Isu Terkini

Wajah Baru KPK: Lima Pimpinan Resmi Ditetapkan

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

DPR RI secara resmi menetapkan lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023: Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, dan Nurul Ghufron. Mereka sasaran kritik lantaran masyarakat menganggap mereka berpotensi melemahkan lembaga antirasuah.

Kelima pimpinan ditetapkan dalam rapat paripurna masa persidangan VIII DPR RI Tahun 2019-2020, dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Senin (16/09/19). Mereka dipilih berdasarkan hasil voting 10 Fraksi di Komisi III DPR RI setelah uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test.

Kelima nama itu bakal diserahkan DPR ke Presiden Jokowi paling lambat tujuh hari kerja terhitung sejak hari pemilihan di Komisi III. Kemudian, Jokowi bakal mengesahkan kelimanya paling lambat 30 hari kerja sejak penerimaan surat dari pimpinan DPR.

Mereka akan mulai bekerja setelah dilantik Jokowi pada 21 Desember. Hal itu merujuk pelantikan pimpinan KPK periode 2015-2019 yang saat itu juga dilakukan pada 21 Desember 2015.

Firli Bahuri Raih Suara Tertinggi

Irjen (Pol) Firli Bahuri, yang selama proses seleksi capim KPK selalu jadi sorotan, dipastikan menjadi Ketua baru KPK lantaran meraih suara terbanyak. Sebelumnya, Firli sendiri sudah melalui serangkaian proses pemilihan di Pansel Capim KPK hingga nama-nama capim dikirimkan ke presiden.

Firli menjadi salah satu dari 10 nama yang disetujui oleh Presiden dan dikirimkan ke DPR untuk uji kelayakan dan kepatutan. Firli terpilih sebagai pimpinan KPK dengan mengantongi 56 suara dalam voting yang dilakukan Komisi III DPR RI, sekaligus juga terpilih sebagai Ketua KPK secara aklamasi.

Adapun hasil voting Komisi III DPR terhadap para capim KPK itu adalah sebagai berikut:

Nawawi Pomolango (Hakim): 50 suara
Lili Pintauli Siregar (Advokat): 44 suara
Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan): 19 suara
Nurul Ghufron (Dosen/Akademisi): 51 suara
I Nyoman Wara (Auditor): 0 suara
Alexander Marwata (Komisioner KPK): 53 suara
Johanis Tanak (Jaksa): 0 suara
Luthfi Jayadi (Dosen/Akademisi): 7 suara
Firli Bahuri (Anggota Polri): 56 suara
Roby Arya (PNS Sekretariat Kabinet): 0 suara

“Meskipun tidak ada di UU, kesepakatan kami siapa pun yang memperoleh suara terbanyak, dialah yang kami tunjuk menjadi Ketua KPK,” kata Wakil Ketua Komisi III Erma Suryani Ranik usai pemilihan ketua KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (13/09) dini hari.

Erma mengatakan bahwa komposisi lima pimpinan KPK baru ini cukup baik. Sebab latar belakang para pimpinan baru beragam. Firli polisi, Alexander Marwata dari KPK, Nurul Gufron akademisi, Nawawi Pomolango hakim, serta Lili Pintauli Siregar yang merupakan advokat dan satu-satunya pimpinan perempuan.

“Kita punya wakil akademisi, kita punya wakil dari penegak hukum, sudah lengkaplah ini,” ucap politikus Partai Demokrat itu.

Sementara itu, nama Firli jadi sorotan lantaran isu pelanggaran etik yang diduga dilakukannya. Setelah ramai jadi perbincangan publik, Firli akhirnya memberi penjelasan. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah dinyatakan melanggar etik berat saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

“Ada dari 5 pimpinan bicara Pak Saut ada, Ibu Basaria, Pak Laode, Pak Alex, Pak Agus juga. Saya sendiri menghadapi 5 pimpinan tidak ada satu pun pimpinan mengatakan saya melanggar. Saya diperingatkan, iya,” kata Firli saat fit and proper test capim KPK di Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/09).

Tak hanya itu, Firli juga menjelaskan soal pertemuannya dengan TGB. Ia menegaskan pertemuan itu dilakukan tanpa rencana dan tanpa sengaja. Selain itu, ia juga juga menekankan bahwa tidak ada pembicaraan terkait perkara apapun dengan TGB kala itu.

“Saya tidak mengadakan pertemuan atau hubungan. Saya harus jelaskan, bukan mengadakan pertemuan. Tapi kalau pertemuan, yes. Di lapangan tenis, hard court, terbuka. Saya datang 06.30 WITA karena diundang danrem sebelumnya,” kata Firli. “Artinya, tidak pernah mengadakan sama sekali. Setelah main 2 set, tiba-tiba TGB datang. Langsung masuk lapangan. Maklum, gubernur,” ujarnya.

Lebih jauh, Firli juga menjelaskan soal pertemuannya dengan Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar. Terkait hal itu, ia pun membeberkan bahwa pertemuan itu terjadi di Gedung KPK saat Bahrullah dipanggil penyidik KPK.

Kala itu, sebagai teman kerja, Firli menjemput Bahrullah yang diperiksa sebagai saksi. Setelah pertemuan, ia mengaku tak pernah lagi bertemu Bahrullah. Begitupun dengan pertemuannya dengan salah satu ketum parpol, yang diakuinya bukanlah suatu kesengajaan. Bahkan, ia menyebut pertemuannya tersebut bukan dengan ketum parpol, melainkan individu.

“Kalaupun disampaikan pertemuan dengan pimpinan partai politik, saya ingin katakan, saya bukan bertemu dengan pimpinan partai politik, tapi saya bertemu dengan individu dan itu tidak ada pembicaraan apa pun dan itu bukan pertemuan yang disengaja,” ujarnya.

Kelincahan KPK Berpotensi Terganggu

Terpilihnya Firli, yang berlatarbelakang kepolisian, sebagai Ketua KPK, juga dikomentari Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. Ia mengatakan dipilihnya ketua KPK yang berasal dari kepolisian bertentangan dengan semangat awal dibentuknya KPK karena lemahnya penegakan hukum terkait korupsi di kepolisian maupun kejaksaan.

“Paradoks luar biasa, (polisi) sebagai lembaga yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi belum bekerja efektif dan efisien. Makanya ada KPK, dan KPK sebagai lembaga independen punya kekuatan luar biasa,” kata Refly, Minggu (15/09) malam.

Lebih lanjut, Refly menyoroti munculnya usulan membentuk Dewan Pengawas di revisi Undang-Undang KPK. Baginya, dewan tersebut akan sangat mengganggu independensi KPK. “Dewan pengawas mengganggu betul independensi KPK, karena isinya bukan pengawasan, tapi perizinan,” ujarnya.

Dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, bertajuk ‘Senjakala’ KPK?, Refly juga menyayangkan soal Dewan Pengawas itu. Menurutnya, Jumat (13/09), Dewan Pengawas justru berpotensi memperlambat kinerja KPK yang sudah terbentuk selama ini.

“Bayangkan kalau kita mau menyadap, orang bicara di luar negeri pakai pengadilan, tapi ini kalau kita bicara korupsi tidak akut. Sekarang kalau korupsi akut begini, bagaimana transaksi suap menyuap terjadi, birokrasi yang terlalu rigid akan menyebabkan kelincahan berkurang,” kata Refly.

Share: Wajah Baru KPK: Lima Pimpinan Resmi Ditetapkan