General

Eko Patrio dan Sejumlah Politisi yang Jadi Pentolan GARBI

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) yang digagas mantan Presiden PKS Anis Matta terus memperkuat basis massanya ke sejumlah daerah di Indonesia baik itu di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Bahkan, GARBI baru saja merekrut Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PAN DKI Jakarta Eko Hendro Punomo alias Eko Patrio.

Eko dikukuhkan menjadi Pembina GARBI dalam acara deklarasi GARBI di Gedung Senam Raden Inten II, Jakarta Timur, Minggu, 10 Februari 2019. Acara itu juga turut dihadiri Mahfudz Siddiq yang tampil sebagai national speaker.

Pada acara tersebut, Eko Patrio yang juga merupakan Caleg DPR RI dari PAN Daerah Pemilihan Jakarta Timur ini menyambut baik hadirnya GARBI. Menurutnya, sebagai organisasi yang mewadahi berbagai komponen masyarakat yang mendukung perubahan dan pembaharuan perlu disupport semua pihak.

“GARBI merupakan ormas kebangsaan, wadah baru tempat bertemu dan berkumpulnya orang-orang muda yang kreatif dengan ide dan gagasan untuk menuju pembaharuan dan perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Ini harus didukung dan disuport,” kata Eko dalam keterangannya, Minggu, 10 Februari 2019.

Lebih jauh, Eko yang saat ini tercatat sebagai anggota DPR RI Komisi IV tersebut mengaku akan fokus untuk konsolidasi dan sosialisasi sahabat GARBI. “Saya akan terus bergerak untuk mensosialisasikan GARBI ini ke masyarakat,” ujar Eko.

Fahri Hamzah dan Mahfudz Siddiq Jadi Motor GARBI

Di tempat terpisah saat bersamaan, Fahri Hamzah memimpin deklarasi GARBI Gorontalo dalam format acara Orasi dan Dialog Kebangsaan Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) di Kota Gorontalo, Gorontalo, Minggu, 10 Februari 2019. Ia mengungkapkan kemunculan GARBI di berbagai daerah merupakan bentuk kegelisahan kolektif atas kondisi bangsa Indonesia saat ini.

Sekadar informasi, Fahri Hamzah juga kerap menjadi motor GARBI untuk melebarkan sayapnya ke daerah-daerah. Fahri yang saat ini masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI merupakan politisi PKS yang pernah berseteru dengan partainya itu.

Pada kesempatan di Gorontalo itu, Fahri berharap GARBI bisa menjadi wadah bagi siapa saja yang menginginkan perubahan. Menurut Fahri, kegelisahan tersebut dalam hal krisis pemahaman konstitusi, demokrasi, dan reformasi. “Selain itu, kegelisahan karena para pemimpin tidak memiliki pengetahuan yang cukup arti demokrasi dan transisi,” kata Fahri usai menghadiri Deklarasi GARBI Chapter Gorontalo di Gorontalo, Minggu, 10 Februari 2019.

Lebih lanjut, Fahri mencontohkan krisis kelembagaan yang terjadi selama ini karena negara kurang mampu mengatasi masalah yang berulang-ulang terjadi. Fahri mencontohkan isu korupsi, narkoba, dan terorisme sudah 20 tahun, Indonesia belum keluar dari isu tersebut, namun hal itu terkait kapasitas negara dalam menyelesaikannya. “Masalah-masalah tersebut berulang-ulang terjadi dalam 20 tahun kita belum bisa keluar dari isu korupsi, terorisme dan narkoba,” ujarnya.

Selain itu, ia menilai krisis kepemimpinan nasional juga menjadi hal yang disoroti. Sebab, Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan memadai bagi kebangkitan rakyat. Menurutnya, Indonesia memiliki pekerjaan rumah dalam mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain khususnya terkait pendapatan per kapita karena saat ini masih rendah.

“Kita ingin Indonesia keluar dari transisi, terbang bagai rajawali melanglang buana mencakar bumi sehingga menjadi bangsa besar seperti negara lain yang pendapatan perkapitanya jauh dari kita,” kata sosok politisi kelahiran Utan, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat pada 10 November 1971 tersebut.

