Isu Terkini

Emangnya Salah Kalau Mengimpor Beras?

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Impor beras merupakan dilema yang dihadapi Indonesia setiap tahunnya. Di satu sisi, banyak masyarakat yang kecewa karena Indonesia sebagai negara agraris masih harus memenuhi beras dengan impor. Di sisi lain, jika pemerintah tidak melakukan impor beras, akan terjadi kelangkaan beras dan harga beras di pasaran akan naik. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan bahwa izin impor beras kita saat ini sudah mencapai hingga 1 juta ton. Hal itu membuat total impor di tahun 2018 mencapai 2 juta ton. Izin ini sendiri telah disepakati dari empat bulan yang lalu dan bukanlah suatu keputusan yang mendadak. Kebijakan ini sendiri tak lepas dari pro dan kontra. Tapi sebenarnya apakah regulasi ini adalah sebuah kesalahan? Simak ulasannya di bawah ini:

Dari Simpang Siur Data Cadangan Beras Hingga Kemarau Panjang

Setelah mengimpor beras sebanyak 2 juta ton di tahun ini, ditemukan beberapa masalah terkait hal ini. Pertama, adanya simpang siur data dari pemerintah. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, pada Selasa (22/5) menyatakan bahwa terdapat kesimpangsiuran data antar instansi pemerintah.

“Persoalannya sebetulnya datanya sendiri itu masih ada perbedaan antara satu instansi dengan yang lain, padahal sudah sama-sama pakai apa itu pakai peta digital tapi tetap ada perbedaan,” ujar Darmin Nasution kepada media.

Selain simpang siur data yang mengakibatkan impor beras 500 ribu ton di awal tahun tidak terelakkan, kemarau panjang mengakibatkan gagal panen di beberapa tempat. Hal ini membuat Kementerian Perdagangan harus mengeluarkan kembali surat izin impor beras ke Bulog sebesar 1 juta ton.

“Gudang-gudang di wilayah juga sudah mulai penuh. Artinya, kita siap menghadapi kekeringan itu. Ada lebih dari 2 juta, hampir 2,2 juta ton,” ujar Budi Waseso, Direktur Utama Bulog, pada hari Jumat (3/8) di Istana Negara.

Apakah Salah Mengimpor Beras?

Seringkali, ketika membahas tentang impor beras, publik langsung menilai bahwa pemerintah dan penanggung jawab terkait seperti Bulog gagal menciptakan swasembada pangan untuk Indonesia. Terlebih, ketika mengingat Indonesia merupakan negara agraris. Jika berangkat dari logika berpikir ini, tentu impor beras merupakan sesuatu yang salah.

Namun, mari telaah lagi signifikansi dari impor beras tersebut. Berdasarkan teori comparative advantage yang dicetuskan oleh David Ricardo, bahwa setiap negara memiliki keuntungan komparatifnya masing-masing. Jika negara tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya dengan lebih efisien, maka yang perlu dilakukan oleh negara tersebut adalah dengan membeli dari negara lain. Dengan kata lain, sebenarnya selama esensinya adalah untuk menciptakan efisiensi agar harga tidak naik dan perekonomian domestik melesu, impor beras merupakan sesuatu yang sah-sah saja.

Lalu, apakah impor beras menandakan bahwa Indonesia belum memiliki perekonomian yang bertumbuh dengan baik? Tentu tidak. Singapura merupakan negara yang tidak memiliki wilayah dan sumber daya alam yang besar. Apakah ketika mereka harus impor beras dan sejumlah kebutuhan lain, bahkan air, menandakan mereka merupakan negara yang tidak memiliki perekonomian yang baik? Tentu tidak. Setiap negara memiliki kemampuannya masing-masing dan menegasikan fakta bahwa banyak sektor industri lain yang lagi meningkat (seperti perusahaan startup) di Indonesia merupakan sesuatu yang tidak etis.

Memang, sumber pangan utama Indonesia adalah beras. Kegagalan untuk memenuhi hal tersebut tentu membuat pemerintah Indonesia harus bekerja lebih baik lagi. Terutama, permasalahan mendasar seperti simpang siur data yang harus segera diselesaikan. Namun, selama pemerintah mampu mengimpor beras dan menjaga kestabilan harga dan jumlah pasokan beras, seharusnya tidak ada masalah. Kembali lagi, yang perlu ditanyakan pada diri sendiri adalah apa memang yang seharusnya dinilai hanya tereduksi pada simbolisme bahwa pemerintah gagal untuk swasembada beras, atau sebenarnya yang harus dinilai adalah kerja nyata yang menghasilkan kestabilan politik dan ekonomi domestik.

Share: Emangnya Salah Kalau Mengimpor Beras?