General

Ke Mana Partai Demokrat Akhirnya Bakal Berlabuh di 2019?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Partai Demokrat mulai menunjukkan tanda-tanda akan dibawa kemana gerbong koalisi mereka di Pilpres 2019 nanti. Situasi itu terlihat usai Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Prabowo Subianto di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 24 Juli.

Yap, pertemuan SBY dan Prabowo terkait Pilpres 2019 itu menghasilkan setidaknya tiga hal penting. Hal pertama adalah membahas soal Pemilu 2019 yang damai, jujur, adil. Lalu, poin kedua soal isu-isu nasional, dan poin ketiga membahas soal koalisi.

Dalam konteks ini, SBY sendiri mengatakan Demokrat terbuka untuk berkoalisi dengan Gerindra. Menurut SBY, sejak awal jalan koalisi kedua parpol memang sudah terbuka sangat lebar lantaran sesamaan visi dan misi.

“Jalan untuk bangun koalisi ini terbuka lebar, apalagi setelah kami berdua sepakat atas apa yang menjadi persoalan bangsa 5 tahun ke depan, sepakat atas apa yang diharapkan rakyat hingga grassroot sebelum kami bicara koalisi,” kata SBY dalam jumpa pers bersama Prabowo di kediamannya di Kuningan, Selasa, 24 Juli.

“Saya katakan tersedia (berkoalisi). Koalisi yang efektif yang kokoh harus berangkat dari niat baik, good will. Harus saling menghormati, mutual respect, dan saling percaya, mutual trust dan memiliki chemistry yang baik,” ujar SBY.

Sementara itu, Prabowo juga mengaku  sangat senang dengan pertemuan Gerindra dan Demokrat. Ketua Umum Partai Gerindra itu mengatakan bahwa kesepakatan dalam pertemuan itu akan ditindaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan selanjutnya untuk membahas hal-hal teknis dalam koalisi.

“Kami bertekad di hari-hari yang akan datang mengadakan pertemuan lebih teknis menuju koalisi,” kata Prabowo.

Namun, yang jadi pertanyaan apakah pertemuan tersebut dipastikan akan membuat Demokrat berlabuh ke Prabowo dan Gerindra di Pilpres 2019 nanti? Jika memang benar, seperti apa skenario yang akan terjadi?

Skenario Demokrat Jika Bergabung ke Kubu Prabowo

Usai pertemuan dengan Prabowo, SBY mengaku kedua parpol akan melakukan pertemuan-pertemuan lanjutan untuk membahas secara detil dan teknis. Kedua parpol juga membentuk tim kecil yang akan bertugas menyusun teknis persiapan koalisi kedua partai.

Dalam pertemuan itu, SBY sendiri memastikan bahwa koalisi Demokrat dan Gerindra dibangun untuk membawa Prabowo sebagai calon presiden. Meski begitu, pertemuan tersebut justru belum memastikan siapa sosok calon wakil presiden Prabowo.

Yang jelas, kalau berkoalisi di Pilpres 2019 nanti, gabungan kekuatan Demokrat dan Gerindra secara suara dipastikan sudah cukup memenuhi syarat presidential threshold 20 persen kursi di DPR RI. Soal sosok cawapres, Prabowo seperti memberi kode, bahwa sosok AHY bisa saja mendampinginya nanti. Di sisi lain, nama AHY dipastikan juga bukanlah pilihan terakhir bagi Prabowo.

“Pak SBY tidak meminta AHY sebagai cawapres sebagai harga mati. Beliau minta kita mencari nama yang terbaik,” kata Prabowo.

“Tapi kriteria yang saya butuhkan, capable, orang yang bisa berkomunikasi dengan baik dengan generasi muda karena memang pemilih mayoritas di bawah 40 tahun. Umpama nama AHY muncul, saya harus katakan, why not,” ujarnya.

Namun, keinginan SBY untuk tetap ‘memaksakan’ AHY menjadi cawapres pendamping Prabowo tampaknya bakal menghadapi jalan terjal. Pasalnya, banyak pihak yang menilai AHY belum tepat jika harus maju sebagai cawapres.

AHY dinilai masih harus membuktikan diri lebih dulu sebelum melangkah jauh di jajaran cawapres. Setidaknya banyak suara yang menyebutkan AHY harus merintis karier setidaknya sebagai Bupati, Wali Kota, ataupun Gubernur di daerahnya.

Untuk itu, AHY diharapkan tak mengambil jalan instan untuk meraih kursi cawapres dengan memanfaatkan popularitas dan posisi tawar ayahnya. Jika pun nanti Demokrat tetap berkoalisi dengan Gerindra, SBY masih bisa memaksimalkan peran dari sosok AHY.

Ya, SBY bisa saja menyodorkan nama AHY bukan sebagai cawapres Prabowo, melainkan ketua tim sukses. Jika memang nanti Prabowo berhasil menang, maka AHY berpeluang jadi menteri dan proses itu akan membuka jalan AHY menuju Pipres 2024 mendatang.

Peluang Demokrat Bentuk Poros Baru

Demokrat tetap berpeluang membentuk poros baru jika memang ingin mengusung presiden sendiri bersama partai lain. Meski begitu, partai berlogo bintang mercy itu harus mencapai presidential threshold (PT) lebih dulu.

Untuk diketahui, DPR RI sendiri memutuskan bahwa PT mencapai 20-25 persen dalam UU Pemilu. Maka dari itu, tak ada parpol yang bisa mengusung capres sendiri tanpa berkoalisi.

Jumlah PT sebesar 20-25 persen di UU Pemilu tersebut membuat parpol atau gabungan parpol yang bisa mengusung capres adalah yang mendapatkan 20% kursi di DPR RI atau 25% suara sah nasional Pemilu 2014. Berikut peta perolehan suara 10 parpol DPR dalam Pemilu 2014:

1. Partai NasDem 8.402.812 (6,72 persen)
2. Partai Kebangkitan Bangsa 11.298.957 (9,04 persen)
3. Partai Keadilan Sejahtera 8.480.204 (6,79 persen)
4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 23.681.471 (18,95 persen)
5. Partai Golkar 18.432.312 (14,75 persen)
6. Partai Gerindra 14.760.371 (11,81 persen)
7. Partai Demokrat 12.728.913 (10,19 persen)
8. Partai Amanat Nasional 9.481.621 (7,59 persen)
9. Partai Persatuan Pembangunan 8.157.488 (6,53 persen)
10. Partai Hanura 6.579.498 (5,26 persen)

Jika, Demokrat urung merapat ke kubu Prabowo, maka hitung-hitungannya mereka akan berkoalisi membentuk poros baru dengan sejumlah partai yang sejauh ini belum menentukan sikap seperti PKS, PAN, hingga PKB.

Maka dari itu, masih dimungkinkan adanya poros baru dengan menggabungkan kekuatan partai-partai seperti Demokrat, PKB, dan PAN. Mengingat kemungkinan Gerindra bisa saja berjuang bersama PKS.

Lalu, pilihan yang mana kah yang akhirnya diambil Demokrat? Bergabung dengan Gerindra atau membentuk poros baru? Drama koalisi jelang Pilpres 2019 ini masih menarik dinanti.

Share: Ke Mana Partai Demokrat Akhirnya Bakal Berlabuh di 2019?