justru meragukan kemampuan Ahok. Menurut Fahmy, mantan Bupati Belitung Timur itu tak punya rekam jejak yang sesuai dengan BUMN yang bakal ia pimpin.

“Saya meragukan Ahok tepat di Pertamina atau PLN, karena dia nggak punya rekam jejak dalam pengelolaan bidang energi. Permasalahan Pertamina dan PLN sangat kompleks dan itu dibutuhkan orang yang benar-benar paham,” kata Fahmy seperti dikutip detikcom, Kamis (14/11/2019).

Selain itu, Fahmy juga menyoroti perihal kasus penistaan agama yang pernah menjerat Ahok. Menurut Fahmy, hal itu tentu jadi satu hal yang tak bisa dikesampingkan. “Kedua, Ahok politisi kontroversial, yang bahkan pernah terbukti melakukan penodaan agama, akan menjadi blunder yang memunculkan resistansi sehingga nggak sempat untuk membenahi PLN atau Pertamina,” ucapnya.

Menurut Fahmy, Ahok lebih pas ditempatkan di BUMN karya atau perkebunan, yang dinilai lebih butuh pembenahan ketimbang BUMN di bidang energi. “Kalau misalnya BUMN karya atau ditempatkan saja di BUMN holding PTPN, banyak masalahnya dan utangnya banyak saya kira akan lebih fair dan mungkin resistansi rendah,” ujarnya.

Share: Menerka Wajah BUMN di Tangan Ahok