Isu Terkini

Fahri Hamzah Sebut Denny JA Timses dan Hasil Survei LSI yang Masih Tunjukkan Kelemahan Jokowi

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Baru-baru ini ada beberapa lembaga survei yang baru saja mengeluarkan hasil penelitiannya terkait elektabilitas kedua pasangan calon presiden (capres) dan wakilnya. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Dennya JA misalnya yang baru merilis data terbarunya pada 5 Maret 2019. Survei itu merupakan hasil penelitian selama enam bulan terakhir yaitu Agustus 2018 sampai Februari 2019.

Hasilnya, sejak Agustus 2018 hingga Januari 2019, dinamika elektabilitas pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin masing-masing 52,2%, 53,2%, 57,7%, 53,2%, 54,2%, dan 54,8%. Sementara untuk pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dinamikanya bergerak pada angka 29,5%, 29,2%, 28,6%, 31,2%, 30,6%, dan 31,0%. Sementara pada Februari 2019, sebanyak 58,7% responden memilih Jokowi-Ma’ruf dan 30,9% responden memilih Prabowo-Sandiaga.

Namun, hasil itu dikritik oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Ia menilai bahwa Denny JA saat ini lebih condong seperti tim sukses dan bukannya ilmuwan. Pasalnya materi riset lembaganya yakni LSI Denny JA dalam Pemilu Presiden cenderung tendensius.

“Denny JA itu tim sukses, dia bukan ilmuan. Menurut saya surveinya mulai berbahaya karena memasukan elemem-elemen adu domba antar warga negara,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 Maret 2019.

Baca juga: Jokowi Terhambat Raih Suara, Prabowo Masih Tertinggal

Sindiran itu dikatakan Fahri untuk memberi respon terkait hasil survei yang LSI tentang keterikatan pemilih Muslim. Sebab sebelumnya LSI melakukan penelitian mengenai pergeseran sentimen agama setelah 6 bulan masa kampanye calon presiden dan wakil presiden. Hasilnya, ada 3,5% pemilih muslim yang menyatakan Indonesia harus seperti dunia Timur Tengah (Arab). Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa mereka memilih pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Adapun, jumlah pemilih muslim yang menjadi responden survei LSI sebanyak 87,8%. Saat diminta menjawab atas tiga pilihan orientasi politik yang diberikan, sebanyak 84,7% menyatakan Indonesia harus khas dengan Pancasila. Kemudian, 3,5% menyatakan Indonesia harus seperti dunia Timur Tengah (Arab). Hanya 1,1% yang memilih Indonesia harus seperti dunia Barat.

Lebih lanjut saat ditanya mengenai orientasi politik terhadap pasangan yang dipilih, responden yang menyatakan Indonesia harus seperti dunia Timur Tengah (Arab) lalu memilih pasangan Prabowo Sandiaga yaitu sebanyak 54,1%. Bagi Fahri, materi itu justru akan berpotensi mengadu domba masyarakat. Politisi yang kini aktif di organisasi Garbi tersebut bahkan merasa bahwa survei yang dilakukan oleh Denny JA semakin payah.

“Saya terus terang belakangan semakin kurang, dulu dia kakak kelas saya, saya kagum lah sama Denny, sekarang agak payah surveinya, materinya tendensius, janganlah. jangan mau adu domba,” kata Fahri.

Jawaban Denny JA atas Tuduhan Fahri Hamzah

Denny Januar Ali, atau biasa disapa Denny JA adalah seorang konsultan politik dan tokoh media sosial. Dia aktif di media sosial dan aktif menulis dengan tema seputar sosial dan politik di Indonesia. Denny JA mendirikan banyak lembaga survei dan perusahaan konsultan politik.

Mendengar tudingan bahwa kualitas lembagai surveinya semakin menurun, peneliti dan pendiri LSI ini pun angkat bicara. Ia menilai, bahwa Fahri Hamzah tidak membaca hasil riset secara utuh dan hanya sepotong. Hal itulah yang menyebabkan adanya pernyataan berisifat meremehkan dari Fahri.

