Isu Terkini

Labuan Bajo: Antara Ambisi Wisata Super Premium dan Nasib Warga Lokal

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Labuan Bajo, kota pelabuhan kecil di Pulau Flores di wilayah Nusa Tenggara Timur bakal dikembangkan menjadi destinasi wisata super premium. Presiden Joko Widodo mengatakan nantinya segmen wisatawan yang berlibur ke kawasan Labuan Bajo yakni yang memiliki pengeluaran lebih besar. Lalu, apa dampaknya wisata super mewah ini bagi masyarakat lokal di sana?

Labuan Bajo memang dianggap sebagai ‘Bali baru’ lantaran potensi pariwisatanya yang besar. Untuk itulah, seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet RI, Senin (20/01/20), Jokowi menjelaskan bahwa wisata super premium Labuan Bajo nanti akan tampil dengan konsep pengembangan yang berbeda dengan kawasan wisata lainnya.

“Kita harapkan di sini belanjanya lebih besar, stay-nya tinggalnya lebih lama, kita harapkan itu. Artinya bukan jumlah turisnya, tapi spending-nya, belanjanya yang lebih banyak,” kata Jokowi di Plataran Komodo Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Senin (20/01).

Apa Saja yang Bakal Dikembangkan?

Dalam menyulap Labuan Bajo menjadi destinasi wisata super premium, pemerintah tentu segera menyiapkan sejumlah infrastruktur agar para wisatawan semakin banyak yang berkunjung ke sana. Salah satunya yakni, memperpanjang landasan pacu serta memperlebar terminal di Bandara Internasional Komodo sehingga lalu lintas di bandara semakin pesat.

Nantinya kalau pembangunan sudah selesai semua, maka Kementerian Pariwisata tinggal memulai promosi Labuan Bajo sebagai kawasan super premium secara besar-besaran. Misalnya, dengan membuat acara internasional untuk menarik turis asing. “Akhir tahun nanti itu semuanya selesai tinggal masuk ke promosi. Step-step itu kita lakukan, memperbaiki produk secara total, nanti baru masuk ke promosi,” ucap mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Menurut Jokowi, setidaknya ada lima zona atau kawasan yang perlu ditata dalam rangka pengembangan destinasi super premium Labuan Bajo di awal 2020 ini. Pemerintah pun akan melakukan integrasi, baik yang berkaitan dengan kerapian, kebersihan, dan kenyamanan, keamanan bagi para wisatawan.

“Ada lima zona yang harus kita tata, yakni yang pertama yang ada di Bukit Pramuka, kemudian kedua yang di Kampung Air, ketiga di pelabuhan peti kemas dan dermaga penumpang, dan kemudian yang keempat di kawasan marina, yang kelima di zona Kampung Ujung,” kata Jokowi.

Jokowi menyebut lima zona tersebut nantinya akan menjadi sebuah ruang publik tidak terputus yang menghadirkan sebuah landscaping yang indah dan menjadi generator penggerak pembangunan serta pusat aktivitas masyarakat di Labuan Bajo.

Untuk mendukung kemajuan destinasi wisata super premium Labuan Bajo, Jokowi ingin masyarakat lokal menikmati dan menjadi bagian dari pembangunan yang dilakukan. SDM masyarakat lokal sesegera mungkin akan ditingkatkan keahliannya, kompetensinya, baik dari sisi keterampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di industri pariwisata yang ingin dikerjakan.

Soal usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah yang ada di NTT, Jokowi juga meminta jangan sampai ditinggal. Mantan Wali Kota Solo itu berharap nanti juga ada sebuah creative hub yang akan menggarap produk-produk lokal, baik dari sisi packaging/kemasan, sisi desain, sisi harga, dan yang lain-lainnya.

“Kita harapkan nantinya tenun, kopi, kerajinan, makanan khas betul-betul bisa tumbuh. Dan seiring dengan itu juga atraksi budaya lokal, kesenian daerah juga harus semakin hidup dan menghidupkan area yang ada di Labuan Bajo,” ujarnya.

