Isu Terkini

The Unmentioned Heroes: Cerita Dari Balik Dapur Asian Games 2018

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Tugas seksi konsumsi di kepanitian sebuah acara biasanya disepelekan. Namun jika ada peserta yang tidak kedapatan makanan, tentu akan membuat kehebohan. Sama halnya dengan tim katering pada pesta olahraga Asian Games 2018 yang diselenggarakan di Palembang dan Jakarta. Mereka tak diberi medali, juga tak punya panggung megah, namun tetap harus memastikan keamanan perut para atlet.

Begitulah kiranya tugas-tugas tim katering, seperti Kiko Rahmat Pratama yang memilih mengisi waktu luangnya dengan bekerja sebagai pemadam kelaparan di Jakabaring Sport City (JSC), Palembang, Sumatera Selatan. Kampusnya, Politeknik Pariwisata Palembang yang berada satu kompleks dengan tempat diselenggarakannya Asian Games itu, membuat kegiatan perkuliahan diliburkan.

Tak ayal, ketika Kiko ditawarkan oleh dosennya untuk bekerja selama 12 jam sehari, ia tak bimbang menerimanya.

“Dosennya hanya chat di group, siapa yang mau, tapi dia (dosen) bilang 12 jam. Nah, banyak yang bimbang kan, tapi ya saya jadi ambil aja, meskipun 12 jam kerja,” kata Kiko kepada Asumsi.co, Rabu, 5 September 2018.

Formasi lengkap Night shift (7 pm – 7 am). pic.twitter.com/knnYMRQK0B— Kikoki (@kikorahmatp) September 3, 2018

Kiko bercerita, awalnya ia tak menduga dapat tugas menyiapkan makanan para atlet peserta Asian Games 2018. Mahasiswa semester lima itu hanya diberi tahu untuk bekerja di Hotel Aryaduta. Nyatanya, Hotel Aryaduta telah melakukan kerja sama dengan PT Gobel Dharma Sarana Karya (GDSK) sebagai pemegang hak utama katering untuk Asian Games 2018.

Dalam tim katering, tugas dibagi menjadi beberapa bagian, ada yang menjadi bagian dari tim kitchen, waiters, housekeeping, dan lainnya. Sebagai mahasiswa jurusan seni kuliner, Kiko mendapatkan tugas untuk menyiapkan salad, mulai dari membersihkan sampai memotong-motong bahannya. Perlu kehati-hatian khusus untuk menyiapkan makanan para atlet, yang merupakan tamu dari berbagai negara.

Baca juga: The Unmentioned Heroes: Kisah Mengesankan Dari Dua ‘Volunteer’ Asian Games 2018

“Perbedaannya lebih ke hati-hati aja sih, misal pas motong, atau nyuci bahannya, takut ada cacing atau ulet yang ketinggalan, gitu. Lebih hati-hati di situ aja, sama lebih nyesuaiin sama suhunya, suhu aman makanannya, takut suhunya turun, bahaya soalnya,” ujar Kiko menjelaskan.

Namun, ternyata salad sepi peminat. Seperti atlet Indonesia, Timur Tengah, dan India yang jarang mengambil sayur-sayuran. Sedangkan, untuk negara penikmat salad lebih didominasi oleh China, Korea, dan Jepang.

Tantangan Menjadi Tim Katering Asian Games 2018

Sebagai pemasok nutrisi para atlet, tentunya tim katering memiliki standar khusus, seperti penggunaan bumbu yang tidak menggunakan MSG sama sekali. Bahkan, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan yang bertindak sebagai Ketua Tim Bidang Kesehatan Asian Games 2018, dr. Bambang Wibowo SpOG (K), mengatakan bahwa panitia pelaksana menjalin kerja sama dengan banyak pihak.

Seperti dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Dinas Kesehatan, BBTKL-PP, dan Laboratorium Kesehatan Daerah. Namun, menurut pengakuan Kiko, tak semuanya yang dikonsumsi atlet memiliki nilai gizi yang bermutu.

“Kalau untuk minumannya sih sering keliatan atletnya ngambil minum-minuman yang bersoda, yang kayak Coca-Cola, Fanta itu sering, tiga botol,” ujarnya diselingi tawa kecil.

Meski begitu, Kiko mengaku semua yang telah dihidangkan di dalam buffet makanan telah disiapkan keterangan nilai gizinya. Meski ada beragam makanan khas dari berbagai negara, namun atlet bisa menimbang sendiri kebutuhan ataupun makanan yang menjadi pantangannya. Dengan begitu, tim katering tidak perlu repot lagi memikirkan kebutuhan energi masing-masing atlet.

“Setiap menunya itu di atasnya ada tulisan nutrisinya, per 100 gram, gitu, jadi vitamin berapa, karbohidrat berapa, jadi atletnya bisa ngeliat sendiri, harusnya butuh apa,” tutur Kiko.

Oleh sebab itu, nilai gizi tak lagi menjadi satu hal yang memusingkan bagi tim kitchen. Perlu diketahui, atlet diberikan fasilitas makan tiga kali dalam sehari. Begitu juga, dengan atlet yang sedang bertanding di venue, akan disediakan tim katering khusus di venue. Namun, permasalahan akan datang ketika porsi makanan yang telah disiapkan sesuai dengan pesanan itu ternyata kurang.

“Masalah untuk jumlah pack yang enggak sesuai request, misal (di)request seribu pack, ternyata yang makan 1500 atau bahkan dua ribu orang,” sebut pria kelahiran kota Pagar Alam, Sumatera Selatan itu.

Selain masalah jumlah pesanan yang tidak sesuai dengan kondisi, terkadang bahan makanan yang habis juga menjadi masalah tersendiri bagi tim katering.

“Kayak dressing-dressing, untuk salad gitu, kayak mayones, itu sering habis, ya akhirnya ngomong sama volunteer, volunteer-nya yang ngejelasin. Ada juga sih (atlet yang) kecewa, mereka pasti langsung duduk enggak jadi makan salad,” kata Kiko.

Meski demikian, Kiko mengaku senang bisa menjadi bagian dari tim katering Asian Games 2018. Selain mendapatkan gaji, ia juga mendapatkan kenalan baru, mulai dari mahasiswa sampai koki profesional yang didatangkan dari berbagai kota.

Hampir dua minggu lebih lamanya, sejak tanggal 16 Agustus sampai 2 September 2018, Kiko mampu bertahan menjadi tim katering yang harus menjaga kesehatan agar bisa menjamin kualitas makanan para peserta Asian Games 2018. Baginya, hal yang paling berkesan justru ketika para atlet dari berbagai negara mengucapkan terima kasih kepada para koki, dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Tim catering Dining Hall, JSC om ???? pic.twitter.com/HNj1tRTetH— Kikoki (@kikorahmatp) September 3, 2018

Share: The Unmentioned Heroes: Cerita Dari Balik Dapur Asian Games 2018