Isu Terkini

Irvanto, Ponakan Setya Novanto dan Perantara Kasus Korupsi e-KTP Dituntut 12 Tahun Penjara

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Kasus megakorupsi e-KTP yang menyeret nama mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto ternyata masih berlangsung hingga saat ini. Meski beberapa tersangka sudah ada yang mendekam di penjara, namun nyatanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus menyisir tiap pihak yang diduga ikut terlibat.

Memang, akhir-akhir ini berita tentang kasus yang merugikan negara hingga mencapai Rp 2,3 Triliun itu sudah tidak lagi menjadi bahan yang hangat untuk dipebincangkan. Apalagi, sebelumnya media-media terus mengangkat isu itu selama berbulan-bulan.

Namun, kasus yang membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) kita tidak kunjung usai dan mudah rusak itu sebenernya patut untuk terus diikuti. Misalnya saja, kabar terbaru terkait keterlibatan keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo yang juga dijadikan tersangka oleh KPK.

Dalam sidang, Jaksa KPK mengungkapkan bagaimana skema aliran duit korupsi dari proyek e-KTP melalui tangan Irvanto. Aliran duit itu ditujukan ke DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), di mana Irvanto sendiri bertindak sebagai Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera, sebuah perusahaan fiktif yang dibangun hanya untuk mengikuti proses lelang proyek e-KTP. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Mantan Direktur Utama PT Murakabi Sejahtera Deniarto Suhartono saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 6 November 2017.

Irvanto pun pernah mengaku bahwa dirinya ikut bergabung dengan konsorsium pelaksana proyek pengadaan e-KTP dan mengikuti lelang proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik yang diadakan oleh Kementerian Dalam Negeri. Dalam proses lelangnya sengaja disepakati bahwa perusahaan Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) menjadi pemenang tender. Padahal, PNRI sendiri tidak memiliki pengalaman pembuatan smart card serta pengelolaan keuangan yang tidak benar.

“Pada kesempatan itu, terdakwa (Irvanto) menyampaikan bahwa dalam proses lelang ada kewajiban membayar fee untuk Setya Novanto sebesar 7 persen dari nilai proyek,” kata jaksa Abdul Basir saat membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa,, 6 November 2018.

Maka dari itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar Irvanto dijatuhi hukuman selama 12 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar atau kurungan enam bulan penjara.

“Kami menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana pada terdakwa satu, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo berupa pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan enam bulan penjara,” jelas Wawan membacakan tuntutannya, Selasa, 6 November 2018.

JPU juga sempet menyebut kalau terdakwa memberikan keterangan berbelit-belit pada proses penyidikan maupun persidangan. Dampak yang ditimbulkan dari tindakan Irvan itu pun masih dapat dirasakan oleh penduduk Indonesia hingga saat ini. Tapi, Soesilo Ariwibowo, pengacara Irvanto menilai kalau tuntutan yang diminta JPU itu sangatlah berat.

“Bahwa terdakwa Pak Irvanto itu dituntut oleh penuntut umum 12 tahun penjara. Saya kira bukan hanya berat, tetapi sudah super berat. Menurut saya tidak tepatlah karena ini kan peran Pak Irvanto ini kan kalau kita lihat tadi sama-sama adalah sebagai perantara jadi kita sepakati kalau di dalam tuntutan tadi bahwa Pak Irvanto ini adalah seorang perantara. Kalau dia seorang perantara kalau kita bandingkan ini kan terdakwanya e-KTP bukan satu, ada beberapa terdakwa mari kita lihat si a, si b, si c berapa dan seterusnya, ” ujar Soesilo usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa, 6 November 2018.

Namun perlu diketahui, kalau Irvanto merupakan salah satu pemilik saham di PT Murakabi. Tapi, meski tercatat dalam akta notaris, nilai saham-saham tersebut ternyata fiktif. Masing-masing pemegang saham tidak pernah menyetorkan modal kepada PT Murakabi. Cukup aneh, tanpa modal apa pun dan saham yang fiktif, PT Murakabi bisa mengikuti lelang proyek pemerintah senilai Rp 5,9 triliun. Bahkan saat mengikuti lelang proyek e-KTP, PT Murakabi mencantumkan dokumen yang menjelaskan bahwa seolah-olah PT Murakabi memiliki modal aktiva sebesar Rp 20 miliar.

Pamannya Irvanto, Setya Novanto sendiri, sudah divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, sejak Selasa, 24 April 2018. Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta dan dihukum membayar uang pengganti USD 7,3 juta.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu sudah mencicil sebanyak 4 kali kewajiban pembayaran dengannya. Dengan rincian; Rp 5 miliar dititipkan saat penyidikan, USD 100 ribu, Rp 1,1 miliar disita dari rekening Novanto, dan Rp 862 juta juga disita dari rekening Novanto

Sebulan lalu, Setya Novanto yang hak politiknya dicabut selama 5 tahun itu juga baru saja menyerahkan sertifikat tanah di Jatiwaringin, Bekasi, ke KPK untuk keperluan uang pengganti e-KTP. KPK membeberkan bahwa harga tanah itu sekitar Rp 5 miliar. “Untuk tanah yang berlokasi di Jatiwaringin ini untuk kebutuhan uang ganti rugi yang sebelumnya diberikan kuasa oleh pihak Setya Novanto agar diterima oleh KPK. Tanah tersebut akan dilalui oleh kereta cepat Bandung-Jakarta. Uang penggantinya akan diterima sebagai cicilan untuk pembayaran (uang pengganti) Setya Novanto. Estimasi nilainya sekitar Rp 5 miliar untuk lokasi tersebut,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 31 Oktober 2018.

Share: Irvanto, Ponakan Setya Novanto dan Perantara Kasus Korupsi e-KTP Dituntut 12 Tahun Penjara