Meski nantinya dikembangkan jadi kawasan wisata super premium, Jokowi memastikan tak akan menghilangkan kelestarian alam yang dimiliki Labuan Bajo. Bahkan, Jokowi telah meminta Menteri LHK Siti Nurbaya untuk membuat kebun bibit atau nursery yang bisa memproduksi lima juta hingga tujuh juta bibit pohon.

Ada pula rencana menaman sejumlah tanaman bunga agar kawasan Labuan Bajo semakin indah dan menarik para turis. “Termasuk landcaping, tadi landscape di pulau maupun landscape yang ada di darat. Di sini semuanya tadi akan ditanami flamboyan, tabebuya, bougenvile,” ucapnya.

Selain itu, Jokowi juga ingin memastikan ketersediaan air bersih di kawasan wisata Labuan Bajo. Ia mengaku mendapat keluhan dari pemilik hotel terkait sulitnya ketersedian air baku. Pemerintah melalui Kementerian PUPR telah menyiapkan tambahan air bersih 100 mili liter per detik.

Berapa Sih Ongkos Liburan ke Labuan Bajo?

Rencana pemerintah meningkatkan kualitas destinasi wisata Labuan Bajo memang sudah sejak lama dicanangkan. Bahkan, pada Oktober 2019 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan ingin membuat Pulau Komodo sebagai objek wisata eksklusif skala internasional dengan biaya tiket masuk senilai US$ 1.000 atau sekitar Rp14 juta (jika kurs Rp 14.000/US$).

Biaya ini dinaikkan untuk biaya pemeliharaan dan penataan Pulau Komodo. Namun, itu masih sebatas usulan dan dikaji lagi dan belum berlaku. “Ini kita atur agar komodo sebagai hewan langka yang masuk World Heritage (keajaiban dunia) terlindungi,” kata Luhut di Sekolah Tinggi Perikanan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu, (02/10/19) lalu.

Luhut waktu itu menyebut pemerintah akan menyerahkan pengelolaan Taman Nasional Komodo ke organisasi-organisasi filantropis. Selanjutnya, pemerintah akan mulai membuka tender agar pengelolaan lokasi wisata yang masuk golongan destinasi superprioritas itu profesional. “Semua yg peduli lingkungan kita akan kita tawari (untuk mengelola),” ucapnya.

Adapun organisasi filantropis itu nantinya menjadi pihak yang bakal menjual tiket kepada wisatawan. Perihal pengaturan tiket ini, Luhut mengatakan pemerintah akan menerapkan sistem kartu anggota tahunan yang bersifat premium. Nantinya para pemegang kartu anggota premium tersebut akan memiliki kesempatan mengunjungi langsung Pulau Komodo.

Lalu, hasil dari penjualan itu seluruhnya akan dipakai untuk pemeliharaan habitat komodo. Luhut mencontohkan, jika pemerintah menyediakan 50 ribu lembar tiket, hasil penjualan sebesar US$50 juta atau Rp700 miliar akan digelontorkan seluruhnya untuk Pulau Komodo.

Saat ini biaya untuk masuk Pulau Komodo sendiri cukup terjangkau. Biaya tiket masuk dibedakan antara wisatawan domestik atau dalam negeri yang hanya dikenakan biaya Rp75 ribu per hari, lalu wisman dengan biaya Rp250 ribu per hari. Itu setelah direkap terdiri dari tiket ranger (pemandu).

Berdasarkan pantauan Asumsi.co di sejumlah aplikasi pemesan tiket pada Selasa (21/01), harga tiket untuk satu orang dengan keberangkatan dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta menuju Bandara Labuan Bajo, itu berkisar antara Rp1,4 juta hingga Rp1,9 juta, ini dengan pilihan maskapai yang beragam.

