Isu Terkini

Kebiasaan Kita Berubah Karena Pandemi, Brand Mengimbangi

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Mau tak mau, suka tak suka, pandemi COVID-19 mengubah gaya hidup hingga kebiasaan masyarakat. Di Indonesia, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan social distancing membuat aktivitas berhimpun di ruang publik harus digantikan dengan berdiam diri di rumah. Dari sinilah, kebiasaan-kebiasaan baru muncul secara mendadak.

Menurut laporan “COVID-19 Community Mobility Report” yang diterbitkan Google pada Sabtu (11/04/20), pergerakan masyarakat Indonesia ke tempat ritel dan rekreasi turun sebanyak 43 persen jika dibandingkan dengan rata-rata pergerakan pada 3 Januari – 6 Februari 2020 lalu. Tempat-tempat yang dimaksud seperti restoran, kafe, pusat perbelanjaan, museum, hingga perpustakaan.

Pergerakan masyarakat ke toko bahan pangan dan kesehatan juga turun yakni sebesar 24 persen. Pergerakan ke tempat-tempat transit, seperti stasiun kereta atau halte bus juga turun sebesar 59 persen. Sementara pergerakan ke tempat kerja turun 30 persen dan pergerakan di area perumahan justru naik 17 persen.

Khusus di Jakarta, semua aktivitas umum di atas juga mengalami penurunan cukup signifikan, kecuali pergerakan masyarakat di area perumahan (naik 22 persen). Penurunan paling besar terjadi pada pergerakan masyarakat Jakarta ke tempat retail dan rekreasi (63 persen) dan stasiun transit (69 persen).

Data penurunan pergerakan masyarakat Indonesia di ruang publik semasa pandemi ini sejalan dengan hasil riset pasar oleh Kantar.

Dari sampel 9.256 postingan Instagram dari berbagai negara seperti Indonesia, Korea dan Thailand, Senin (30/03) lalu, terhadap tagar yang merujuk pada hestek social distancing dalam berbagai bahasa, misalnya #SocialDistancing #DiRumahAja, hingga #JagaJarakDulu, Kantar mengidentifikasi setidaknya lima aktivitas besar dari postingan foto di Instagram tersebut yang mewakili pengalaman, kebutuhan, dan pendekatan baru masyarakat selama pandemi COVID-19. Adapun lima kategori postingan itu sebagai berikut:

Bersama-sama kita bisa (25 persen)
Ini merujuk pada postingan berbagi informasi dan turut serta untuk mengatasi masalah dan tantangan. Kebersamaan virtual akhirnya bisa memperkuat tekad dan memperbarui optimisme.

Penghargaan terhadap alam (18 persen)
Lewat postingannya, banyak orang yang akhirnya memberi penghargaan baru terhadap alam sebagai ‘ruang aman’ di mana mereka bisa menjaga jarak sosial tanpa merasa terisolasi. Bahkan di saat kondisi krisis seperti hari ini, keajaiban alam akan tetap berlanjut.

Makanan (13 persen)
Hari-hari ini tentu saja postingan makanan akan sangat sering dijumpai. Budaya memperlakukan makanan orang-orang Asia pun berubah, yang kini bertujuan untuk mengisi kekosongan baru dalam hidup.

Di masa pandemi ini, konsumen akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk meracik, memasak makanan dan camilan lezat sendiri untuk mendongkrak semangat. Makanan yang dimasak sendiri pun terasa begitu berharga, sehingga diposting dengan bangga. Bahkan makanan yang dipesan secara online lewat aplikasi pun disajikan dengan hati-hati.

Potret sukacita (21 persen)
Selama isolasi mandiri, bekerja dan belajar dari rumah pun terasa mulai membosankan dengan aktivitas berulang yang itu-itu saja. Saat waktu terasa begitu lama berlalu, bepergian keluar rumah pun tak boleh, masyarakat pun akan senang menciptakan sendiri suasana serunya lewat beragam kreatifitas, misalnya masyarakat melampiaskan lewat foto selfie dan membaginya ke media sosial.

Hal-hal penting baru (23 persen)
Banyak hal-hal penting baru lainnya yang muncul di media sosial di masa isolasi saat ini.

Menariknya, pola kebiasaan masyarakat yang bergeser ke aktivitas di dalam rumah selama pandemi ini dipelajari sejumlah jenama (brand), dengan memaksimalkan layanan dan cara pemasaran. Cara-cara itu dilakukan sebagai siasat untuk bertahan di situasi pandemi bagi keduanya; masyarakat dimudahkan dengan menikmati layanan sehingga tak harus keluar rumah dan brand pun survive.

Produsen dan pengecer bahan-bahan kebutuhan harian masyarakat mesti berpikir kreatif untuk menjangkau konsumen. Adapun sedikit dari banyak produsen yang sudah memanfaatkan kemudahan itu, di antaranya:

Pertama, produsen menjual langsung produknya lewat pemesanan WhatsApp ke perwakilan penjualan pabrik. Kedua, food hall (MT Supermarket), dengan cara membagi nomor WhatsApp manajer toko kepada konsumen agar order bisa lebih cepat dengan akses langsung pada ketersediaan produk. Ketiga, PD Pasar Jaya (Pasar Basah) menyediakan pemesanan melalui telepon dan dikirim lewat ojek.

Sebanyak 31 persen, masyarakat berharap brand bisa melawan krisis dan menunjukkan bahwa pandemi dapat diperangi. Sementara 20 persen berharap brand bisa menawarkan bantuan praktis untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Sejumlah brand raksasa sudah melakukan kemudahan di tengah pandemi ini. Misalnya, restoran yang menawarkan pengalaman baru BBQ Korea di rumah. Lalu, ada Telkomsel & Ruangguru yang sudah menawarkan paket data gratis untuk siswa selama belajar di rumah.

Berbagai kreatifitas dan kelincahan dalam mengubah layanan pun sudah dilakukan brand lainnya. Hal itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak konsumen akibat perubahan gaya hidup. Seperti, pengiriman tanpa kontak melalui Gojek dan Grab. Sebuah coffee shop di Jakarta misalnya yang sudah meluncurkan produk kopi dengan botol satu liter lalu diantar ke rumah. Ada pula produk kecantikan yang mengubah produk mereka dengan memproduksi cairan pembersih tangan.

Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, masyarakat tentu saja akan mengandalkan jasa pesan antar. Atau pilihan lain yang bisa dilakukan saat ini adalah membeli makanan sendiri dengan layanan drive thru. Selain itu, demi meminimalkan kontak fisik dengan orang lain, pembayaran pun juga bisa dilakukan dengan praktis dengan cara memindai kode QR di dompet digital.

Share: Kebiasaan Kita Berubah Karena Pandemi, Brand Mengimbangi