Isu Terkini

Ciduk Anggota DPRD Kalteng, KPK Kembali Tegaskan Kerusakan Alam Adalah Kerugian Negara

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini benar-benar memperhitungkan kerugian negara dari kerusakan alam yang ditimbulkan akibat korporasi, khususnya perusahaan tambang. Baru-baru ini, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap.

Penerima suap itu diduga berpolemik dengan pembuangan limbah  sawit ke Danau Sembuluh. Diketahui Danau Sembuluh kini mengalami kerusakan berat akibat tercemar limbah dari perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di sekitar danau. Di mana DPRD Kalteng sudah mengetahui keadaan itu karena sudah mendatangi lokasi dan sempat meminta Pemprov Kalteng mencabut izin perusahaa sawit.

Dikonfirmasi mengenai hal ini, Juru Bcara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa suap itu dilakukan agar DPRD tidak lagi menindaklanjuti persoalan limbah di Danau Sembuluh.

“Kami menduga ada kaitan suap tersebut dengan peristiwa pembuangan limbah sawit ke Danau Sembuluh. Suap untuk fungsi pengawasan DPRD terkait tindak lanjut setelah DPRD Kalteng meninjau lokasi,” kata Febri.

Hingga akhirnya pada Jumat, 26 Oktober 2018 kemarin KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus suap  tersebut. Menurut keterangan dari Wakil  Ketua KPK Laode M Syarif dalam jumpa pers di kantornya, di Jakarta Selatan, menjelaskan bahwa dari hasil gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh ketua dan anggota DPRD Provinsi Kalteng terkait tugas dan fungsi anggota DPRD.

Memang, saat melakukan OTT, KPK mengamankan uang sejumlah Rp 240 juta di lokasi yang dimasukkan ke kantong plastik berwarna hitam. Serta di hari yang sama pula, tim dari lembaga anti rasuah itu bergerak menuju gedung Sinar Mas (SM) di daerah Sudirman, Jakarta Pusat, dan mengamankan 4 pejabat SM Group.

Empat orang itu adalah mereka yang diduga memberikan suap, seperti Direktur PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) atau Wakil Direktur Utama PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Edy Sapurta Suradja, Direktur PT BAP Feredy, CEO PT BAP Willy Agung Adipradhana, dan Direktur Utama PT SMART Jo Daud Dharsono di ruang kerja mereka masing-masing.

Anggota dewan yang merupakan tersangka penerima suap itu di antaranya ada Ketua Komisi B DPRD Provinsi Kalteng Borak Milton, Sekretaris Komisi B DPRD Provinsi Kalteng Punding LH Bangkan, anggota Komisi B DPRD Provinsi Kalteng Arisavanah, dan Edy Rosada.

KPK Kembali Memanggil Dua Anggota DPRD Kalteng

Meski tak setenar kasus-kasus yang ada di ibu kota, namun permasalahan yang dapat merugikan negara akan tetap  diselesaikan oleh KPK. Kabar terbarunya bahkan dua anggota Komisi B DPRD Kalteng yaitu Anggoro Dwi Purnomo dan Lodewik Critopel Iban dipanggil penyidik untuk memberikan keterangannya sebagai saksi.

Keduanya sama-sama akan diperiksa terkait kasus dugaan suap fungsi pengawasan terhadap pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan PT BAP, anak usaha PT Sinar Mas Agro Resources And Technology (SMART) Tbk.

“Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka WAA (CEO PT Binasawit Abadi Pratama Wilayah Kalteng bagian Utara, Willy Agung Adipradhana),” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah, Jakarta, Selasa, 13 November 2018.

Febri sendiri belum menjelaskan bagaimana kaitannya kedua saksi dalam kasus tersebut. Tentunya, masing-masing diduga kuat mengetahui banyak hal soal proses pengawasan yang dilakukan Komisi B DPRD Kalteng terhadap perusahaan PT BAP.

Jika ditelitik, PT BAP sndiri sudah beroperasi sejak 2006. Namun, hingga saat ini perusahaan itu belum memiliki kelengkapan sejumlah izin, di antaranya Hak Guna Usaha (HGU), lzin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dan jaminan pencadangan wilayah.

Ini bukanlah pertama kalinya KPK menganggap bahwa kerusakan lingkungan termasuk ke dalam kerugian negara. Sebelumnya juga ada mantan Gubernur Sulawesi Tengah yang terpidana dengan hukuman selama 12 tahun penjara serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 2,7 miliar. Hal itu juga berkaitan dengan kerusakan lingkungan alam. Di mana majelis hakim menimbang hukuman itu bukan berdasarkan kerugian materil, melainkan dari kerugian ekologis, biaya pemulihan lingkungan, dan kerugian ekonomi lingkungan sebagai rujukan dalam pengambilan putusan.

Share: Ciduk Anggota DPRD Kalteng, KPK Kembali Tegaskan Kerusakan Alam Adalah Kerugian Negara