Selain itu, Fahri enggan menjelaskan terkait kemungkinan GARBI menjadi sebuah partai politik yang ikut kontestasi Pemilu di Indonesia karena perlu mendengar pendapat para anggotanya. Namun, ia menilai harus ada organisasi yang berpikir dan menjadi tempat para intelektual berkumpul seperti GARBI yang digagasnya.

“Yang jelas harus ada organisasi yang berpikir dan mengumpulkan banyak intelektual karena Indonesia hadir karena pemikiran bukan infrastruktur dan jembatan,” ucapnya.

Di GARBI sendiri, selain Anis Matta sebagai penggagas serta Fahri Hamzah yang sering jadi motor penggerak GARBI di daerah-daerah, ada pula politikus PKS Mahfudz Siddiq, yang juga merupakan anggota GARBI.

Mahfudz sendiri sudah malang melintang di kancah politik nasional. Ia pernah menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014 dari Fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Mahfudz berasal dari Daerah Pemilihan Jawa Barat VIII yang melingkupi Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu. Di DPR RI sendiri, ia ditunjuk menjadi ketua komisi I dan pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi PKS DPR-RI.

GARBI dan Misinya

GARBI sendiri merupakan organisasi relawan yang didirikan mantan Presiden PKS Anis Matta. Sejumlah kader PKS loyalis Anis pun bergabung dalam organisasi relawan itu. Kelompok ini muncul dan mendeklarasikan diri di sejumlah daerah sejak awal-awal 2018.

Sebenarnya, ide tentang arah baru Indonesia (ABI) sendiri sudah didiskusikan sejak pemilu 2014 ketika Anis Matta masih menjabat sebagai Presiden PKS. Sejumlah pejabat teras PKS yang saat itu terlibat dalam pembentukan gagasan ABI, di antaranya Anis Matta, Mahfudz, Fahri Hamzah, Jazuli Juwaini, Sukamta, almarhum Taufik Ridlo, dan Mahfudz Abdurrahman.

Mahfudz mengatakan ide ABI awalnya akan menjadi agenda yang diusung PKS sebagai partai politik. Gagasan tersebut bahkan sudah mulai disosialisasikan ke pimpinan PKS di wilayah setelah pemilu 2014. Bahkan, ketika pergantian kepengurusan di Majelis Syuro dan DPP PKS pada 2015, Anis Matta tetap melanjutkan sosialisasi ide ABI.

“Kita diskusikan terus sampai kemudian ada konstruksinya, kita sama-sama sepakati kasih nama arah baru Indonesia,” kata Mahfudz.

Dalam perjalanannya, arah baru Indonesia dimusuhi para pimpinan PKS era Sohibul Iman. Gagasan tersebut dituding sebagai gerakan mengkudeta PKS. Bahkan, kata Mahfudz, banyak pengurus di daerah yang dicopot karena mengikuti diskusi ABI.

Momentum tersebut lah menjadi cikal bakal pembentukan ormas GARBI. “Ya sudah kalau memang ini dimusuhi kita cari wadah alternatif untuk perjuangkan ini. Wadahnya bukan parpol tapi ormas GARBI,” ujarnya.

Maka dari itu, Mahfudz pun menegaskan bahwa GARBI murni gerakan intelektual yang digagas oleh orang-orang muda dan bukan sempalan partai politik manapun. Menurut Mahfudz, GARBI merupakan ormas yang bersifat nasional. Sehingga, ormas tersebut bisa mendirikan cabang-cabangnya di daerah lain.

Menurut Mahfudz, GARBI akan menjadi wadah dalam menjual gagasan Indonesia ke depan, yaitu menjadi kekuatan kelima dunia. Sedikitnya ada empat pilar atau modal utama Garbi, yaitu Islam, nasionalisme, demokrasi dan kesejahteraan.

Share: Eko Patrio dan Sejumlah Politisi yang Jadi Pentolan GARBI