Budaya Pop

CERITAFest: Merayakan Perbedaan Lewat Cerita Pilu di Masa Lalu

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk merayakan perbedaan sebagai sebuah anugerah hidup yang patut disyukuri. Salah satunya adalah dengan membagi cerita pengalaman hidup yang pilu dan traumatik di mana banyak orang masih menjadikan agama, suku, dan ras sebagai sebuah perbedaan.

Indonesia adalah tempat di mana suasana perbedaan hampir setiap hari kita jumpai, di sanalah keberagaman tumbuh. Budaya, ras, suku, dan agama yang beragam menjadi identitas penting dan saksi sejarah perjalanan Indonesia sampai hari ini.

The Habibie Center menginisiasi CERITAFest sebagai sebuah panggung bagi para anak muda dan yang lainnya dari berbagai latar belakang agama dan suku, untuk membagi kisah hidup masa lalu mereka yang penuh dengan cerita-cerita traumatik perihal perbedaan.

CERITAFest benar-benar jadi medium bagi duta cerita yang mengalami trauma karena hidup dalam perbedaan dan mengalami langsung tindak diskriminasi, intoleransi, dan konflik, sampai kejamnya panggung politik.

Lewat sepenggal cerita, ada nilai dan pesan yang sebenarnya ingin disampaikan yakni bagaimana perbedaan justru menjadikan kita satu Indonesia.

Duta Cerita Bercerita: Kisah Traumatik Menuju Satu Indonesia

Ada sekitar empat sesi cerita berbeda yang dibagikan oleh para duta cerita. Dalam satu sesi, ada dua orang berbeda gender, agama dan suku yang berbagi cerita di atas panggung, salah satu yang punya cerita menarik adalah Ben dan Kyo (Ben seorang Kristen Katolik dan Kyo seorang perempuan muslim).

Ben membuka ceritanya dengan memperkenalkan diri dan latar belakang keluarga serta lingkungan di mana ia tinggal. “Saya Katolik yang tinggal di lingkungan mayoritas muslim,” kata Ben saat mulai bercerita di panggung CERITAFest yang berlangsung di Eighty Nine Eatery and Cofee, Kemang, Jakarta Selatan, Jumat 23 Maret.

“Ada sekitar 50 kepala keluarga yang beragama Islam, sementara saya termasuk satu di antara tiga keluarga non-muslim. Kami punya kegiatan rutin, saat natal kami membagi bingkisan ke semua warga. Kadang ada yang menolak dengan alasan macam-macam, tapi kami tetap lanjut sebab berbagi itu tidak pernah merugi,” ucap Ben.

“Setiap lebaran kami mempersiapkan halal bi halal selama saudara-saudara muslim sedang salat Ied. Kebersamaannya sangat berharga. Suatu saat kami terkejut. Orang yang pernah tak mau terima bingkisan akhirnya hadir juga.”

“Kami bersyukur. Perbedaan memang ada, tapi kebersamaan akan muncul juga. Prinsip saya: bedo keno, guyub kudu. Beda boleh, rukun harus.”

Cerita Ben sontak membuat para hadirin bersorak dan bertepuk tangan. Namun, tak hanya Ben yang membagikan cerita pilunya tersebut, ada tandem Ben di atas panggung yakni Kyo yang juga punya cerita tak kalah menyentuh.

“Ayah saya berasal dari keluarga seorang kyai, Ibu Kristen tapi mualaf, dan saya memutuskan jadi seorang muslim,” kata Kyo memulai ceritanya saat saat masa kecil dulu hidup dalam keluarga beda agama.

“Saat pake hijab, ibu melarang. Katanya akan bikin nenek syok dan saya kesal. Saya tetap memakainya sambil menangis di jalan. Agama saya Islam, agama adalah hak seluruh orang dan seluruh bangsa dan tidak ada satu orang pun yang berhak melarangnya.”

Hadirin semakin bersorak dan memberikan tepuk tangan meriah saat Ben dan Kyo memberikan pesan penting di akhir cerita mereka. “Kami berbeda, tapi kami satu Indonesia,” ucap Ben dan Kyo sambil setengah berteriak.

Presenter Marissa Anita saat ikut bercerita di atas panggung di acara CERITAFest Private Launch di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat 23 Maret 2018. Foto: Asumsi.co

Tak hanya Ben dan Kyo yang punya cerita pilu namun sarat makna. Beberapa duta cerita yang bercerita di atas panggung pun membagikan cerita-ceritanya yang berbeda, salah satunya seorang perempuan duta cerita beragama Nasrani menyinggung momen Pilkada DKI Jakarta 2017 yang penuh kebencian.