“Iya, jadi Pak Fahri Hamzah hanya membaca sepotong berita, tidak menangkap desian riset secara keseluruhan,” kata Denny JA, Rabu, 6 Maret 2019.

Ia mengatakan, riset yang diakukan dengan mengangkat sentimen agama, bertujuan mengetahui variasi pemilih muslim di Indonesia pada Pemilu 2019. Variasi tersebut, katanya, penting diketahui karena pemilih muslim di Indonesia jumlahnya cukup besar, yakni berkisar antara 85 hingga 87 persen. Menurut Denny JA, dimensi yang diteliti bukan hanya berdasarkan orientasi politik seperti yang dipermasalahkan Fahri Hamzah, melainkan juga dimensi lainnya seperti kepuasan ekonomi dan keanggotaan ormas.

“Karena ini menjadi menarik untuk tahu seberapa beda pilihan-pilihan elektoral presidennya itu. Nah, ini yang Fahri Hamzah tidak paham,” tuturnya.

Baca juga: ‘Kekhawatiran’ Jokowi dan Potensi Hasil Survei yang Bisa Saja Meleset

Dennya JA juga membantah apabila materi sentimen agama tersebut diangkat untuk mengadu domba pemilih muslim di Indoensia. Ia mengatakan, studi tersebut sudah biasa dilakukan di Amerika Serikat dan negara barat lainnya. Bahkan, di Amerika Serikta riset studi sentimen agama dilakukan sangat rinci.

“Di Amerika, di Barat, nuansa-nuansa sentimen agama biasa diexplore, malah lebih jauh lagi, frekuensi datang ke gereja pun dihitung. Mereka yang ke gereja minimal sebulan sekali, setahun sekali, setiap minggu, dan bagaimana perilaku pemilihnya. Dan yang ke gereja tiap hari cenderung ke Donald Trump. Dan yang jarang cenderung ke Hillary Clinton, itu bukan kita mengadu domba,” bebernya.

Hasil Survei LSI Tetap Tunjukkan Kelemahan Jokowi-Ma’ruf

Fahri Hamzah memang menyebut LSI Denny JA sebagai tim sukses petahana. Namun, jika melihat hasil surveinya, LSI sendiri tak sepenuhnya memberikan data yang menyenangkan untuk Jokowi. Di mana untuk dua kategori pemilih yaitu muslim dan terpelajar, pasangan Jokowi-Ma’ruf justru mengalami penurunan.

Tren tersebut tercatat selama lima bulan masa kampanye berlangsung. Di kantong pemilih muslim, tingkat keterpilihan Jokowi turun dari angka 52,7 persen di Agustus 2018 menjadi 49,5 persen di akhir Januari. Peneliti LSI, Adjie Alfaraby menjelaskan, tren penurunan itu terjadi lantaran stigma terhadap Jokowi yang tak ramah terhadap Islam masih ada.

Baca juga: Kredibilitas Lembaga Survei: Pentingnya Data Mentah dan Efek ke Persepsi Publik

“Selain itu, ada pula framing isu terkait hal tersebut yang muncul ke publik. Sentimen Islam masih lekat,” kata Adjie di kantornya, Jakarta Timur pada Jumat, 8 Februari 2019.

LSI juga membeberkan bahwa suara untuk Jokowi pada pemilih kalangan terpelajar mengalami penurunan dari 40,4 persen pada Agustus 2018 dan menjadi 37,7 persen pada Januari 2019. Adjie mengatakan, hal itu terjadi karena karakter kaum terpelajar yang cenderung menginginkan perubahan dan kritis terhadap program-program pemerintah.

“Dengan kata lain, kalangan terpelajar cenderung lebih kritis terhadap inkumben,” ujar Adjie.

Share: Fahri Hamzah Sebut Denny JA Timses dan Hasil Survei LSI yang Masih Tunjukkan Kelemahan Jokowi