Penerbangan dari Jakarta setidaknya membutuhkan waktu sekitar dua jam 30 menit. Kalian sebenarnya bisa juga menikmati penerbangan langsung jika melakukan perjalanan dari Bali dalam waktu sekitar satu jam 40 menit. Biaya tiket pesawat yang terpantau saat ini berkisar antara Rp675.000 hingga Rp775.000 atau tiket pesawat yang transit dengan kisaran Rp1,1 juta hingga Rp1,9 juta dengan berbagai pilihan jam keberangkatan serta maskapai.

Sementara itu, kalau ingin berangkat melalui penerbangan dari Yogyakarta atau dari Surabaya menuju ke Labuan Bajo, kalian juga harus rela transit. Biaya tiket pesawat yang dibutuhkan berkisar antara Rp1,1 juta hingga 1,9 juta.

Itu baru tiket pesawat pergi saja, bagaimana dengan tiket pulang? Kalau dilihat ternyata harganya nggak berkisar jauh dari tiket penerbangan pergi. Lalu, setelah urusan akomodasi keberangkatan selesai, yang perlu disiapkan selanjutnya adalah biaya selama berada di Labuan Bajo, mulai dari makan, belanja oleh-oleh, biaya bepergian hingga menginap.

Kalau melakukan travelling tanpa menggunakan travel agent, perencanaan kunjungan destinasi wisata harus diatur dengan cermat. Setidaknya ada dua kategori pasar saat berkunjung ke Labuan Bajo yakni harga backpackeran dan harga liburan mewah.

Dikutip dari Kompas.com, Kamis (29/11/19), biaya liburan untuk backpacker dan di Labuan Bajo adalah sebagai berikut:

1. Menginap di hostel atau homestay dengan harga mulai dari Rp150.000 per malam. Saat musim sepi pegunjung, kalau pergi ramai-ramai, sebenarnya bisa melakukan negosiasi harga dengan pemilik akomodasi untuk dapat diskon.

2. Sewa motor untuk mengelilingi Labuan Bajo berkisar pada harga Rp50.000 per hari. Harga ini sewaktu-waktu bisa berubah atau naik terutama saat musim liburan tiba.

3. Backpackeran tentu lebih memilih makan di warung yang berada di wilayah pasar tradisional, ketimbang di restoran. Di warung, harga makanan berkisar Rp15.000 – Rp35.000 untuk sekali makan.

4. Biaya paling tinggi yakni saat sewa kapal menuju komodo, snorkeling, dan hoping islands. Kapal paling murah adalah kapal bemo (kapal kayu klotok). Biasanya tarif sewa per hari Rp2 juta untuk 8 orang, jadi satu orang dikenakan kisaran Rp250.000. Harga ini bisa saja berubah tergantung negosiasi dengan pemilik kapal.

5. Living on Board (LoB) di kapal sederhana bersama 25 orang lain, yang sebetulnya jadi cara paling ringkas untuk menyatukan tiga pengeluaran di atas. Kisaran harganya Rp1,6 juta per orang untuk wisata selama empat hari tiga malam di perairan Taman Nasional Komodo. Harga itu sudah termasuk makanan selama di kapal, diantarkan keliling pulau, dan tidur di kapal.

Sementara untuk liburan mewah Labuan Bajo, biaya yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut:

1. Menginap di resort bintang lima, salah satu misalnya di Ayana Komodo Resort Waecicu Beach. Berdasarkan pantauan Asumsi.co, Selasa (21/01), harga menginap satu malam untuk satu orang di sana adalah sekitar Rp4,3 juta.

2. Makan di restoran mewah yang terdiri dari dengan pemandangan indah dan menu makanan khas Indonesia, Asia, dan Barat. Biayanya berkisar antara Rp150.000 per orang untuk makan dan minum, sekali bersantap.

