General

Kekesalan Jokowi-Ma’ruf: Dari Sontoloyo, Genderuwo Sampai Buta-Budek

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan Ma’ruf Amin mulai menunjukkan kegelisahan dalam beberapa waktu terakhir jelang kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Jika dulu keduanya dikenal santun dan adem, sekarang mulai mengeluarkan diksi-diksi yang agak berbeda dari sebelumnya. Hal itu tentu hasil dari reaksi terhadap situasi politik yang tak diinginkan keduanya.

Coba saja kita tengok beberapa istilah yang pernah dilontarkan secara langsung oleh Jokowi dan Ma’ruf. Sebelumnya Jokowi menyebut politik sontoloyo untuk menggambarkan kondisi politik yang tidak sehat dan sudah begitu lama dipraktikkan di Indonesia. Tak lama setelah itu, ia kembali menyinggung politisi-politisi tanah air yang menurutnya hanya menakut-nakuti rakyat saja dengan sebutan politik genderuwo.

Tentu, pernyataan-pernyataan nyeleneh Jokowi itu langsung dimanfaatkan lawan politiknya dengan cepat. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu dinilai tak layak melontarkan kata-kata tak pantas sebagai pemimpin negara. Sehingga, kesan Jokowi yang santun pun mulai bergeser.

Jokowi dan Ma’ruf Mulai ‘Gelisah’

Tak hanya Jokowi saja, belakangan Ma’ruf Amin juga ikut-ikutan menggunakan diksi yang tak biasa seperti itu, di mana misalnya baru-baru ini ia menyebut orang yang tidak merasakan dampak dari pembangunan infrastruktur di pemerintahan Jokowi-JK dianggapnya sebagai orang yang ‘budek’ dan ‘buta’.

Baca Juga: Beda Gaya Kampanye Jokowi dan Ma’ruf, Siapa Lebih Menarik?

Sontak, perkataan Ma’ruf tersebut langsung menuai berbagai reaksi. Tak sedikit yang menganggap Ma’ruf tak pantas mengeluarkan kata-kata tersebut karena bisa menyinggung kelompok tertentu. Apakah hal ini jadi blunder bagi kubu Jokowi?

Menurut Pengamat Politik Bakir Ihsan, perkataan dan pernyataan seperti yang dilontarkan Jokowi dan Ma’ruf sebenarnya sudah biasa kalau bicara konteks politik, apalagi dalam kontestasi politik. Bakir menjelaskan bahwa tinggal bagaimana menyampaikan hal tersebut sehingga tak terkesan blunder.

“Istilah-istilah simbolik tersebut sudah biasa dalam kontestasi politik tinggal bagaimana menjelaskan dan mengelolanya secara baik sehingga tidak berdampak negatif (blunder). Inilah pertarungan narasi simbolik yang sebenarnya tidak terlalu banyak manfaatnya bagi pencerdasan politik rakyat,” kata Bakir kepada Asumsi.co, Rabu, 14 November 2018.

Tentu hal itu kurang etis dilakukan jika menimbulkan ketersinggungan terhadap banyak pihak dan muncul dampak negatif. Artinya, dalam suhu politik yang sudah berlangsung panas sampai hari ini, masyarakat harusnya disuguhkan pertarungan politik yang fair dan tak gaduh, dan penting juga untuk memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat.

Tak Terlalu Pengaruhi Elektabilitas

Sementara, Pengamat Politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar melihat pernyataan seperti yang diucapkan Jokowi dan Ma’ruf itu lumrah, apalagi pasangan lawan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno juga melakukan hal serupa. Yang jelas, tinggal bagaimana masyarakat melihat hal itu.

“Ya kalau soal kelumarahan itu sebetulnya dilihat dari cara pandangnya ya karena sejauh ini setiap capres itu memang banyak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kontroversial ya. Tidak hanya Jokowi Ma’ruf saja, tapi juga Prabowo Sandi juga pernah melakukan hal yang sama,” kata Idil kepada Asumsi.co, Rabu, 14 November 2018.

Baca Juga: Lelucon Politik Persaingan Film Ahok vs Hanum Rangga

Sehingga apakah nantinya perkataan kontroversial yang dilontarkan Jokowi dan Ma’ruf atau Prabowo dan Sandi tersebut berdampak negatif atau tidak. Sampai saat ini, menurut Idil, kehebohan hingga perdebatan terkait gaya komunikasi capres-cawapres ini hanya terjadi pada tataran antar pendukung saja, tidak terjadi kegaduhan di level masyarakat arus bawah.

Nah pada persoalannya kan sebetulnya adalah apakah pernyataan kontroversial itu memiliki dampak atau tidak kepada para pendukung dan pemilih pasangan yang bersangkutan. Sejauh yang saya lihat bahwa perdebatan yang terjadi itu tampak antar pendukung pasangan masing-masing,” ujarnya.

“Kalau di tingkat masyarakat arus bawah saya kira masih belum begitu mencuat ya. Tapi kalau di tingkat pendukung justru perdebatannya di tataran itu.”

Idil pun menegaskan bahwa perkataan dengan diksi-diksi nyeleneh yang dilontarkan Jokowi dan Ma’ruf memang kurang etis. Tapi, lanjut Idil, sebenarnya persoalan yang harus disoroti jangan hanya masalah pernyataan itu saja, lebih dari banyak hal bisa dikritisi. Misalnya saja seperti program riil yang ditawarkan untuk masyarakat.

“Memang pada dasarnya pernyataan yang dikeluarkan itu tidak etis, tapi masalahnya adalah kira-kira perdebatan ini akan terus berlanjut atau tidak, atau kita beranjak pada perdebatan yang lebih substantif.”

“Saya kira ucapan-ucapan kontroversial baik yang diucapkan Jokowi, Ma’ruf Amin, Prabowo, dan Sandiaga Uno tidak akan terlalu berpengaruh pada elektabilitas masing-masing pasangan jelang Pilpres 2019 nanti. Karena memang di arus bawah perdebatannya tidak mengarah ke sana dan cenderung tidak mempermasalahkan hal itu, hanya panas di level antar pendukung saja.”

Share: Kekesalan Jokowi-Ma’ruf: Dari Sontoloyo, Genderuwo Sampai Buta-Budek