General

Kasus Suap Idrus Marham Hingga Divonis 3 Tahun Penjara 

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham akhirnya divonis tiga tahun penjara dengan denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan dalam sidang putusan, Selasa, 23 April 2019. Mantan Menteri Sosial itu dinilai terbukti bersalah menerima suap senilai Rp2,25 miliar dari bos Blackgold Natural Resources Johanes Budisutrisno Kotjo.

“Menyatakan terdakwa Idrus Marham telah terbukti secara sah, dan meyakinkan menurut hukum bersalah, melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Yanto saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa, 23 April 2019.

Seperti apa sepak terjang Idrus, hingga terlibat dalam kasus korupsi dan akhirnya divonis hukuman?

Uang Suap Direncanakan untuk Munaslub Golkar 2018

Majelis hakim pun menegaskan bahwa Idrus terbukti bersalah telah menerima suap dari Johanes Budisutrisno Kotjo. Uang suap tersebut diterima Idrus melalui mantan anggota DPR RI Komisi VII dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih.

“Menimbang bahwa total jumlah uang yang diterima Eni Maulani Saragih dari Johanes Budisutrisno Kotjo adalah sebesar Rp 4,750 miliar dan Rp 2,250 miliar diterima oleh Eni Maulani Saragih dengan sepengetahuan dan persetujuan terdakwa, dan uang tersebut direncanakan untuk pelaksanaan Munaslub Partai Golkar yang akan mengusung terdakwa Idrus Marham untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto,” ucap hakim.

Menurut majelis hakim, pemberian uang itu berawal dari perkenalan Eni dengan Kotjo atas perintah Setya Novanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Golkar. Namun, dalam perjalanannya, Setnov malah terjerat kasus korupsi proyek e-KTP. Sehingga situasi pun berubah di mana Eni akhirnya berkomunikasi dengan Idrus yang menjabat sebagai Plt Ketum Golkar menggantikan Setnov.

Lebih spesifik, hakim menyatakan Idrus terbukti menerima uang suap itu bersama-sama dengan Eni karena membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Kotjo sendiri berperan sebagai pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) yang ingin mendapatkan proyek di PLN.

Kemudian, proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.

Lalu, hakim menyebut Kotjo mengirimkan uang Rp2 miliar kepada Eni melalui anak buahnya Tahta Maharaya. Tak berhenti sampai di situ saja, Eni kemudian meminta uang kembali pada Kotjo sebesar Rp10 miliar untuk keperluan suaminya M Al Khadziq di Pilkada Temanggung. Namun Kotjo menolak permintaan Eni karena jumlahnya yang terlalu besar dan perusahaan belum ada uang.

Akhirnya, Eni meminta bantuan Idrus agar berkomunikasi dengan Kotjo hingga pada akhirnya pemberian uang terealisasi. Selain itu, hakim juga menyebut Idrus secara aktif meminta uang kepada Kotjo yang merupakan pengusaha yang meminta bantuan Eni untuk mendapatkan proyek di PLN. Oleh karena itu, Idrus dianggap bersalah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

“Terdakwa berkomunikasi dengan Johanes B Kotjo untuk memenuhi permintaan Eni Maulani Saragih. Terdakwa minta Kotjo untuk membantu Eni Maulani Saragih untuk keperluan Pilkada Temanggung,” ucap hakim.

Hakim Sebut Idrus Marham Tak Menikmati Uang Suap

Hakim menyatakan Idrus berperan aktif dalam penerimaan sebagian uang suap yang diterima Eni yakni Rp2,25 miliar. Uang tersebut diterima Eni pada 18 Desember 2017 sebanyak Rp 2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebanyak Rp 250 juta di kantor Kotjo Graha BIP, Jakarta. Saat penerimaan kedua pada 8 Juni 2018, Idrus telah menjabat sebagai Menteri Sosial.

Lalu, hakim menyatakan sebagian uang tersebut kemudian digunakan untuk membiayai Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar yang berlangsung pada akhir 2017. Hakim menyatakan meski tak menikmati uang tersebut secara langsung, Idrus dianggap mengetahui dan menyetujui pemberian suap kepada Eni.

Lebih lanjut, hakim menganggap Kotjo tak mungkin memberikan uang kepada Eni tanpa campur tangan Idrus. Sekadar informasi, vonis untuk Idrus sendiri lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yakni 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Atas putusan ini, jaksa KPK menyatakan pikir-pikir. Idrus juga menyatakan pikir-pikir. Upaya banding ditunggu dalam tujuh hari setelah vonis.

“Pada saatnya nanti kami akan menyatakan sikap atas putusan ini,” kata Idrus.

Dalam putusannya, hal yang memberatkan Idrus adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan tidak mengakui perbuatannya. Sementara itu, faktor Idrus yang berlaku sopan selama menjalani persidangan serta belum pernah dihukum sebelumnya akan menjadi hal yang memungkinan keringanan hukuman.

Peran Idrus dalam Kasus PLTU Riau-1

Kasus suap proyek PLTU Riau-1 sendiri berawal dari operasi tangkap tangan terhadap Eni dan Kotjo pada pertengahan Juli 2018 lalu. Saat itu, Eni ditangkap di rumah Idrus saat menghadiri acara ulang tahun anaknya. Setelah itu, KPK juga menetapkan Idrus sebagai tersangka ketiga pada Agustus 2018. Saat ditetapkan sebagai tersangka, Idrus baru menjabat 7 bulan sebagai Menteri Sosial dan langsung mengundurkan diri dari jabatannya.

Usai menetapkan Idrus sebagai tersangka, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkapkan peranan Idrus dalam kasus tersebut.

“Idrus Marham diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan Purchase Power Agreement (PPA/jual beli) dalam proyek pembangunan PLTU Riau 1,” kata Basaria dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat, 24 Agustus 2018 malam.

Perlu diketahui bahwa proyek PLTU Riau-I sendiri masuk dalam proyek 35 ribu Megawatt yang rencananya bakal digarap Blackgold, PT Samantaka Batubara, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT PLN Batubara dan China Huadian Engineering Co. Ltd.

Dari situ, Eni diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, yang diberikan oleh Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, agar proses penandatanganan berjalan mulus.

Dugaan lebih lanjut, bahwa uang Rp 500 juta tersebut adalah uang keempat yang sudah diberikan Kotjo. Sehingga, total nilai suap yang diberikan Kotjo kepada Eni sebesar Rp4,8 miliar. Tahap pertama uang suap diberikan pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar. Kedua, pada Maret 2018 sebesar Rp2 miliar dan ketiga pada 8 Juni 2018 sebesar Rp250 juta.

Dari pemberian secara bertahap tersebut, Basaria Panjaitan, mengungkapkan peranan Idrus Marham. Saat itu, Basaria membeberkan bahwa Idrus diduga juga mengetahui dan memiliki andil terkait uang yang diberikan Kotjo ke Eni secara bertahap atau dalam setiap periode pemberian uang tersebut.

“Idrus Marham diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan Purchase Power Agreement (PPA/jual beli) dalam proyek pembangunan PLTU Riau 1,” kata Basaria.

Selain itu, Idrus Marham juga mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni, yakni sebesar USD 1,5 juta yang dijanjikan Johannes jika PPA Proyek PLTU Riau-1 berhasil dllaksanakan.

Reportase oleh Nad Rasya Annelies

Share: Kasus Suap Idrus Marham Hingga Divonis 3 Tahun Penjara