3. Sewa mobil di Labuan Bajo mulai Rp500.000 untuk enam jam pemakaian.

4. Sementara untuk sewa kapal yacht dengan fasilitas mewah dan punya kecepatan 4.500 rpm, dari Palataran Komodo Resort & Spa, biayanya berkisar antara Rp20-30 juta untuk sewa sehari. Fasilitas yang didapat adalah kamar tidur, toilet, ruang tamu dalam ruang, dan ruang tamu terbuka.

5. Living on Board (LoB) di kapal pesiar mewah dengan fasilitas super premium dan harga paling mahal di perairan Taman Nasional Komodo saat ini dipegang oleh Lamima. Harga sewa kapal ini 20.000 dollar AS per malam atau setara Rp280 juta untuk maksimal 14 orang tamu.

Wisata Super Premium, Bagaimana Nasib Masyarakat Lokal?

Wacana menjadikan Labuan Bajo sebagai destinasi wisata super premium tentu disambut baik oleh masyarakat lokal. Boe Berkelana, Pemandu Wisata di Labuan Bajo, mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi soal wisata premium yang target pasarnya adalah wisatawan yang akan menghabiskan uang lebih besar di Labuan Bajo, belanja lebih banyak, kemudian length of stay-nya juga lebih lama

Hanya saja, Boe menyebut yang menjadi kekhawatiran mereka adalah soal segmentasi kapal di sana. Sebab, selama ini, wisata utama di Labuan Bajo adalah wisata bahari, dengan tujuan utama ke Taman Nasional Komodo. Di mana tak hanya ada kapal mewah saja yang beroperasi, tapi juga kapal dengan berbagai tingkatan dari kapal open deck sampai ke kapal pinisi

“Nah sisanya mayoritas kapal itu milik nelayan lokal yang sudah beralih dari nelayan ke pengusaha kapal wisata. Jumlah nelayan di Labuan Bajo itu kan sudah berkurang karena perkembangan pariwisata ini, yang mana rata-rata beralih menjadi pengusaha kapal,” kata Boe saat dihubungi Asumsi.co, Selasa (21/01).

Menurut Boe, mereka (nelayan yang menjadi pengusaha kapal) selama ini dihidupi oleh pasar-pasar menengah ke bawah atau wisatawan umum yang mencari harga wisata murah misalnya melalui sharing travel cost, atau pun juga kapal privat yang masih terjangkau harganya. Ia berharap skema penyedia wisata lokal yang sudah terbentuk selama ini tidak hilang dan terganggu.

“Nah itu yang kita khawatirkan karena Pak Presiden tidak mengelaborasi lebih jauh soal wisata super premium itu seperti apa. Kita ini masih bingung juga sebenarnya bagaimana melibatkan, atau bagaimana posisi pengusaha-pengusaha kapal lokal utamanya kapal yang selama ini melayani wisatawan yang non-premium, saat masuk dalam wacana wisata super premium ini,” ujarnya.

Boe pun mempertanyakan posisi mereka sebenarnya nanti akan seperti apa. Dalam bayangannya sendiri bahwa tak masalah ada wisata mewah seperti yang direncanakan itu. Tapi ia berharap juga tetap ada kesempatan bagi wisatawan umum, yang tak bisa menjangkau paket wisata super premium, untuk datang ke Labuan Bajo dengan armada yang juga tersedia dalam standar di tingkatannya masing-masing dan harga terjangkau.

“Intinya yang kita harapkan di sini adalah bahwa branding wisata super premium itu oke saja, tapi tetap dengan membuka keran untuk pelaku-pelaku moda transportasi pariwisata yang selama ini sudah melayani wisatawan-wisatawan dengan kategori non-premium tadi. Yang perlu itu hanya mendorong pelaku usaha lokal di sana untuk meningkatkan kapasitas SOP di kapal, safety, dan segala macam sesuai dengan standar premium di kelasnya masing-masing.”

Boe khawatir kalau pemerintah hanya fokus ke wisata super premiumnya saja, dalam konteks premium armada transportasinya. “Lalu apa kabar kapal-kapal milik nelayan yang akhirnya berubah jadi pengusaha kapal, lantaran dampak dari perkembangan pariwisata berubah menjadi wisata premium itu? Masak sudah tidak punya kesempatan lagi untuk mengakses pasar? Begitu,” katanya.

