General

Cerita Tiga Millennials Yang Nyoblos Kotak Kosong di Pilkada 2018: Rasanya Nano-Nano

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Aktivitas pencoblosan di Pilkada Serentak 2018 sudah selesai dan sekarang masyarakat tinggal menunggu pemimpin baru. Namun, masih ada cerita yang tersisa dari pesta demokrasi kemarin soal fenomena calon tunggal melawan kotak kosong.

Seperti diketahui, pada Pilkada Serentak 2018, ada total 16 calon pasangan yang bertarung melawan kotak kosong untuk pemilihan wali kota dan bupati. Situasi itu terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Daerah mana saja?

Calon melawan kotak kosong terjadi di Padang Lawas Utara Sumatera Utara, Prabumulih Sumatera Selatan, Kabupaten Tangerang Banten, Kota Tangerang Banten, Tapin Kalimantan Selatan, Mamasa Sulawesi Barat, Minahasa Tenggara Sulawesi Utara.

Kemudian, di Mamberamo Tengah Papua, Jayawijaya Papua, Kabupaten Puncak Papua. Selain itu Deli Serdang Sumatera Utara, Lebak Banten, Pasuruan Jawa Timur, Enrekang Sulawesi Selatan, dan Bone Sulawesi Selatan.

Sekadar informasi, calon tunggal sendiri tentu tidak memiliki lawan. Tapi, mereka tetap bisa maju lantaran diperbolehkan Undang-Undang Pilkada dan akhirnya mereka harus bertarung melawan kotak kosong.

Nah, istilah kotak kosong itu sendiri sebenarnya merujuk pada wujud surat suara saat pencoblosan yang salah satu bagiannya kosong. Lalu, setiap pemilih di TPS, dipersilakan mencoblos kotak yang bergambar kandidat, atau yang kotak kosong.

Kenapa bisa terjadi calon tunggal melawan kotak kosong? Merujuk pada data KPU, mayoritas daerah dengan calon tunggal itu terjadi lantaran mereka memborong dukungan dari partai politik, sehingga hal itulah yang membuat kandidat lain yang ingin maju tak punya modal dukungan parpol.

Asumsi pun berbincang dengan tiga orang Millennials yang ikut serta dalam Pilkada 2018 terutama di wilayah Tangerang, Banten.

Ada Emil Riswandi (Business Associate) dan Runi Amala (Pegawai Perusahaan Telekomunikasi) yang nyoblos di Kabupaten Tangerang, dan Rizki Hasan (Guru dan Fotografer) yang nyoblos di Kota Tangerang.

Perlu diketahui, di Kabupaten Tangerang sendiri hanya ada satu calon tunggal yakni Ahmed Zaki Iskandar berpasangan dengan Mad Romli. Sementara Kota Tangerang juga punya calon tunggal yakni Arief R Wismansyah-Sachrudin.

Seperti apa sih jawaban ketiga Millenials tersebut soal pengalaman mereka mencoblos kotak kosong? Yuk simak obrolannya di bawah ini.

Asumsi: Kemarin nyoblos di TPS mana dan kota/kabupaten apa?

Emil: Saya mencoblos di dekat rumah saya di daerah Dasana Indah Blok UC, Kelurahan Bojong Nangka, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Untuk TPS berapa saya lupa.

Runi: Di TPS kelapa dua, Kabupaten Tangerang.

Rizki: Gw nyoblos di Kota Tangerang, Provinsi Banten.

Asumsi: Kenapa harus nyoblos kotak kosong di Pilkada kemarin? Apa dasar dan alasannya?

Emil: Alasan saya memilih kotak kosong karena secara pribadi saya tidak suka ketika ada pesta demokrasi seperti pemilihan kepala daerah pada 27 Juni lalu, hanya ada 1 pasangan calon.

Menurut saya pemilihan umum seperti kepala daerah ini harus minimal 2 kandidat karena agar terjadi kompeitisi gagasan, ide dan visi misi dalam membangun suatu daerah. Saya melihat juga khususnya di Kabupaten Tangerang, ketika hanya ada 1 paslon, tidak adanya branding (baliho, spanduk dll) dari paslon tersebut sehingga saya merasa kurangnya momentum pemilihan kepala daerah.

Lebih dari itu juga saya juga tidak mengetahui apa yang ingin direncakan oleh paslon tersebut dalam membangun Kabupaten Tangerang sehingga daripada saya memberikan hak suara pada hal yang tidak saya ketahui maka lebih baik saya memilih kotak kosong berharap pilkada diulang hingga ada kandidat lain

Runi: Kontribusi terhadap masyarakat kurang, perubahan dan perapihan terhadap wilayah sekitar juga belum terlihat yang signifikan, belum merasakan hasil kerja nyatanya.

Rizki: Hmm abis udah kecewa dan males sih sama kepemimpinan pak Arif, yang katanya enggak sebagus walkot sebelumnya. Jadi kalo bisa sih mending ganti aja.

Asumsi: Bagaimana rasanya harus nyoblos kotak kosong di saat ada calon tunggal di kertas suara tersebut?

Emil: Sebenarnya saya sangat kesal karena tidak adanya lahir pemimpin baru untuk melawan petahana dan saya merasa paslon tersebut terlalu nyaman dan santai ketika tidak ada lawan politik. Menurut saya KPU harus me-review kembali mengenai pilkada dengan calon tunggal.

Runi: Rasanya? Nano-nano.

Rizki: Hmm lebih ke agak aneh aja sih, pengen banget gw gambar atau tempelin foto idola gw si Agung Herkules kalo bisa mah! Hahaha jujur perasaan gw waktu nyoblos kotak kosong itu rasanya seru sih karena pertama kalinya ada pilihan kotak kosong pas mau nyoblos gitu.

Asumsi: Dengan mencoblos kotak kosong, apa harapannya bagi pemimpin baru daerah kalian nanti?

Emil: Harapan tentu menjadikan kabupaten tangerang yang lebih maju, dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan juga lebih bisa menunjukkan kebudayaan Kabupaten Tangerang yang asli bukan asimilasi dari berbagai daerah.

Runi: Standar kebanyakan harapan orang-orang agar bisa lebih baik lagi dalam bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.

Rizki: Ya gw harap sih mereka sadar untuk semakin memperbaiki kinerja dalam memimpin daerahnya, jadi masyarakat juga enggak gampang kecewa dan percaya sama mereka.

Share: Cerita Tiga Millennials Yang Nyoblos Kotak Kosong di Pilkada 2018: Rasanya Nano-Nano