“Saya masih hafal gema takbir saat malam perayaan hari raya Idul Fitri yang penuh dengan damai. Namun, lafal takbir justru muncul dan menakutkan di malam-malam saat Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.”

Selain itu, ada juga duta cerita yang bersuku Madura-Jawa bercerita soal mengerikannya konflik yang pecah antara Suku Dayak dan Madura di Sampit, Kalimantan Tengah, pada tahun 2001 silam. Namun, kini ia dan keluarganya berusaha bangkit dan memaafkan masa lalu.

Lalu, ada juga duta cerita beretnis Tionghoa, yang bercerita soal kehidupan masa kecilnya yang penuh dengan pem-bully-an. Ia juga bercerita saat dirinya dan keluarganya jadi korban kerusuhan yang pecah saat Mei 1998 di Jakarta.

Ada juga presenter Marissa Anita yang ikut naik panggung dan bercerita soal kehidupannya di masa lalu yang hidup dalam lingkungan perbedaan. Marissa menyebut bahwa dirinya adalah seorang Katolik yang lahir dari seorang ibu muslim berdarah Minang dan ayah yang berdarah Jawa dan Tionghoa.

Setelah selesai bercerita, para duta cerita pun memilih untuk berdamai dengan diri sendiri dan masa lalu. Mencoba memaafkan segala tindak intoleransi dan diskriminasi agar bisa kembali menjalani hidup dalam perbedaan agar bisa menjadi satu Indonesia.

Apa Itu CERITA?

Program CERITA (Community Empowerment in Raising Inclusivity and Trust through Techonology Application), bertujuan untuk menjadi wadah menyenangkan bagi anak muda Indonesia untuk berdialog tentang keragaman yang ada di Indonesia. CERITA sendiri digagas oleh The Habibie Center yang menggunakan seni bercerita (storytelling) untuk melawan diskriminasi, mendukung inklusivitas, dan membangun kepercayaan antar elemen masyarakat.

Para anak muda yang tergabung dalam CERITA berasal dari beragam latar belakang agama dan budaya, untuk memfasilitasi dialog dan berbagai cerita tentang pengalaman kerukunan dan keberagaman mereka.

Lalu, melalui proses pembelajaran dan pemahaman perjalanan hidup satu sama lain, diharapkan bangsa Indonesia dapat memperkuat Bhineka Tunggal Ika dan dapat menciptakan konten positif untuk melawan informasi palsu serta pesan-pesan yang dapat memicu ketegangan sosial dan kekerasan atas perbedaan agama dan budaya.

Miss Indonesia 2018, Alya Nurshabrina setelah menghadiri acara CERITAFest Private Launch di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat 23 Maret 2018. Foto: Asumsi.co

Sepanjang tahun 2017, CERITA telah menggelar workshop story telling dan memfasilitasi dialog bagi anak-anak muda yang aktif di Bandung, Jakarta, Malang, Yogyakarta, dan Solo. Lewat Workshop tersebut, ada 144 Duta CERITA, yang kemudian melakukan replikasi workshop di 14 kota dan kabupaten.

Pada acara CERITAFest Private Launch, Jumat 23 Maret kemarin, turut hari juga Miss Indonesia 2018, Alya Nurshabrina. Alya antusias mengikuti acara tersebut dan mengatakan bahwa perbedaan itu indah.

“CeritaFest ini sebuah kegiatan dari Habibie Center, di mana mereka membuat suatu platform atau wadah bagi para pemuda berbagi pengalaman dan sharing cerita,” kata Alya Nurshabrina kepada awak media usai acara CeritaFest di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat 23 Maret.

“Menurut saya, perbedaan itu indah dan keberagaman itu penting karena kita bisa lebih memahami teman-teman yang berbeda latar belakang. Indonesia juga dikenal dengan Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu,” ucap Alya.

Alya mengatakan bahwa Indonesia itu adalah negeri demokrasi. Artinya kebebrasan berpendapat atau freedom of speech seharusnya harus dijamin oleh negara. “Bagaimana kita menjalankan demokrasi kalau kita tidak menghargai perbedaan dan keberagaman?” ujarnya.

Share: CERITAFest: Merayakan Perbedaan Lewat Cerita Pilu di Masa Lalu