Isu Terkini

Idealnya, Sampai Kapan PSBB Diberlakukan?

MM Ridho — Asumsi.co

featured image

DKI Jakarta memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara efektif mulai Jumat (10/4) hingga dua pekan ke depan. Namun, durasi PSBB dapat diperpanjang apabila kasus COVID-19 masih mengalami peningkatan.

Jika berkaca pada pembatasan untuk menghambat penyebaran pandemi di berbagai negara, durasinya bervariasi. Di Cina, lockdown dilakukan sejak 23 Januari pada episentrum penyebaran COVID-19, kota Wuhan provinsi Hubei. Karantina wilayah itu dinyatakan berakhir setelah 76 hari pada Rabu (8/4) karena pemerintah meyakini pandemi telah mereda. Adapun di Italia, sejak menerapkan lockdown pada 21 Februari, karantina wilayah masih berlangsung hingga kini.

Namun, sekarang, negara-negara yang telah menunjukkan kemajuan pada proses penanggulangan pandemi harus tetao waspada. Mereka harus bergerak dengan cermat memantau kasus-kasus infeksi baru. Pasalnya, Cina yang baru saja melepas status lockdown harus menghadapi ancaman infeksi COVID-19 gelombang kedua. Sementara Italia, yang semula berniat mengakhiri lockdown pada 14 April mendatang, saat ini sedang mempersiapkan lockdown tahap kedua yang direncanakan berlaku hingga bulan September.

Para peneliti di Cina memperingatkan, jika aktivitas dibiarkan kembali berjalan normal terlalu cepat, jumlah kasus infeksi akan meningkat lagi. Sehingga pemerintah perlu terus mencermati apa yang terjadi dan harus sangat berhati-hati ketika menyatakan proses karantina telah usai.

“Sementara langkah-langkah kontrol ini telah mengurangi jumlah infeksi ke tingkat yang sangat rendah, tanpa herd immunity terhadap COVID-19, kasus-kasus dapat dengan mudah muncul kembali ketika aktivitas bisnis, pabrik, dan sekolah secara bertahap kembali beroperasi dan meningkatkan pencampuran sosial. Terutama mengingat meningkatnya risiko imported casekarena COVID-19 terus menyebar secara global,” kata Joseph T Wu, salah satu kepala penelitian dari University of Hong Kong kepada The Guardian.

Selain itu, fakta bahwa ada kemungkinan bagi seseorang terjangkit COVID-19 lebih dari sekali membuat durasi pembatasan sosial tidak dapat ditentukan menurut rentang waktu yang saklek. Di Korea, misalnya, 51 pasien yang dinyatakan telah sepenuhnya pulih kembali terjangkit setelah meninggalkan karantina. Tenaga medis di Wuhan mengatakan, 10% pasien yang telah pulih dinyatakan positif lagi. Salah seorang bahkan harus kehilangan nyawanya.

Namun, kasus di Wuhan dan Korea masih menjadi perdebatan. Para ahli mengatakan bahwa mungkin saja pasien kembali terinfeksi, tapi kemungkinan false negative COVID-19 lebih besar. Hal ini dikonfirmasi oleh seorang profesor penyakit menular di University of East Anglia, Paul Hunter.

“Secara pribadi, saya pikir penjelasan yang paling mungkin adalah terjadi kesalahan ketika sampel dikatakan negatif,” kata Hunter kepada Mail Online.

Jadi, kalau mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang terjadi di berbagai negara tersebut, berapa lama idealnya kebijakan pembatasan sosial dilakukan?

Tergantung pada imunitas kolektif, atau hingga vaksin yang paten ditemukan dan dapat dipergunakan secara massif. Karena tak ada yang tahu kapan kedua hal itu bisa terwujud, kebijakan yang mengedepankan keseimbangan kegiatan ekonomi dan pengontrolan pandemi yang ketat agaknya menjadi opsi tunggal. Kebijakan pengendalian jarak sosial serta rekayasa perilaku masyarakat perlu terus dipertahankan. Dengan atau tanpa status PSBB, kita mesti terus berhati-hati.

Share: Idealnya, Sampai Kapan PSBB Diberlakukan?