Artinya, Boe akan sangat mendukung jika nanti misalnya ada kapal open deck yang punya standar premiumnya sendiri, kemudian kapal kabin non pinisi juga punya standar premium sendiri. Sampai kapal pinisi itu sendiri juga punya standar premium sendiri. Jadi, berdasarkan alur yang sudah terbangun selama ini, semua wisatawan yang datang ke Labuan Bajo itu memang terbagi dalam berbagai kategori sesuai pilihan paket wisatanya yakni premium, backpacker, dan kelas menengah.

Sejak Labuan Bajo mulai berubah jadi pusat tujuan wisata, terutama setelah kampanye Komodo National Park pada 2011 lalu sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia kategori alam dan event Sail Komodo 2013, Boe menyebut sekitar 80 persen masyarakat lokalnya betul-betul menggantungkan hidupnya di pariwisata. Mereka menjadi penjual souvenir atau pun membuat patung komodo.

Dengan adanya rencana destinasi wisata super premium Labuan Bajo, Boe menyebut masyarakat lokal kini dituntut untuk bergerak cepat. Secara kesiapan, lanjut Boe, terutama dalam hal hospitality memang masih perlu ditingkatkan. Itupun harus dibarengi dengan intervensi pemerintah daerah dan pusat dengan porsi yang mestinya sesuai kebutuhan saja.

Misalnya saja, Boe menyebut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama pernah datang bertemu dengan komunitas-komunitas loka akhir tahun lalu. Saat itu, pemerintah memang berupaya mendorong agar pelaku-pelaku ekonomi kreatif lokal untuk menghasilkan lebih banyak produk untuk menyambut wisata premium itu sendiri.

“Tapi selama ini pun tanpa di-branding premium, ya destinasi Labuan Bajo ini kan memang sudah premium, dari sisi alam dan budaya, serta hal-hal lainnya. Itu hanya pelabelan saja. Lalu, secara penerapan industri pariwisatanya juga sudah ada pasar-pasar premiumnya, itu sudah berjalan dengan hadirnya tingkatan-tingkatan wisatawan dan level kapal tadi.”

Sementara itu, Venan Haryanto Ketua Divisi Riset & Publikasi Sunspirit for Justice and Peace, Labuan Bajo, mengatakan bahwa tanpa perlu promosi besar-besaran, apalagi dengan kucuran anggaran yang banyak, pariwisata di Labuan Bajo-Flores sebenarnya sudah diuntungkan dengan pengakuan dunia internasional melalui UNESCO atas status Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai situs warisan dunia (the world herritage site) pada tahun 1991.

Status ini disandang TNK karena berhasil memenuhi dua kriteria yakni kriteria ke-tujuh lanskap alam yang indah dan kriteria ke-10 sebagai habitat alami satwa unik bernama Varanus komodoensis. Status ini diperteguh lagi melalui pengakuan New7Wonders Foundation pada tahun 2012 atas TNK sebagai salah satu dari New Seven Wonders of Nature.

“Gelar-gelar yang diakui publik internasional inilah yang menjadi garansi utama moncernya pariwisata Labuan Bajo-Flores hari-hari ini. Wisatawan, mulai dari kelas premium hingga menengah ke bawah, datang untuk menyaksikan pesona wisata alam (nature based tourism) di TNK yang antara lain menyajikan beberapa atraksi seperti trekking, snorkelling, diving, herping, bird watching,” kata Venan kepada Asumsi.co, Selasa (21/01).

Lebih lanjut, data yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa kunjungan wisatawan ke TNK dalam beberapa tahun terakhir memperlihatkan trend yang terus meningkat. Pada tahun 2014 sebanyak 80.626 orang, 2015 sebanyak 95.410 orang, tahun 2016 sebanyak 107.711, tahun 2017 sebanyak 125.069 orang dan tahun 2018 sebanyak 159.217 orang.

