Isu Terkini

Dolar Sentuh Rp 15.000, Harga Produk Impor Terkerek Naik

Fariz Fardianto — Asumsi.co

featured image

Penguatan kurs dolar terhadap rupiah yang menyentuh angka Rp 15.000 membuat para pedagang diliputi rasa was-was. Deni Elti, seorang penjual buah impor di Jalan Gang Warung, mengatakan penguatan nilai tukar dolar terhadap rupiah telah memicu kelangkaan buah-buahan impor yang ia jual selama ini.

“Untuk hari ini naiknya belum begitu banyak. Namun, otomatis omzetnya juga ikut menurun,” kata Deni, saat ditemui Asumsi.co di tokonya, Rabu pagi 5 September.

Deni rutin mendapat kiriman buah-buahan impor dari para importir asal Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta. Selama ini ia buah impor yang jadi andalannya mulai jeruk sunkist, lemon, kiwi, pir, jeruk, anggur hingga apel.

“Itu kan asalnya dari Amerika Serikat. Dan memang digemari para pembeli. Sebab rasanya cenderung manis dan enak,” ujarnya.

Harga Anggur Tembus Rp 170 Ribu

Ia menyebut harga anggur impor kini melonjak hingga 40 persen. Dari semula masih berkutat pada angka Rp 85 ribu per kilogram. Kini meroket menjadi Rp 170 ribu per kilogram.

Kemudian harga jeruk sunkist yang biasanya Rp 25 ribu per kilogram, saat ini terkerek naik sampai Rp 40 ribu. Buah lemon yang biasanya ia jual seharga Rp 25 ribu. Sejak dua pekan lalu naik jadi Rp 70 ribu. “Setelah dipikir-pikir dengan perkembangan perekonomian yang makin menurun seperti sekarang, ya saya ikut khawatir,” akunya.

“Padahal, biasanya jeruk sunkist dan lemon laku banget karena sering dipakai untuk produksi minuman dan konsumsi tamu-tamu hotel. Tetapi saat ini permintaannya menurun drastis,” sambungnya.

Kalah Saingan

Ia berkata kondisinya bertambah dilematis lantaran penjualan bua impor di pasar tradisional tergerus dengan kemunculan toko-toko modern. Banyak toko modern yang menebar potongan harga menyebabkan dirinya kalah saingan. Akibat situasi tersebut, permintaan buah impor kini merosot drastis. Penurunan terjadi bertahap sejak Lebaran dan puncaknya terjadi ketika nilai tukar dolar terhadap rupiah menyentuh angka Rp 15.000.

“Nah sejak saat itu penjualan saya anjlok 50 persen lebih. Mudah-mudahan ekonomi kita segeda stabil lagi deh. Biar usaha kita bisa pulih seperti semula,” tuturnya.

Pembeli Terkejut

Sedangkan bagi sebagian masyarakat Semarang, lonjakan harga buah membuat mereka terkejut. Gunanto misalnya. Ia yang rutin membeli anggur, Rabu pagi mengaku kaget setelah tahu harganya naik sedikit.

“Saya jadinya beli cuma seperempat kilo. Sekitar Rp 10 ribu. Yang namanya buah, meski mahal pun tetap saya beli. Karena sudah kebutuhan sehari-hari, Mas,” aku warga Bugangan Raya tersebut.

Pembuat Tahu Kian Tercekik

Dampak penguatan nilai tukar dolar juga berimbas pada kelangsungan produksi tahu. Sebagai komoditas yang mengandalkan bahan baku kedelai dari Amerika, para pembuat tahu mengatakan saat ini situasinya serba sulit. “Harga kedelai itu sudah naik bertahap. Setiap hari naiknya seribu rupiah. Dari awalnya hanya Rp 6.400 per kilo. Kini jadi Rp 7.500 per kilo. Itu setara dengan Rp 7,5 juta per ton,” ungkap Warseno, seorang perajin tahu di Jalan Tandang Raya RT 03/RW VIX, Jomblang Kecamatan Candisari.

Warseno tak bisa berkutik dengan mahalnya harga kedelai. Diakuinya saat ini sangat sulit menaikan harga tahu di pasaran. Mengurangi jumlah produksi tahu pun bukan pilihan yang baik baginya. “Kalau bahan kedelainya dikurangi ya tahunya jadi kurang baik. Jika harganya dinaikan juga sulit. Apalagi persaingan antar perajin sangat tidak sehat. Mau enggak mau penghasilan kita jadi sangat mepet,” bebernya.

Ketergantungan para pembuat tahu seperti dirinya kepada kedelai impor Amerika sudah cukup vital. Satu kali produksi ia butuh 1 ton sampai 1,5 ton. Tahu buatannya rutin dikirim ke sejumlah pedagang pasar tradisional di Semarang. “Penggemar tahu terbesar itu ya Semarang. Kedelai satu-satunya bahan baku membuat tahu. Tidak bisa dikombinasikan sama lainnya,” tutupnya.

Share: Dolar Sentuh Rp 15.000, Harga Produk Impor Terkerek Naik