General

Faldo Maldini, Politisi Muda dari Tanah Minang yang Punya Segudang Mimpi

Haifa Inayah — Asumsi.co

featured image

Nama Faldo Maldini di kancah perpolitikan Indonesia mulai santer terdengar ketika dirinya digadang-gadang maju sebagai calon Wali Kota di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Padang 2018. Meski urung ikut berkompetisi di gelaran Pilkada serentak tahun ini, nama Faldo kadung terhembus sebagai wajah segar politik Indonesia masa depan.

Di usianya yang baru menginjak 27 tahun, Faldo kini menjabat sebagai Wakil Sekertaris Jenderal (Wasekjen) Partai Amanat Nasional (PAN). Siapakah Faldo Maldini?

Faldo tidak seperti anak muda yang terjun ke politik kebanyakan; ia tidak punya koneksi kuat di partai politik, tidak punya tante atau om yang menduduki jabatan strategis tertentu di badan usaha milik negara (BUMN), atau “temannya papa” di pemerintahan. Ayahanda Faldo adalah seorang pedagang, sedangkan ibunya bekerja di sektor swasta.

Pada 2008, Faldo memutuskan untuk merantau ke pulau Jawa dan menempuh pendidikan di jurusan Ilmu Fisika Universitas Indonesia (UI). Di “kampus perjuangan” itulah untuk pertama kalinya ia berkenalan dengan aktivisme dan politik.

“Makanya teman-teman SMP atau SMA saya di Padang kaget melihat saya sekarang, karena saya benar-benar baru belajar dari lingkungan kampus,” kata Faldo kepada Asumsi saat ditemui di sebuah kedai kopi di bilangan Jakarta Pusat, pada Senin, 26 Februari.

“Saya enggak pernah jadi ketua OSIS di SMA, dan saya satu-satunya ketua BEM [Badan Eksekutif Mahasiswa] UI yang bukan ketua OSIS sebelumnya. Major saya juga Fisika, enggak ada keterkaitan sama politik.”

Selama kuliah, tercatat ada berbagai posisi strategis kemahasiswaan yang pernah diduduki pria kelahiran 9 Juli 1990 ini. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD) Fisika UI, Ketua BEM FMIPA UI, dan puncaknya, BEM UI 2012.

Kelulusannya dari UI pada 2013 tidak serta merta melepaskan ikatan antara Faldo dengan almamaternya itu. Pada 2016, Faldo mencalonkan diri sebagai ketua Ikatan Alumni UI (ILUNI UI). Meski kalah dari kandidat pemenang, Arief Budhy Hardono, nyali Faldo untuk maju dan bersaing melawan nama-nama mentereng lain seperti tokoh senior Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dan mantan Komisoner KPK, Chandra Hamzah, patut diacungi jempol.

“Saya percaya dengan proses, dengan learning by doing. Dengan saya sering terlibat dalam kepanitiaan, staf, kepengurusan atau apapun itu di organisasi, saya jadi bisa belajar tentang leadership. Ini kan proses,” katanya.

Saat ini, ayah beranak satu itu tengah asyik menyalurkan minat politiknya dalam kepengurusan DPP PAN. Sebagai Wasekjen, tugas Faldo meliputi koordinasi dengan DPW dan DPC di daerah, membangun sistem pengkaderan yang sistematis, hingga membantu mensukseskan sang ketua umum, Zulkifli Hasan, di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

“Passion, sih. Passion,”  tegasnya berulang kali ketika ditanya terkait alasan di balik aktivitas berpolitiknya itu.

“Karena begini, dari pengalaman saya di organisasi, saya menyadari bahwa perubahan yang saya cita-citakan akan lebih mudah terwujud dengan berada di sistem pemerintahan. Makanya saya sering sekali menyuarakan agar anak muda ‘ayo masuk politik’, kita benahi Indonesia ini,” ujar mantan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI UK) itu.

Banyak hal yang lulusan Master dari Imperial College, London, ini ingin capai untuk Indonesia lewat kariernya di politik. Beberapa hal sudah berhasil dia wujudkan lewat http://www.pulangkampuang.com, komunitas orang Minang binaannya yang kini telah mencapai 30 ribu anggota. Di Pulangkampuang.com, ia menggalakkan program penggunaan mesin pengelolaan limbah yang membeli sampah dari masyarakat untuk didaur ulang. Tidak hanya mendaur ulang, Faldo juga menyelipkan pendidikan politik di programnya itu.

“Bayangkan kalau sampah mereka saya beli dengan Rp25 ribu saja seminggu, dalam sebulan mereka sudah dapat Rp100 ribu. Dalam enam bulan sudah Rp600 ribu. Bandingkan dengan politisi kita saat ini yang menyimpan Rp600 ribunya itu untuk serangan fajar saja. Padahal dengan model saya tadi, selain ramah lingkungan, hasilnya juga mampu menggerakkan ekonomi masyarakat,” bebernya panjang lebar.

“Pokoknya saya mau demokrasi murah. Itu cita-cita saya”.

Terkait pilihan wadah politiknya yang jatuh ke PAN, Faldo menyebut bahwa partai bernomor urut 12 itu memberinya kebebasan untuk mengembangkan ide dan gagasan yang dimilikinya. Selain itu, menurut Faldo, PAN juga menawarkan jenjang yang jelas untuk karir politiknya ke depan.

“Kan ada parpol yang tidak jelas staging karir politik kadernya seperti apa, sedangkan di PAN sangat jelas. Selama kita contribute, bukan dalam bentuk uang ya, tapi dalam bentuk ide dan gagasan, maka kesempatan untuk berkembang itu sangat terbuka,” ujarnya yakin.

Meski punya jabatan yang signifikan di kepengurusan DPP PAN, Faldo tidak serta merta berniat maju di Pemilu Legislatif 2019 mendatang.

“Kayaknya enggak [maju pileg 2019]. Kalaupun maju, itu untuk kerja partai. Tapi sebenarnya, kita masuk partai tujuannya bukan untuk ikut pileg saja kan,” katanya.

Lalu, mau dibawa ke mana karier politik seorang Faldo Maldini?

“Ada lah. Pokoknya we aim big things and we’re getting there,” katanya.

Share: Faldo Maldini, Politisi Muda dari Tanah Minang yang Punya Segudang Mimpi