Kunjungan wisatawan yang banyak ini juga berefek pada peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pungutan tiket masuk wisatawan ke dalam TNK. Untuk tahun 2014 sebesar Rp5,4 miliar, tahun 2015 sebesar Rp19,20 miliar, tahun 2016 sebesar Rp22,80 miliar, tahun 2017 sebesar Rp29,10 miliar, dan tahun 2018 sebesar Rp33,16 miliar.

Selain itu, nature based tourism TNK juga telah membentuk economic linkage (rantai ekonomi) untuk kota Labuan Bajo dan sekitarnya. Menariknya rantai ekonomi yang terbentuk cukup banyak berkontribusi bagi masyarakat lokal yang dominan mengembangkan usaha-usaha pariwisata berskala kecil, jauh dari kategori premium.

Data yang dirilis oleh Dinas Kabupaten Manggarai Barat (2018) mencatat bahwa di Labuan Bajo sekarang ini terdapat kurang lebih 80 hotel (15 hotel berbintang, satu hotel non bintang, tiga hostel, 45 melati, delapan penginapan, enam Losmen, satu P. Wisata dan satu perkemahan). Juga terdapat 59 biro perjalanan, 16 travel agent dan tujuh Informasi pariwisata yang menjual paket perjalanan wisata menuju TNK.

“Perjalanan wisata ke TNK juga menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 100 orang pemandu wisata. Sementara, dari segi aksesilibitas, wisatawan yang berkunjung ke Labuan Bajo juga memanfaatkan jasa dari kurang lebih 300 taksi bandara. Perjalanan wisata ke TNK telah membuka kesempatan kerja bagi lebih dari 300 kapal wisata yang memperkerjakan kurang lebih 3000 karyawan,” ujarnya.

Masyarakat dalam kawasan TNK juga tak ketinggalan, pelan-pelan merasakan dampak ekonomi dari kehadiran pariwisata dengan mengembangkan pariwisata komunitas berbasis konservasi. Di Kampung Komodo terdapat 144 orang penjual souvenir, 65 orang pengrajin patung, 26 orang naturalist guide dan 13 orang yang membuka jasa homestay.

Belum terhitung masyarakat yang membuka usaha warung yang banyak terpusat di Kampung Komodo. Sementara di Kampung Rinca, walaupun belum semaju  orang Komodo, satu tahun belakangan mereka telah membentuk Pokdarwis, mengelola beberapa spot wisatawan alam (gua kalong, batu balok, pulau Kalong) dalam spirit pariwisata komunitas berbasis konservasi.

“Oleh sebab itu, ambisi yang terlampau akrobatik untuk memajukan pariwisata di Labuan Bajo-Flores dengan mengubah TNK sebagai destinasi premium akan sangat berdampak buruk bagi masa depan pariwisata Labuan Bajo sendiri. Tidak saja akan mengubah image destinasi TNK di mata publik internasional, tetapi juga mematikan distribusi aliran keuntungan pariwisata bagi usaha-usaha kelas menengah ke bawah dari masyarakat lokal,” kata Venan.

Venan menjelaskan bahwa di negara lain sudah ada preseden buruk. Misalnya penghapusan dari daftar Situs Warisan Dunia sejauh ini telah dilakukan pada dua spot yakni Arabian Oryx Sanctuary di Oman dan Dresden Elbe Valley di Jerman. Hal itu terjadi karena zona konservasi yang kian dipersempit untuk kepentingan investasi.

“Pulau Rinca, biarkan tetap menjadi Pulau Rinca, jangan diubah jadi Jurasic Park. Pulau Komodo, biarkan tetap jadi Pulau Komodo, jangan diubah seperti Taman Safari di Afrika,” ucapnya.

Share: Labuan Bajo: Antara Ambisi Wisata Super Premium dan Nasib Warga Lokal